Intro penulis;
Terima kasih sudah mampir, jangan lupa vote, share dan kritikannya, ya. :)
---------------------
"Emm, ya, Niko," Selasih menoleh kembali pada Romi, "tidak perlu, aku akan pergi sendiri," katanya beranjak pergi meninggalkan dua beradik-kakak tersebut.
Selasih menyeka keringat. Wajahnya seperti dibanjur matahari, merah dan padam. Tidak menahu mengapa wajah putih yang nyaris pucat itu sekarang menjadi merah seperti memberang. Padahal dia hanya merasa berdebar akibat sosok yang dulu pernah berada di pikirannya, di hatinya, tapi sosok itu tidak pernah tahu tentang apa yang dia rasa.
"Hey..., Selasih!"
"Niko!" Gadis itu berusaha menjadi biasa dengan apa yang dia hadapi saat ini.
"Kamu, sejak kapan kembali?"
"Kemarin," jawabnya.
Mereka melangkah, beriring. Kadang Niko mencoba mendahului langkah gadis itu lalu berjalan mundur menghadap Selasih, tapi tetap saja tidak bertahan lama.
***
Selasih menghempaskan badan ke ranjang. Dia menghadap langit-langit yang bercat putih tapi masih terlihat remang. Tadi entah bisa disebut hari yang baik atau tidak, dia dilema. Kedipan matanya tertahan, berhenti dan mengatup rapat. Pikiran dan benak Selasih sedang kacau, tidak tahu harus bersikap apa saat itu. Dia hanya berusaha tetap berada pada kewarasan, walau sebenarnya tidak tahu bagaimana bentuk waras yang dicarinya.
Niko adalah sosok yang pertama kali dan disukainya, bahkan mungkin, sampai saat ini kembali bertemu. Tidak tahu apa alasan sampai menyukai pemuda itu sebegitunya, dia hanya paham bahwa Niko bukanlah orang yang gampang digapai. Niko adalah sosok yang sulit ditebak, dinamis dan kadang agak aneh.
Mereka hanya bertemu beberapa kali, bahkan lebih berkualitas pula pertemuan Selasih dengan Ibu Nur daripada dengan Niko. Pemuda itu terlalu sibuk dengan perkuliahannya. Namun begitu, Selasih tetap mencintai Niko sepenuhnya. Gadis itu abai pada Romi, dan malah menjatuhkan perasaan pada abangnya.
Selasih bangkit, mengikat rambutnya dengan karet yang ada di lengannya sejak tadi. Dia melangkah ke arah koper yang sudah terbuka. Tangannya menceluk ke dalam koper, mencari sesuatu. Sebuah buku dengan kover berlatar biru dan ada sepasang makhluk di situ, salah satunya bukanlah manusia, ia adalah hewan bermoncong panjang dan berbulu tebal warna abu-abu.
Tangannya pelan membuka sampul dan menuju halaman isi. Buku itu tidak baru lagi, sudah hampir koyak karena usia. Bahkan warna merah pada kostum di kover tersebut sudah tidak solid lagi.
Cerita seorang cucu yang ingin menjenguk neneknya yang sedang sakit, tapi dia malah diintai seekor serigala. Lalu hewan tersebut dengan cerdiknya menyerupai sosok wanita renta yang terbaring di kasur. Padahal sang nenek sedang dia sekap di dalam lemari.
Kisah itu berulang kali dibacanya, bahkan sudah puluhan kali dia membolak-balikkan bacaan tersebut. Sudah hafal barangkali tiap bait kata yang tersusun, tapi Selasih tetap saja mengulanginya.
Sejak dulu, sejak buku tersebut berada dalam pelukannya, dia selalu membaca kisah tersebut saat berada dalam kondisi yang tidak baik. Seperti ada penawar luka dalam buku tersebut, yang bisa memperbaiki perasaannya saat itu.
Buku itu diberikan sang nenek dari pihak ayah saat dia baru memasuki taman kanak-kanak. Di awal, dia hanya bisa melihati gambar-gambarnya saja. Sampai pada akhirnya, keadaan membuatnya cepat belajar membaca, walau di bawah tekanan mental.
"Ini untukmu, jika kamu sedih seperti gadis di buku ini–" tunjuk sang nenek, "kamu hanya perlu ingat bahwa Nenek selalu ada untukmu." Begitu kira-kira kalimat yang dilontarkan wanita renta itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story in Obsession
ChickLitAreta, keberanian dan kebajikan yang dimiliki seseorang yang menyebabkan dia dihormati oleh orang lain. Areta adalah nama pena dari seorang gadis yang memeluk obsesi. Dia adalah seorang ghostwriter yang menerima proyek satu naskah novel. Areta menja...