Part 4 - Jantungan

1.9K 91 5
                                    

Seminggu di pesantren ternyata belum memberikan efek bagi Silvia. Gadis itu masih cengengesan seperti biasa, apalagi untuk urusan dengan Ziad.

Yeah, salah satu hal yang membuatnya bertahan di pesantren ini adalah menjaili pria itu. Menurutnya pria itu polos banget, asyik buat mainan. Apalagi melihat wajah merah padamnya Ziad, membuat Silvia semakin gencar menggodanya.

Bahkan tak segan dirinya sengaja ngintilin ustadz muda dan keren itu ke rumahnya. Habis itu dia balik lagi karena Sang Kiyai tentu saja sudah berdiri menyambut putra tergantengnya -menurut Silvia- di depan pintu pagar.

Dan demi bisa bertemu dengan Sang Pujaan, Silvia harus selalu mengikuti kegiatan pesantren ini.

Dan mau tidak mau, Silvia melakukan semua peraturan di pesantren meski dengan terpaksa. Salah satunya dengan memakai kerudung.

Silvia mematut dirinya di cermin. Ia berpose dengan berbagai gaya. Sudah 1 jam ia mencoba semua pakaian yang disediakan orang tuanya di koper.

"Ah dodol! Kenapa baju jubah semua sih? Gue kan jadi kayak pinguin gini!"

Hindun yang sedang menghafal Al-Quran menoleh dan tersenyum ke arah Silvia.

"Kamu cantik kok, Sil"

"Jangan bohong lo, gue udah kayak penguin hamil gini juga dibilang cantik"

"Bener kok, kamu cantik. Kelihatan lebih anggun gitu"

Diam lagi. Silvia mencoba baju berikutnya, pikirannya masih tetap sama, baju gombrong itu terasa merubahnya jadi penguin raksasa.

Melempar semua baju lalu kembali mengenakan kaos oblong dan celana jeans, lalu bergabung dengan Hindun yang sedang membaca Al-Quran.

"Dun, udah dong bacanya, gue kan gak ada temen!"

"Kamu mau baca juga?"

"Lo bercanda ya? Gue mana bisa baca yang gituan."

"Astagfirullah, jadi kamu belum bisa baca Al-Quran?"

"Gak usah kaget juga kali! Temen-temen gue banyak kok yang gak bisa kayak gue."

Silvia menjawab santai sambil memperhatikan kuku jari tangannya yang lentik dan terawat itu.

"Apa? Terus kamu gak pernah baca Al-Qur'an dong?"

"Duh, Hindun kok lemotnya kadang kumat ya? Ya iyalah, mana mungkin gue baca, orang bacanya juga gak bisa."

Hindun meringis, dipikirannya kok ada ya orang ngakunya muslim tapi gak bisa baca Al-Qur'an, kan aneh?

"Kamu pengen bisa gak?"

"Pengen sih, tapi susah, belibet. Ngucapin hurufnya aja gue gak bisa-bisa."

Hindun terdiam lagi. Gadis polos itu merasa prihatin dengan keadaan Silvia. Ia mencari cara agar Silvia mau belajar lebih serius di pesantren ini.

Yah, Silvia termasuk santri baru. Jadi pesantren memberi kelonggaran untuk beradaptasi selama 1 bulan dengan padatnya kegiatan. Hal ini bertujuan agar santri baru dapat menyesuaikan diri dengan jadwal kegiatan pesantren. Semacam ada toleransi jika santri baru masih banyak ijin gak ikut kegiatan.

Tapi namanya juga Silvia. Masa adaptasi ini malah dipakai buat malas-malasan di kamar seharian.

"Sil, besok subuh ikut kajian ya?"

"Yang bangunnya jam 3 itu? Ogah ah, ntar gue ngantuk, dan ujungnya malah mata gue jadi mata panda."

"Bukan, kalo yang jam 3 itu kegiatan tahajud. Ini beda, kajian di mesjid khusus tahsin Al-Qur'an. Pas banget buat kamu kalo mau bisa baca Al-Qur'an."

The Cinta Of The Murid SemprulkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang