Ganjal

173 4 0
                                    

Ditengah tengah romansa, Adera memelukku erat ada dan tanpa raga.
..

2015
.

Kami sama sama menjadi saksi bagaimana kami tumbuh dari 2 remaja yang pecicilan menjadi 2 manusia yang dipaksa berfikir dewasa, yang ternyata dewasa itu tidak seindah kisah drama drama korea.

Aku dan Adera menghabisakan banyak waktu bersama. Dia membuatku tertawa dan menelan mentah segerombolan ceritaku yang kadang lupa kuberi jeda.
Aku sudah mulai candu mendengar suaranya, suara yang bisa membuatku tenang di tengah gemuruh badai. Dan semoga saja setiap badai yang datang bisa dengan segera kupersilahkan pergi dengan memutar semua suaranya di kotak ingatanku.
Semoga saja Tuhan..

Pernah sesekali kubayangkan apa jadinya duniaku saat aku harus kehilangnya dengan atau tanpa alasan. Apa rasanya ya? Aku akan kembali menjadi wanita keras kepala yang tetap bertahan sendiri di duniaku yang tandus ini.
Tapi Tuhan memang selalu baik dalam setiap rencananya, Adera tetap ada di kehidupanku.
Kami bekerja dalam coworking space yang sama. Aku bekerja di perusahaan komunikasi sebagai marketing analyst, dan adera ada di manager project perusahan property lokal.
Jadi tidak susah untuk kami bertemu. Bahkan pertemanan kami jadi semakin luas. Adera sudah merubah pola hidupku. Perempuan yang dulunya sangat menikmati sendiri sudah bisa tertawa lepas di tengah keramaian. Tapi tetap saja dengan kekerasan kepalanya yang belum reda.

Kalau saja jatuh cinta dengannya tidak semudah itu, mungkin aku tidak harus menerka nerka ada apa dengan hatiku. Ya setelah bertahun-tahun aku sudah menyadari aku jatuh cinta dari awal dia memainkan gitar untukku dan tertawa bersama.

Badanku terasa sangat lelah, deadline yang semakin mencekik di leherku membuatku tidak sadarkan diri sedang menginjak bumi di beberapa hari kemarin bahkan sampai pulang larut malam. Aku rindu berbincang dengan mama dan marinka di meja makan. Hari ini setelah semuanya tersubmit dengan sempurna, kututup laptopku dan bergegas pulang. Aku sudah mengantongi izin untuk pulang lebih awal.

Aku kembali menikmati waktu dengan berbaring di kasurku yang terasa lebih nyaman.
Sesekali kulihat layar ponsel yang berharap ada notifikasi masuk dari adera. Sudah beberapa hari ini aku kehilangannya. Dia pasti sangat sibuk, karena mengurusi project barunya. Aku tidak akan mengganggunya karena Adera harus bisa memastikan proyeknya berjalan sesuai dengan rencana, karena keberhasilan atau kegagalan akan menjadi tanggung jawabnya.
Adera pasti bisa menghandle itu semua, aku percaya apapun yang dikerjakannya akan berjalan baik baik saja.

Sepertinya aku harus keluar dari benteng persembunyian yang semakin terasa sempit. Yang pasti bukan badanku yang membesar, hanya saja perasaan yang mulai tidak karuan terkadang membuatku berfikir terlalu liar sehingga sulit bernafas. Aku merindukannya.

Mungkin saat seperti ini Marinka bisa kuandalkan. Dia mahir menenangkanku.

Dek, jalan keluar yuk.. kepalaku masuk di sela sela pintu kamarnya dengan raut nyengir.
"Tumben tumbenan, kamar lo udah kebakar ya kak?" Sindirannya tepat sasaran.
Haha, sial. Buru lah ganti bajunya.. Aku tunggu di mobil ya.
"Oke 1 jam ya, aku mau mandi dl"
Haaaa, kira kira dong masak aku nungguin sejam, udah bisa sekalian tidur siang.
"Loh yang ngajak tiba tiba siapa?"
Aku
"Trus salah gue?"
Eh itu tangan gausah pala di bengkokan, mirip remaja ababil tau jijik deh.
"Hahaha Bodo! Lagian aku udah mandi loh, besiap sebentar ya, tunggu aja dibawah sana"
Nah gitu kek ngomong daritadi, hurry up!

Aku membawa marinka ke sebuah karauke keluarga, Marinka heran karena aku sangat jarang mau ke tempat ini. Aku menghabiskan 2 jam melampiaskan apa yang ada di hatiku. Marinka dan aku menjadi team yang solid di 2 jam ini. Aku sangat terhibur sepanjang ada di ruangan ini.

"Kak, lu okay?"
Maksudnya? ya oke lah, emang kenapa?
"Kita sedarah loh sister"
Ya iya lah, emang lu mau sedarah sama sapi?
"males dah, lu ngeles mulu"
Aku hanya menatapnya sambil mengernyitkan dahiku
"call aja kali kak kalau rindu, udah lama banget aku gak ngeliat bang Adera"
Iya.. maybe dia busy.
"Sibuk kan juga masih ada di kota ini juga"
Yaudahlah dek.. aku gak mau nantinya malah jadi ngeganggu. Lagian kan kami 1 gedung, sering kok ketemu.
"Jadi sekarang hubungan kalian turun kasta dong"
Maksudnya?
"Ya kan bener, Aluna & Adera adalah teman kantor biasa"
Ya kan emang cuman teman dek
"Yaudah bohong aja terus sama diri sendiri sampe suatu hari lu juga lupa sama nama sendiri, bangun tidur berantakan, garuk garuk kepala kebinggungan nanya nama saya siapa, ini saya ada dimana, kenapa saya bisa ada disini.. Tinggal aku anter dan dropin kakak aja di psikiater"
Astagaaa.. jahat bener tu ucapan, ku cubit pipinya yang besar dan tebal seperti kue pao.
"Lagian aku males lah punya kakak kek gini, LEMAH"
Nadanya di ujung kalimat mulai menjadikan ku bahan olokan. Menyebalkan, tapi aku juga sangat menyayanginya.
Adek durhaka, enyahlah kau dari pandanganku.... 
"Kakak yang lemah, pergilah kau ke ujung dunia...."
Akhirnya kami pun bercanda sepanjang perjalanan pulang sampai kerumah.

*
"Darimana nih anak anak mama yang udah gede gede sampe lupa mengikutsertakan mama" sambut mama saat membuka pintu rumah.
Aku hanya tersenyum sambil memeluknya
"Anak mama yang tertua ini sedang uring uringan menahan rindu ma" ledekan Marinka sambil lari menuju kamarnya.
Ih sok tau deh, awas lu ya. Kuayunkan tasku yang sudah ku arahkan kearahnya.
Mama tertawa keras saat itu.
"Tuh kan benar dugaan mama, Adera itu udah buat putri mama jatuh hati"
Ih mama mulai ikutan Marinka nih ngeledekin aku.
"Idih, mama pernah muda loh, kamu fikir mama gak pernah jatuh cinta"
Ah jatuh cinta gak enak ma, buat pusing.
"Nah kan bener, itu ngakuin sendiri"
Eh iya ya, ah bodo lah Aluna mau mandi dulu.
"Makan dulu gih sayang, masa iya perempuan kasmaran kelaparan hahaha"
Kali ini aku yang berlari kearah kamarku. Aku menyerah di tertawakan kali ini.

Alur AlunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang