Pilihan (3)

173 28 16
                                    

"Ra, lu gak apa-apa kan?"

Ara tersenyum, "Aku baik-baik aja.." ujarnya sambil merapikan catatan kuliah lalu memasukannya ke dalam tas.

"Lu dianter Roy lagi?"

"Iya tapi dia masih ada kelas, Ca.." Ara menatap Eca, menggenggam tangan temannya seakan meyakinkan agar tidak lagi khawatir.

Eca menghela napas berat, "Gue percaya elu, tapi akhir-akhir ini lu kelihatan payah banget, wajah pucat mulu. Maaf kalo bikin lu gak nyaman.."

"Makasih ya, Ca.. Rani pasti nungguin kita. Yuk!"

Kedatangan Ara disambut Roy yang kini sengaja duduk di halaman warung makan yang ada di seberang gerbang utama, lelaki itu hanya melambaikan tangan lalu menanggapi godaan Dika dan teman lainnya. Ara masuk ke kantin bersama Eca, di sana sudah ada Rani yang membawa makanan untuk mereka berdua. Rani tadi keluar kelas dahulu karena tak bisa menahan hasrat ke toilet, langsung menuju warung makan langganan mereka setelah mengirim pesan pada kedua gadis itu.

"Makan yang banyak, Ra.. Kalo perlu gue traktir."

Eca melirik tajam, "Palingan si Roy lagi yang bayar."

Ara meletakan sendoknya, menatap bingung. "Bukannya kita bayar langsung ya?"

"Yang bagian bayar siapa?" tanya Eca menatap intens pada Ara.

"Rani."

"Tapi selama ini kita dik-"

Rani menyumpal mulut Eca dengan krupuk, seketika mata Eca melotot tajam. Rani hanya terkikik dan membuat Ara bingung, hingga terdengar kursi digeser secara paksa.

"Gue nimbrung ya.. Gak ada tempat kosong."

Ara, Eca, dan Rani menoleh bersamaan lalu memandang sekeliling yang tidak terlalu ramai orang. Apa mereka salah dengar?

"Mana yang gak kosong? Temen lu malah udah booking 3 meja tuh." tunjuk Rani heran.

"Gak ada tempat kosong yang deket sama temen lu ini." jawab Roy santai, memandang Ara yang ada di hadapannya. "Lu ngerti falling in love kan?"

Eca memutar bola mata malas, "Modus mulu otak lu.."

"Makin hari makin lengket, kalian pacaran gak sih?"

Masih dengan mulut yang penuh nasi, Roy menjawab. "Guwe ma..unya gitu. Ca!!"

"Kunyah dulu, terus telan iih.. Kebiasaan deh.. Belepotan jadinya.." gerutu Ara sambil menyodorkan tisu, sedangkan lelaki itu terlihat santai saat Ara membersihkan bibirnya.

Eca dan Rani hanya menggelengkan kepala dengan tingkah sepasang sejoli yang memang semakin menunjukkan kemesraan. Dua gadis itu hanya berharap Ara benar-benar sudah membuka hatinya.

Menjelang sore, Roy mengantarkan Ara ke suatu tempat. Tempat yang hanya diketahui orang-orang terdekatnya. Awalnya Roy bingung, kenapa Ara mengajaknya kemari dan kenapa harus tempat ini. Namun, ia hanya mengikuti arah pandang Ara.

"Ini tempat favorit aku. Dulu, rumah itu tempat tinggal nenek." tunjuk Ara pada sebuah rumah yang kini sudah tampak perubahannya, "Nenek dulu nyewa di situ, sampai papa Kak Ar nikah terus pindah di rumah yang sekarang. Pakdhe sama Ibu besar di sini, tempatnya yang luar biasa indah kan? Jalan utama bisa kelihatan dari sini.."

Roy mengangguk setuju sambil melihat takjub pemandangan sore hari itu, "Tempat bersejarah keluarga lu dong?"

"Bisa dibilang gitu." jawab Ara singkat. Mereka berdua berada di tepi jalan yang sedikit menanjak menuju arah pedesaan. Karena jalan kecil di sini tidak terlalu ramai, keduanya bisa beristirahat di sana. Tak hanya mereka, ada beberapa pengendara yang sengaja menjadikan lokasi ini sebagai rest area.

PILIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang