18. drop

335 22 0
                                    


**
Setiap malamnya, pemuda tujuh belas tahun berkulit sedikit gelap itu termenung menatap jutaan bintang yang berhambur di langit malam dari balkon kamarnya.
Dan seperti biasa pula, seorang lelaki tampan selalu menyusulnya.

"Woojin-ah, kau belum makan! Cepat makan!" Ucapnya.

"Aku tidak lapar Jihoonie." Woojin masih menatap langit tanpa menoleh ke wajah tampan Jihoon.

"Kau tidak boleh seperti ini Woojinie. Jinyoungie baik-baik saja asal kau makan."

"Itu bukan suatu kenyataan Jihoon-ah. Aku bukan anak kecil yang gampang kalian tipu."

Jihoon memaksa membawa Woojin kepelukannya. Dan runtuh sudah pertahanan Woojin. Ia terisak disana.
"Tenanglah, tenanglah Woojinie. Semua akan baik-baik saja! Kau harus yakin.
Setelah kau makan, kita akan menghubungi Minhyun hyung untuk melihat si bungsu."

Woojin melepaskan pelukannya. Menatap Jihoon dengan harap.
"Benarkah?" Tanyanya.

"Iya. Aku sudah menyuruh hyungku untuk bersiap di sana."

"Yasudah. Mari kita makan." Woojin beranjak. Jihoon menatapnya dengan senyum tipisnya.

**
Bocah mungil dengan ketampanan yang luar biasa itu masih betah memejamkan matanya sejak beberapa hari yang lalu.
Wajah kecilnya tertutupi masker oksigen yang hampir menguasai sebagian wajahnya.
Tak lupa, wajah pucat pasinya juga terhias memilukan di sana.

Seongwu dengan baju setrilnya selalu menemani si bungsu dengan tulus.
Setiap detiknya ia gunakan untuk merawat si bungsu dengan doa yang selalu ia panjatkan disetiap harinya.

"Kau betah sekali tertidur dik. Apa kau sedang mimpi indah di sana? Hai mimpi indah, tolong enyahlah dulu dari adikku. Biarkan adik kecilku ini bangun." Memang ini terkesan gila, tapi, Seongwu selalu mengucapkannya dengan harap sang adik bisa mendengarkannya dan terbangun.

Sungwoon memasuki ruangan setril itu.
"Sungwoon hyung, bagaimana ini? Adikku tak mau bangun setelah operasi itu?"

Sungwoon mendekati Seongwu dan mengelus punggungnya sebentar.
"Kau tunggulah dulu. Dia akan segera bangun, semoga!"

"Seongwu-ah, pastikan setelah bangun, kau jangan lupa memberikannya hal-hal yang menyenangkan! Dan selama pemulihan, jangan lewatkan obatnya barang satu pun."

"Adikku akan sembuh, kan, hyung?"

"Kita doakan saja. Tapi, walaupun dia sembuh, dia juga masih tidak bisa melakukan hal-hal seperti orang kebanyakan, karena dia memang di takdirkan dengan kehidupan yang istimewa.
Kau jangan lelah merawatnya!"

"Bahkan, sampai ajalku pun, aku akan merawatnya dengan senang hati. Dia adik bungsuku yang tampan dan menggemaskan hyung. Youngie adalah, adikku yang paling polos dan penurut." Seongwu tersenyum tipis sembari mengelus dahi sang adik.

"Bagus. Aku menyukai ucapanmu."

Lalu, mereka sama-sama tertawa.
Beberapa saat kemudian, tubuh mungil itu terlihat bergerak tak beraturan.
Seongwu terlihat panik begitu juga dengan Sungwoon.

"Adikku kenapa hyung? Adikku kejang-kejang! Apa yang terjadi?
Hiks.. bangunlah dik, jangan seperti ini." Pekik Seongwu dengan berlinangan air mata.

"Suster, cepat bawa Seongwu keluar! Aku akan menanganinya!" Pinta Sungwoon. Tangannya dengan cekatan memasang alatnya untuk memeriksa Jinyoung.
Tak memperdulikan Seongwu yang berontak kepada dua suster lainnya.

"Tidak, aku ingin menemani adikku! Jinyoungie, jangan menyiksa hyung seperti ini, hiks.."

"Maaf tuan. Kau harus mengikuti prosedur rumah sakit ini. Serahkanlah semuanya kepada dokter yang menangani." Setelahnya, suster itu menutup kembali ruang ICU.
Meninggalkan Seongwu yang terisak dengan masih menatap adiknya dari celah kaca.

Di lihatnya Sungwoon yang berusaha keras mengembalikan nafas Jinyoung dengan alat pengejut jantung.
Ia juga melihat, berkali-kali tubuh itu menolak untuk bernafas lagi.

"Bertahanlah dik, hyung mohon! Kau harus tetap bersama hyung, disini, hiks.."

Minhyun berlari ketika melihat Seongwu yang menangis di depan ruang emergency itu.

"Apa yang terjadi Seongwu-ah?" Tanyanya sembari mengelus pelan punggung Seongwu. Mencoba menengangkan maksutnya.

"Jinyoungie nakal hyung. Lihatlah, dia memberontak seperti ingin meninggalkan aku. Aku takut hyung."

Minhyun membawa Seongwu ke pelukannya. Sembari menatap si kecil yang tengah berjuang dari balik kaca.

"Tenanglah, tenanglah dik! Adik kita akan baik-baik saja. Sebaiknya kita berdoa untuk kesembuhannya."

"Aku takut, hyung."

"Hyung bersamamu Seongwu-ah. Mari kita hadapi ini bersama."

"Terima kasih hyung."

**
Prang...
Gelas berisi americano itu meluncur bebas di lantai dapur ketika tubuh besar Daniel tak sengaja menyenggolnya.

"Aish, sial sekali," umpatnya sembari membersihkan pecahan itu.

"Aws..." ia meringis ketika di rasakannya darah segar keluar dari jari tangannya. Kaca tajam itu menggorek jari telunjuk kanannya.

"Astaga, kau ceroboh sekali hyung."

Pemuda tampan berperawakan tinggi yang luar biasa itu sedikit berlari menghampiri Daniel. Dengan cekatan, ia menari Daniel ke wastafel untuk mencuci lukanya dan mengobatinya.

"Aku akan membersihkan pecahannya dulu hyung."

"Guanlinnie, terima kasih."

Dengan menampakkan lesung pipitnya, Guanlin tersenyum manis.

"Sama-sama hyungku yang ceroboh ini."

"Yak... aku tidak ceroboh. Hanya saja, aku tidak sengaja menyenggolnya tadi.
Tapi, rasanya, aku memiliki perasaan yang tidak enak sedari tadi.
Apa ada yang terjadi?"

"Kau jangan mengada-ngada hyung. Semuanya baik-baik saja.
Oke, baiklah, aku akan membersihkan pecahan gelas itu dan setelahnya, kita harus bermain play station."

"Baiklah, baiklah adik manisku."

FIGHT FOR YOU❌WANNA ONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang