3. rindu

368 33 4
                                    


**
Pagi menjelang, sang surya muncul dengan ceria dari ufuk timur lautan Seoul.
Pagi indah di musim panas, sinar matahari memasuki celah kamar bocah tampan berkepala kecil itu. Dan itu, membuat sang empunya terusik. Jinyoung, bocah empat belas tahun itu kembali terjaga.
Ia duduk dengan masih terdiam. Mengumpulkan kembali nyawanya mungkin.
Ia mengerjap pelan, mencoba menyesuaikan pencahayaan.

"Hoam." Jinyoung melihat kesamping, dilihatnya, wajah pulas hyung  kedua. Jinyoung tersenyum tipis. Lalu, disibaknya selimut dan baju yang menutupi perut sang hyung.

"Kapan Youngie punya kotak kotak ini?" Tanyanya pada dirinya sendiri.

"Youngie ingin seperti hyung. Kapan ya, Youngue bisa berolahraga?" Kembali, ia bertanya polos pada dirinya sendiri.

Jinyoung menolehkan wajah tampannya ke arah ponsel yang bergetar dari nakas samping ranjangnya.
Lengkukan sabit, terbentuk dari kedua sudut bibir tipisnya.

"Annyeong, Youngie." Sapa wanita cantik dengan senyum cerahnya. Jinyoung mengerjapkan matanya lucu.

"Annyeong  bunda," balasnya.

"Kau pasti baru bangun ya. Ketahuan ih, bau ingus."

Jinyoung menatap bundanya kesal.
"Bunda... Youngie wangi tahu! Pokoknya Youngie wangi ya, nggak pernah bau." Jinyoung bersedekap dada. Sementara sang bunda, terkekeh melihatnya. Mungkin puas telah menjahili anak bontotnya.

"Mandi sana gih!"

"Jangan di matiin tapi, ya, bun. Youngie bangunin Daniel hyung dulu." Jinyoung menaruh kembali ponselnya di nakas.
Dan dengan pelan, ia mengguncangkan tubuh besar Daniel.

"Niel hyung, bangun!"

Daniel mengerjapkan matanya. Kemudian, ia terduduk sebentar. Lalu, menatap sang adik yang kini tengah menatapnya.

"Jinyoungie, bagaimana keadaanmu?" Tanyanya.

"Aku baik-baik saja hyung. Oiya, tolong temani bunda dulu selagi Youngie mandi." Jinyoung mengambil ponselnya dan diserahkannya ke Daniel.

"Tolong tunggu youngie ya, bunda. Juseyo!" Ucapnya sekali lagi, dan di angguki oleh sang bunda.

"Jangan tergesa-gesa, nak," pesan bunda.

Setelah Jinyoung hilang di balik pintu, barulah Daniel menghadapkan ponselnya ke arahnya.

"Bunda," ucap Daniel manja.

"Ada apa, hem?"

"Bogosipho." Bunda tersenyum.

"Akhir musim gugur bunda pulang."

"Lama bunda, sekitar lima bulan lagi." Daniel memproutkan bibirnya. Mata kucingnya menatap bunda dengan tatapan rengekan.

"Aigo... anak bunda lucu sekali. Daniel mau apa nak? Nanti bunda bawakan."

Mata kucingnya berbinar, mendengar penuturan menggiyurkan sang bunda.

"Daniel mau komputer baru bun."

"Nanti bunda akan bilang ke hyung mu untuk membelinya, oke."

"Terima kasih bunda. Bunda, jjang." Daniel megacungkan jempol kanannya. Kemudian, dalan sekejap, ia membentuk flying heart.

"Daniel sayang bunda," ucapnya. Bunda tersenyum.

"Bunda lebih sayang Daniel."

"Daniel lebih lebih sayang bunda."

"Yak.. hyung, Youngie bahkan lebih tiga kali sayang bunda." Jinyoung, dengan masih memakai handuk dan rambut basahnya, merebut ponselnya dari sang hyung.

"Yaoungie sayang bunda," ucapnya. Bunda terkekeh melihat penampilan sang anak.

"Hyung, ambilkan Youngie baju ya!" Jinyoung menatap hyung keduanya dengan puppy eyesnya. Dan Daniel, tidak ada alasan untuk menolak, kan?

Karena senyuman Jinyoung itu, adalah candu untuknya. Dengan telaten, lelaki yang sekarang tengan mengemban pendidikan di bangku kuliah itu memakaikan tshirt merah bergambar kartun angry bird.

"Bunda nggak masak buat ayah?" Tanya Jinyoung sembari melirik Daniel yang sedang berjalan ke arahnya dengan membawa sisir.

Sementara wanita paruh baya di sebrang sana nampak membulatkan matanya.
"Bunda lupa, sayang."

"Ih, bunda terlalu rindu, kan, sama Youngie sampai kelupaan buat sarapannya. Makanya, bun. Cepat pulang ya! Youngie juga rindu, hyungdeul  juga. Iyakan Daniel hyung." Jinyoung mendongak, menatap Daniel yang sedang serius menyisir rambutnya.

"Iya." Sahut Daniel sekenannya.

"Uri Jinyoungie, bunda tutup ya teleponnya. Kita lanjut nanti."

Bocah lima belas tahun itu tersenyum lalu mengangguk lucu.
"Dadah, bunda." Ia melambaikan tangannya ke arah layar yang menampilkan perempuan tersayangnya, dan beberapa detik kemudian, layar itu berubah menjadi hitam.

"Hyung  tidak kuliah?" Pertanyaan Jinyoung berhasil membuat Daniel yang sedang merapikan tempat tidur, berhenti sejenak.

"Kuliah. Nanti kau sendiri dirumah. Jangan nakal ya! Hyung akan segera menyelesaikan jam kuliah dan kembali ke rumah untuk menemani uri dongsaeng hyung ini." Daniel mengacak poni Jinyoung. Yang membuat sang empunya merengut lucu. Karena apapun yang dilakukan si kecil itu, selalu terlihat menggemaskan dimata orang yang melihatnya.

"Hyung, jangan di berantakin rambut Youngie. Lagian, ya, hyung, Youngie itu tidak pernah nakal. Yang nakal kan, Woojin hyung."

"Yak, apa-apaan kau Youngie, kenapa aku di ikut-ikut kan," sahut Woojin yang mungkin saja, sedang melewati kamar Jinyoung.

"Yak, hyung terlalu peka." Balas teriak Jinyoung.

"Awas saja kau Youngie. Nanti hyung akan absen membelikanmu bubur kacang hijau buatan imo cantik depan sekolahan." Mendengar ancaman itu, membuat si kepala kecil melotot lucu, dan dengan segera berlari keluar untuk mencari hyung  ketiganya.
Teriakkan Daniel yang menyuruhnya untuk berjalan saja, ia hiraukan.

"Dasar Youngie."

FIGHT FOR YOU❌WANNA ONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang