003. Benih Kebencian

16K 980 85
                                    

"Aku berharap suatu saat nanti aku dan kamu akan menjadi kita"

***

Pemuda jangkung berambut tebal itu tengah mengedarkan pandangannya sembari mencari keberadaan Azura. Pasalnya setelah pulang mengantar Yena dari toilet, ia tidak menemukan keberadaan gadis berkerudung itu lagi. Dengan perlahan ia mendekati salah satu teman sekelas Azura yang terlihat tengah mengobrol kecil bersama yang lain.

"Lo lihat Azura, gak?" Ujar Alvaro membuat pemuda yang tengah duduk itu menautkan alis bingung.

"Azura yang pakai kerudung," lanjut Alvaro membuat pemuda itu mengangguk paham sembari tersenyum samar.

"Tadi dia dapat tugas cari kayu bakar sama yang lain,"

"APA!" Teriakan Alvaro membuat pemuda itu termundur kaget, "Dari sekian banyak cowok disini lo malah nyuruh cewek buat nyari kayu bakar ke hutan? Lo punya otak gak?" Sentaknya kasar membuat anak-anak melirik kearah keduanya.

"Santai dong bro, lagipula dia pergi sama Bara dan Lala," Alvaro mengeraskan rahangnya sembari mencoba meredam emosinya yang sudah memuncak.

Suara tawa perlahan mendekat pada mereka membuat Alvaro menoleh dan menjatuhkan pandangannya pada dua orang yang kini saling berpegang tangan mesra.

"Azuranya mana?" Tanya ketua jurusan pada keduanya, mereka saling melirik sembari mengedikan bahu tidak tahu.

"Anjing!" Umpat Alvaro lalu menerobos keduanya sembari berlari masuk ke dalam hutan mencari gadis itu.

Sembari berlari ia berdoa dalam hati semoga tidak akan ada kejadian buruk yang menimpa Azura, kalau tidak. Dia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.

"Azura!" Teriaknya sembari memanggil nama gadis itu, namun tak kunjung ada jawaban. Sesekali ia mengeraskan rahangnya merasa frustasi karena tidak bisa menemukan sang gadis.

Samar-samar ia mendengar isak tangis seorang gadis membuat ia berlari cepat menuju sumber suara. Pemuda jangkung itu melebarkan mata kaget melihat Azura sudah menangis dengan memeluk lutut dengan sosok asing sedang berjongkok menatap gadis itu dengan diam.

Bug

Alvaro langsung menonjok kasar wajah tampan sosok yang kini melebarkan matanya kaget.

"Anjing! Lo apain dia hah?" Ujarnya dengan tangan yang mencengkram kerah baju pemuda itu kasar. Pemuda di hadapannya hanya mengusap ujung bibirnya yang sobek dengan ibu jarinya pelan.

"Kak Maliq yang nolongin gue," ucapan Azura membuat Alvaro perlahan melepas cengkramannya lalu mengerjap pelan sembari mendudukan diri di hadapan Azura yang sudah terisak dengan keringat dingin pada pelipisnya.

"Bisa gak sih lo gak bikin gue khawatir!?" Kesalnya sudah setengah berteriak di depan gadis itu, Maliq hanya membuang muka lalu melangkah pergi begitu saja.

Mendengar sentakan Alvaro membuat Azura menangis makin keras dengan sesekali sesegukan. Gadis itu merunduk dengan tubuh yang masih bergetar.

Alvaro berdecak lirih lalu dengan lembut ia merengkuh gadis itu dalam pelukannya.

"Maafin gue, maafin gue, Ra." Ujarnya merasa bersalah sembari mengeratkan pelukannya pada tubuh mungil Azura. Gadis itu tak menggubris hanya menumpahkan air matanya yang sedari tadi tertahan.

Alvaro bergerak kecil sembari mengusap lembut air mata Azura dengan kedua tangannya. Pemuda itu menghela pelan melihat mata Azura yang sembab.

"Lo kenapa harus nyari kayu bakar?" Azura mendongak kecil sembari mengerjap pelan.

AZURA STORY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang