002. Ketakutan

16.4K 1K 130
                                    

"Kelemahan terbesarku adalah melawan rasa takutku"

***

Azura kembali merunduk pada jemarinya tak berani untuk menoleh lagi, Alvaro sendiri hanya terdiam sembari sesekali melirik gadis di sebelahnya itu.

"Azura," panggil cowok itu lembut.

"Hm..."

"Gue kangen lo,"

Azura mengerjap sembari menelan salivanya kasar, Alvaro masih menatapnya lekat seakan pusat perhatiannya sekarang ada pada gadis di sebelahnya itu.

Drrrttt

Deritan ponsel Azura menyadarkan keduanya, dengan canggung gadis berkerudung itu merogoh ponsel dalam saku bajunya. Tertera nama Kevin disana membuat pemuda di sebelahnya menghela kasar.

"Halo kak, kakak dimana? Kakak naik bis yang mana sih?" Alvaro melirik gadis itu yang terlihat kesal, "Kenapa gak datang? Kalau tahu kakak gak datang gue gak akan ikut kamping, kan kakak sendiri yang ajak gue kak," tambahnya masih menggerutu.

Terdengar helaan nafas panjang di seberang sana, "Oh ibu sakit, terus gimana keadaan ibu sekarang?" Ujarnya sembari memainkan kukunya cemas.

"Yaudah kak, semoga ibu cepat sembuh." Tuturnya lalu mematikan panggilan dan menghela nafas panjang.

"Ibunya Kevin sakit?" Azura menoleh pada Alvaro yang baru saja melontarkan pertanyaan padanya, gadis itu mengangguk pelan lalu kembali merunduk pada ponselnya.

"Lo udah dekat bangat yah sama Kevin sampai ibunya Kevin lo panggil ibu?" Azura meringis kecil sembari menatap pemuda itu datar, "Sedekat apapun hubungan gue sama kak Kevin, gak ada sangkut pautnya sama lo." Balasnya tepat, entah kenapa Alvaro merasa geram begitu saja.

"Perasaan gue masih sama," ujarnya membuat Azura menelan salivanya kasar, "Jadi apapun yang berkaitan dengan lo sudah jadi urusan gue," tambahnya lagi membuat Azura mengerjap cepat.

Alvaro perlahan menyenderkan kepalanya pada bahu Azura membuat gadis itu menegak seketika.

"Gue ngantuk," tuturnya sembari mencari posisi nyaman pada bahu gadis mungil itu, Azura tak menolak apalagi mencegah perbuatan pemuda itu. Jujur, ia rindu pada pemuda bodoh di sebelahnya ini.

Pemuda yang sudah lama menghilang dan tiba-tiba datang pada saat yang tidak tepat. Pada saat Azura berusaha untuk melupakannya dan membuang jauh-jauh Alvaro dari memorinya.

Hujan turun dengan derasnya saat perjalanan membuat para mahasiswa memilih tidur dalam bis. Karena cuaca yang dingin dan suara rintikan hujan seakan mengajak mata untuk terlelap begitu saja.

Azura sama sekali tidak bisa memejamkan matanya, bagaimana bisa ia terlelap dengan jantung yang berdetak begitu cepatnya. Gadis itu cemas jika Alvaro bisa mendengar detak jantungnya.

Alvaro terlihat bergerak cepat membuat ia menipiskan bibir, pemuda itu terlihat menoleh kecil pada Azura yang hanya duduk dengan mata yang menatap lurus kursi di depannya.

Bis pun sampai di tempat tujuan membuat mahasiswa buru-buru turun karena hujan juga sudah mulai reda. Hanya gerimis saja, Azura beranjak cepat dan mengambil ranselnya membuat Alvaro berdecak lirih.

"Gue bawain," ujarnya sembari meneteng ransel Azura dan miliknya bersamaan, gadis itu tak menolak malah mengekori Alvaro yang mulai turun dari bis itu.

"Jadi lo naik bis ini, gue cariin dari tadi. Bawain ransel gue dong, berat." Ujar Yena yang tiba-tiba muncul menyeruak diantara keduanya. Azura sontak menarik ransel miliknya pada Alvaro membuat pemuda jangkung itu berdecak.

AZURA STORY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang