Kita semua tahu, bagian terpenting dalam hidup ini adalah bagaimana kita memuliakan sesama manusia. Memang tidak mudah untuk dijalankan. Dan benar butuh pengorbanan.
Namun kali ini, aku ingin semua baik-baik saja. Apapun yang mereka pikirkan tentang aku, anggap saja semua sudah berlalu. Tentang bagaimana penilaian mereka padaku. Bagaimana perlakuan manis mereka depanku. Ataupun bisikan yang tidak-tidak atas aku.Bagiku yang paling utama, saat ini adalah penilaian di mata Sang Pencipta. Sebagaimana aku mengaminkan doa-doa yang tak akan pernah reda. Karena aku ingin hidup layaknya alam, begitu luas, liar namun selalu tentram. Pada senja-senja yang terbit di balik muram, sejujurnya aku tidaklah mendendam. Tidak!
Untuk sekian kalinya aku pun bersyukur. Atas nikmat Sang Pencipta, aku berada didekat orang-orang yang mengenalku dengan baik. Terlebih, aku selalu ingat pada selain aku. Akan pesan yang selalu merintih, seakan beban teramat pedih. Tanpa mereka tahu, aku selalu ingin berdamai pada kisah-kisah terdahulu. Aku tidak mau dipandang murka, atas nikmat dunia. Sedang Dia tetap pada pesan yang berbunyi ketidakberpihakan.
Dengan segala kerendahan hati, beribu maaf bertubi. Dan terimakasih, atas semua kebaikan yang selalu terlantunkan. Dalam kisah ini, aku mendapatkan banyak kesempatan penuh pendewasaan. Semoga senja dan pesanmu, berakhir dengan tabir bahagia. Sepatutnya aku ingin Dia merasakan kebahagian pula. Bukan bermaksud aku berbahagia diatas perpisahanmu. Atau aku berbahagia diatas kepedihanmu.
Jauh dari kata itu, aku ingin Dia bahagia selayaknya Sang Pencipta menerbitkan senja diantara kegelapan petang.
Aku ingin melihat Dia bahagia tanpa harus menyimpan rasa luka.
Aku ingin melihat Dia tersenyum bahagia, meski keadaan berpura baik-baik saja.
Maaf dariku, atas segala ketidaktahuan. Hingga menciptakan jarak diantara jurang pemisah.
Maaf dariku, Maaf.
Dengan segala pengharapan, semoga bahagiamu dapat menjadi kenyataan.Semoga.
Dariku,
Untuk sepenggal kisah yang tertinggal