6 - Pada Doa-Doa yang Dilangitkan

1.1K 133 17
                                    

"Terus, kalau nanti masing-masing kita sudah punya pasangan, apa masih bisa sedekat ini?"

---

Adalah Dira, srikandi yang menurut Bara mirip dengan Luna. Lebih tepatnya mirip dengan perempuan yang membawakannya sebotol bensin kemarin. Atau memang dia? Atau karena Bara sedang menuliskan kisah Luna, yang membuatnya tiba-tiba merasakan banyak kemiripan teman masa kecilnya itu di diri orang lain?

Bara mencoba mempertajam ingatannya. Ini kebetulan yang terlalu kebetulan. Tapi sepasang mata milik perempuan berjaket kulit kemarin, sama dengan mata Dira.

"Nah, terciduk. Kamu kagum juga, kan, sama mereka?" Riko meginterupsi lamunan Bara.

"Ko, kamu punya kenalan di antara mereka?"

Riko menggeleng. "Tapi bisa diatur. Setelah acara ini selesai, kita kenalan sama mereka."

Perihal kecakapan Riko mendekati lawan jenis memang tidak perlu diragukan. Tapi dengan perempuan-perempuan "gagah" itu, entah jurus seperti apa yang akan dilancarkan.

***

Kalau bukan karena ingin memastikan Dira adalah penolongnya atau bukan, Bara malas menemami Riko berdiri di parkiran seperti ini. Standby di dekat mobil tim DAMKAR, mereka seperti agen rahasia yang sedang merencanakan penculikan. Sampai detik ini Bara masih belum tahu apa yang akan dilakukan Riko kalau mereka datang.

"Mana, ya?" Riko mulai resah.

"Lagian kenapa harus nunggu di sini, sih? Kenapa kita nggak negur di dalam aja?" protes Bara.

"Biar memorable. Kalau kita negur di dalam, kesannya biasa banget. Tapi kalau di sini, seakan-akan kita sudah menunggu lama demi bisa ngobrol langsung sama mereka."

Bara memutar bola mata malas.

Beberapa saat kemudian, pasukan berseragam biru mencolok yang ditunggu-tunggu pun tiba. Mereka baru saja turun dari koridor, membelah pelataran beton menuju area parkir.

"Nah, mereka datang." Riko menepuk punggung Bara yang sibuk memainkan ponsel.

Tatapan Bara langsung tertuju pada Dira. Jarak mereka masih sekitar sepuluh meter, saat tiba-tiba Dira belok kanan, memisahkan diri dari teman-temannya. Ia ke area parkir khusus kendaraan roda dua. Ternyata di sana terparkir sebuah ninja merah. Bara teramat yakin sekarang. Tidak salah lagi, Dira adalah penolongnya.

Tak ingin kehilangan kesempatan lagi untuk berkenalan, Bara berlari-lari kecil menghampirinya. Ia sama sekali tidak menghiraukan panggilan Riko.

"Hei ...," tegur Bara tanpa ragu setibanya di samping Dira.

Dira yang hendak mengenakan helm, urung. Ia langsung menoleh ke sumber suara. Sesaat kemudian senyumnya mengembang karena merasa kenal dengan mahasiswa yang menegurnya.

"Kamu cowok yang kemarin, kan?" tebaknya.

Bara mengangguk. "Syukurlah kalau masih ingat."

"Baru juga kemarin, masa langsung lupa?" Senyum Dira semakin lebar. "Lagian kamu masih pakai kemeja ini."

Bara spontan mengamati kemeja yang melekat di tubuhnya. Astaga! Tadi ia memang malas menyetrika, ujung-ujungnya pakai kemeja yang kemarin. Ini benar-benar memalukan. Bara berjanji tidak akan lagi mengenakan kemeja yang sama dua hari berturut-turut setelah ini.

Sekarang Bara hanya bisa cengar-cengir tidak jelas dan mendadak kehabisan kata gara-gara kemeja.

"Jadi kamu kuliah di sini?"

Cinta yang Tak Pernah Kau PandangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang