Pagi ini seperti biasanya Banda Neira - Sampai Jadi Debu, adalah playlist pertamaku.
Pagi ini langit sedang membiru, sebiru centang dua whatsAppmu hehe. Aku lupa kapan terkahir kali aku melihat chat teratasku berdering merdu. Kira-kira mungkin sebulan lalu ? Hmm iya, sebukan lalu.
Aku selalu menerka disaat kita tak sedang berkabar. Aku pun tak cukup pintar untuk bermain nalar. Barangkali, kamu sedang belajar. Oh, atau kamu sedang ada seminar? Atau jangan-jangan kamu pergi menghindar? Tidak! Aku tahu siapa kamu, sosok yang tak akan gegabah untuk bertindak.
Dengar.. Meski kita berjauhan, aku selalu menikmati sebuah jeda yang selalu kamu berikan. Semacam kesempatan untuk meluangkan kesibukanku dengan segala tujuan. Membiarkan diriku sendiri tanpa sentuhan angan. Tapi, coba dengarkan lagi.. Terkadang aku merasa terasingkan dengan semuanya. Jauh darimu sama halnya boomerang yang siap meledak kapan saja. Percayalah, jauh darimu menciptakan banyak prasangka yang tak terduga. Dan tidak berkabar denganmu bukan berarti aku tak baik saja. Aku selalu merindukan, kesempatan untuk membalas pesanmu disaat jam kuliah, atau disaat tengah malam. Jujur saja, aku sudah mengantuk ingin tidur. Tapi melihat pesanmu rasanya sayang untuk aku lewatkan. Aku tetap terjaga membalas satu per satu chat itu.
Diluaran sana, aku sering melihat teman-temanku mengumbar segala bentuk kebersamaanya dengan someone. Boleh gak sih iri :(
Perlahan, aku mulai belajar tentang bagaimana sabar ketika menunggumu berkabar. Kesabaran yang sangat sulit ditahan. Sabar karena ditinggal jarak yang begitu menyiksakan. Sabar karena ditinggal berbincang dengan wanita selain aku. Sabar karena hanya itu yang aku punya.
Kamu tahu? Pesan yang hanya sekedar itu mampu membuat hati yang semula berkobar perlahan sembuh dengan sempurna. Meski aku tahu hanya pesan basa-basi yang terlalu sering kamu kirimkan. Aku terkadang bingung, ada apa dengan diriku ini. Hati yang bermula patah perlahan sembuh nyaris sempurna.
Tapi, disini aku ucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada mu. Kamu selalu mengajarkanku bahwa pentingnya makna tulus dalam sebuah kesabaran. Tulus ketika menunggu kepulangan dari perantauanmu. Tulus tersenyum menjemput dan mengantarkanmu menuju stasiun kota. Tulus memberikan aku arahan menuju jalan yang benar. Tulus menjadi pendengar cerita ketidakjelasanku.
Aku pun merasa belum banyak kenangan yang kita lalui selama 4 tahun ini. Tapi kamu tahu, hal tersebut tidak akan pernah diulang lagi. Kenangan manis pun pahit tidak akan bisa dilupakan begitu saja. Maafkan keterdiaman ku bila aku sering diam ketika berhadapan denganmu. Percayalah, aku memahamimu dari sebuah tatapan. Dan ketahuilah, setiap orang pasti punya cara untuk mengkespresikan rasa cinta dan sayangnya. Begitupun dengan aku. Lewat tulisan ini, aku harap kau mengerti.