16. keputusan

309 22 0
                                    


**
Seongwu menatap kedua adiknya yang sedang menunduk itu dengan tatapan kecewanya.
Tak di sangka, sang adik yang sangat di percayainya bisa melakukan hal fatal hingga membuat si bungsu terbaring di ranjang rumah sakit.

"Maafkan kami hyung," ucap Daniel, juga mewakili Woojin yang menangis terisak itu.

Seongwu menghela nafas pelan.
"Hyung memaafkan kalian. Tapi, hyung harus bagaimana?
Adik kalian tidak akan sadar jika kita tidak membawanya ke belanda.
Dan kalian tahu kan, biaya ke belanda itu tidak sedikit. Jika kita memberi tahu ayah dan bunda, bukannya mereka pulang dan menjaga Jinyoung, alih-alih malah semakin gila kerja."

Seongwu duduk di samping Daniel. Mereka berada di luar ruang ICU. Tempat si bungsu terbaring sekarang.

"Lebih baik seperti itu, kan, hyung. Alangkah lebih baik kita memberitahu mereka dan berangkat ke balanda cepat. agar Jinyoungie bisa sembuh."

"Pengobatan di sana pun juga tidak menjamin penyakit hemofilia itu menghilang dari tubuhnya."

"Setidaknya kita harus mencobanya hyung."

"Aku akan mempertimbangkaannya lagi. Kalian pulanglah. Daniel, kau jaga Woojin! Pastikan dirinya untuk segera tidur."

"Tidak hyung. Aku mau disini saja. Aku mau meminta maaf dengan Jinyoungie, hiks." Tolak Woojin di sela-sela isakannya.

Daniel mencoba menenangkan Woojin yang tak hentinya menangis itu.

"Berhentilah menangis Woojinie. Aku akan membawamu pulang," ucap Daniel.
Woojin menggeleng kuat.
"Aku tidak mau Niel hyung."

"Woojinie, kau tidak mau mengecewakan hyung untuk kedua kalinya, kan?"

Woojin meredakan tangisannya setelah mendengar ucapan Seongwu.

"Baiklah hyung, aku akan pulang. Tolong jaga Jinyoungie, hyung. Hiks.." ucapnya pasrah.

"Itu pasti Woojinie. Kau tenang saja."

**
Kembali, Seongwu menatap si bungsu yang masih dengan keadaan yang sama.
Ia meneteskan air matanya.

"Ya tuhan... kenapa kau memberikan pesakitan seperti ini untuk adik kecilku. Apa salahnya hingga kau dengan teganya menyiksanya seperti ini." Seongwu mengeluh sembari tertunduk.
Ia harus segera memberi keputusan. Untuk meninggalkan korea dan menjalani pengobatan di belanda, atau membiarkan adiknya tersiksa disini.

"Baiklah Youngie, kau akan segera sembuh. Kau harus janji, kalau kau akan bangun lagi.
Semoga setelah ini, tuhan memberikanmu kebebasan untuk menikmati hidup dengan tenang tanpa merasakan sakit itu lagi."

"Seongwu-ah, apa kau sudah memutuskannya?" Tanya Minhyun.

Seongwu tersenyum tipis dengan masih menatap Jinyoung.
"Minhyun hyung, tolong bantu aku membawanya ke belanda. Aku ingin adikku sembuh dan bisa menikmati dunia yang keras namun juga indah ini."

Ucapan Seongwu, membuat Minhyun tersenyum.
"Itu pasti Seongwu-ah. Aku akan mendampingimu. Dan aku akan menyuruh Jisung hyung untuk menjaga adik-adik."

"Terima kasih hyung."

"Tidak perlu berterima kasih. Jadi, kapan kita akan membawanya kesana?"

"Lebih cepat lebih baik, kan, hyung."

"Baiklah. Kau tunggu saja disini. Aku akan mengurus semuanya." Setelahnya, Minhyun keluar dari ruangan Jinyoung.

**
Pagi ini, Daniel telah berada di dalam ruang ICU tempat Jinyoung bermalam. Setelah mengantarkan Woojin ke sekolah, ia langsung melesat kesini karena panggilan dari Seongwu yang katanya akan mengurus surat keberangkatan ke belanda dengan Minhyun.

Daniel duduk di kursi sisi ranjang. Ia menatap tubuh yang terpasang banyak peralatan medis. Bahkan wajah kecil adiknya pun, seakan tertutupi oleh selang oksigen dan selang yang berada di mulut. Bahkan, Daniel pun tak mengerti.

Liukan sungai kecil tercipta di kedua pipi besarnya. Ia sangat menyesal. Menyesal telah mengabaikan adiknya beberapa hari ini.
Daniel menggenggam tangan Jinyoung yang terbebas dari infus dengan pelan. Pelan sekali, seakan jika ia menggenggamnya keras, tangan itu akan hancur.
Daniel menciumnya. Kemudian ia menunduk, menangis terisak di sana.

"Lihatlah dik, hyung hancur karena melihatmu seperti ini. jadi bangunlah! Hyung mohon, bangunlah dik!" Ucapnya di iringi isakannnya.

"Niel-ah, kau jangan seperti ini. Semua akan baik-baik saja. Kau harus yakin itu!" Jaehwan yang sedari tadi ada di samping Daniel, tak tega melihat sahabatnya yang hancur.

"Kau yakin, semuanya akan baik-baik saja?" Daniel mendongak, menatap Jaehwan dengan masih berlinang air mata.

"Ya... aku yakin, kau harus yakin, dan kita harus yakin, jika si kecil tampan yang menggemaskan ini, akan segera membuka matanya dan sembuh." Jaehwan mencoba menguatkan Daniel.

"Baiklah, dik, kau harus sembuh ya! Supaya hyung bisa mengajarimu menari dan membuat otot perut." Daniel tersenyum tipis.
Jaehwan juga ikut tersenyum sembari mengelus punggung Daniel sebentar.

"Semoga," batinnya.








Selamat membaca😙

FIGHT FOR YOU❌WANNA ONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang