Diatas meja coklat bundar setengah lingkaran. Dua cangkir kopi menjadi teman obrolan. Berhadapan pula aku dengan mu. Aku teramat suka melihat gerak-gerik senyummu. Karena itulah aku hobi merekam tiap jejak wajahmu. I learn you. Yang ingin aku lakukan saat itu adalah larut dan terbenam dalam perbincangan malam. Entah persetan apa sehingga kita akrab dengan malam itu.
Kamu tahu ? Dulu, aku ndak pernah merasa bahwa aku harus mendapatkanmu. Syukur sekali, bisa menjadi teman yang tanpa sungkan bertanya soal mata pelajaran. Sampai seringnya, aku lupa bahwa aku selalu mengganggu malammu untuk "bertanya bagaimana cara mengerjakan soal ini ?" Baiknya, kamu selalu mengajarkan aku dengan caramu yang terlihat unik. Kamu tahu ? Rasanya berada di radius terdekatmu sudah membuat dadaku bergemuruh. Aku kelabakan mencari cara menetralkan debaran ini. Sangat kencang membuat aku kepayang. Tapi, aku suka rasa ini. Dengan ini aku tahu mulai ada tanda yang tak beres pada perasaanku.
Dan malam itu, aku sempat berfikir, kamu adalah pria yang memiliki seribu diam. Berbicara pun sesuai yang diinginkan. Tapi ternyata, diammu malam itu berbicara lebih dari itu. Entah mengapa, aku merasa semua yang kamu ungkap disana adalah taburan kejujuran dari dirimu yang ingin kamu tunjukkan tanpa pernah kamu sesali. Suatu ikatan sama dalam hati. Aku tertegun, kali ini aku yang diam. Mencoba mengeja satu per satu kalimat yang baru saja terucap. Yang membuat aku tahu, pada malam itu semesta memang begitu luas juga liar.
Dua cangkir kopi kita semakin dingin. Dan suasana malam kembali menuntun pulang, seakan waktu secepat peluru. Menyesap kopi disudut ruang, menghabingkan pekan terakhir kita disana. Tak lupa tanganmu yang memegang bibir cangkir, satu tegukan yang membawa arti kerinduan. Menandaskan kopi mengusir rasa sepi.
Mendapati obrolan ditempat santai, jauh dari kata ramai ditambah iringan melodi adalah kenyamanan yang paling kamu suka. Ah, aku jadi teringat kamu! Sekarang, memang kamu tidak didepanku. Tapi yang meyakinkan aku pada detik itu. Sekali lagi, bahwa adamu disini, didepan mataku, tidak seharusnya disiakan. Karena kamu pantas untuk aku perjuangkan.
Aku dan kamu.