Siang ini Alena tidak langsung pulang ke rumah, bukan karna ada tugas kelompok atau sekedar membaca buku di perpustakaan kota. Langkah kakinya tak memberi aba-aba akan kemana tubuhnya di bawa. Dadanya menahan sesak sedari tadi. Aneh, patah hati membuat manusia menjadi seperti zombie begitu. Pandangan matanya kosong, pasukan cacing di perutnya sedari tadi berorasi. Jangan ditanya, Alena tidak menghiraukan hal itu.
Poomm!!!
Tubuh Alena tersentak setelah mendengar suara plakson mobil yang hampir menyambar habis tubuhnya. Pemilik mobil pun tak ketinggalan mengoceh karena ulah Alena. Nyaris, sedikit lagi.
Jantung Alena seperti hentakan kaki kuda yang berlomba, terdengar kencang dan sangat cepat. Tubuhnya lemas.Ternyata saat ini Alena berada di depan kedai es krim. Tak cukup ramai orang siang itu. Tanpa berfikir panjang, Alena membuka pintu kaca dengan tangannya yang masih sedikit gemetar. Di pesannya satu es krim spesial dengan tambahan ekstra keju. Di lihatnya suasana sekeliling kedai, beruntung. Tempat favorit dan yang menurutnya eksklusif masih tersisa. Ya, di pojok ruangan.
Alena mendudukkan dirinya diatas kursi, bukan hanya dirinya. Ia juga mengistirahatkan raganya yang hampir tersambar mobil tadi, menenangkan hatinya yang dibuat tak karuan oleh Fano hari ini. Entah akan ada kejutan apalagi nantinya. Seketika Alena seperti berfikir, memicingkan matanya membuat krenyitan muncul di keningnya. Di angkat tubuhnya yang semula merebah diatas meja.
"eh, gue nggak ngeliat Daffa tadi. Kemana ya tuh orang?"
Suara Alena sedikit lirih, karena saat itu di barengi dengan pelayan yang mengantarkan pesanannya. Satu cup es krim coklat ekstra keju sudah berada diatas mejanya. Kali ini tak seperti biasanya, Alena tak terlalu berselera untuk menikmati es krim favoritnya. Tidak ada Fano yang menemani, tidak ada cerita yang ingin di ceritakan sambil menyendok es krimnya.
"ah kenapa gue mikirin orang aneh itu sih. Orang yang nggak pernah punya jawaban setiap kali gue tanya"
Sepertinya itu kalimat terakhir yang diucapkan Alena. Setelah itu mulutnya tak mengeluarkan kata-kata lagi, badannya kembali merebah diatas tasnya, matanya perlahan terpejam seperti membiarkan semua masalahnya mengalir dan hilang seperti dunia yang mulai menjadi gelap saat Alena memejamkan matanya. Sayangnya saat ia terbangun nanti, ia harus lebih kuat untuk menerima kejutan dari semesta.
Satu jam berlalu. Baru terlihat pergerakan mengulet pada Alena. Perempuan berseragam putih abu-abu itu tertidur selama satu jam di kedai es krim. Membiarkan es krim kesukaannya meleleh tanpa sendokan darinya. Mata Alena perlahan mencoba memfokuskan pandangannya yang masih terlihat blur. Alena menyingkirkan rambutnya yang sedikit menutupi matanya. Perasaan tadi ia hanya sendiri disana, sekarang ada sosok laki-laki yang sedang duduk menulis di buku kecilnya. Pandangan Alena terus mengikuti sampai mendapati wajah sang pemilik buku kecil itu.
"Daffa?"
Suaranya terdengar khas sebagaimana orang yang baru bangun tidur. Alena belum mendapati nyawanya terkumpul saat itu. Rasanya pun seperti bermimpi.
"kenapa?"
Tetap sama, wajah Daffa tanpa ekspresi apa pun. Menjawab sambil melirik Alena lalu kembali memainkan penanya.
"sejak kapan lo disini?"
"sejak es krim ini belum jadi air"
Kali ini Daffa menunjuk cup es krim milik Alena dengan penanya.
"terus lo ngapain disini?"
"kursinya udah penuh semua, jadi saya duduk disini deh"
Alena hanya menghela nafas panjang. Sesekali ia lirik cup es krimnya. Ternyata ia mengeluarkan uang hanya untuk es krim cairnya itu.
"lo nggak sekolah ya tadi?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Pelukis Rasa
Short StoryKetika sebuah sudut yang gelap membutuhkan cahaya, dan tidak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu.