Dahyun tersenyum lebar sekarang, Menatap pantulan dirinya didepan kaca besar miliknya. Dirnya memilih menggunakan kemeja Baby Blue berlengan panjang yang dilipat sebatas siku dan dipadukan celana kain lembut berwarna cream. Tak lupa dirinya menggenakan jam tangan berwarna coklat dilengan kirinya. Dirinya memilih menggunakan make up natural dengan rambut yang ia ikat kuda kebelakang. Dirinya tersenyum puas. Mengambil kunci mobilnya dan berlalu pergi menuju gereja. Hari ini hari sabtu sore, jadi dia memilih gereja dihari ini dari pada dihari minggu yang Terlalu penuh sesak ditambah dengan kegiatan dihari minggu yang menyita waktunya.
Matanya sibuk mencari gadis yang dirindukannya selama seminggu ini. Gadis yang selalu berkeliaran dipikiran dan selalu hadir dimimpinya. Senyumnya melemah bersamaan dengan tidak ditemukannya wajah gadis kesukaanya itu. Dengan langkah lesu dia membawa dirinya menuju bangku kosong ditengah. Dengan khusyuk dirinya mengikuti perayaan ibadah sore hari ini. Mendengar alunan lagu yang dibawakan para koor gereja serta rayuan mazmur membuat hatinya melemah. Seberapapun dirinya kecewa, rasanya Tuhan selalu membuat dirinya seimbang. Dahyun tersenyum merasakan seolah-olah dirinya sedang dipeluk oleh Bapa-nya(Tuhan Yesus). Dirinya sekali lagi hampir saja akan menangis ketika merasakan pelukan yang tak akan pernah bisa dilihat oleh mata manusia tapi hanya bisa dirasakan secara intim dengan Allah. Dahyun tersenyum lega kali ini. Setidaknya Tuhan tak pernah meninggalkan dirinya. Sekalipun dia sendiri membenci dirinya sendiri. Tidak tidak. Dia membenci orientasi seksualnya!. Tapi yang ia percayai bahwa Tuhan tidak pernah membencinya.
"kenapa kau selalu menangis? Ingin menggunakan suputangan ku lagi?" sebuah suara menarik dirinya kealam sadar, membuatnya menoleh melihat pemilik suara lembut itu.
"hah?"
"mau memakai saputanganku lagi untuk menghapus air matamu?" ujarnya lagi sambil memberikan saputangan berwarna biru tua
"tidak, tidak. Tidak perlu. Aku sudah memiliknya sendiri. Ummm... kukira kau tidak datang hari ini, aku mencarimu tadi... k-ku... ku pikir kau tidak akan datang" ujar Dahyun kikuk
"kau mengulangi kalimat yang sama dua kali, dan terimakasih sudah mencariku tapi, ada perlu apa denganku?" tanya gadis cantik itu mengkerutkan dahinya menatap Dahyun
"um... aku...aku... ah, ini... aku ingin mengembalikan sapu tangan milikmu" ujar Dahyun gugup,merogoh kantung celananya dan mengulurkan saputangan ungu itu kembali kepada pemiliknya
"tidak perlu, ambillah, anggap saja menjadi hadiah dariku untukmu."
"hadiah?"
"hum. Sebagai tawaran bahwa aku mau kita berteman"
"hah?"
"Sana. Minatozaki Sana. Namamu siapa?"
"Dahyun. Kim Da Hyun. Senang berkenalan denganmu Sana" ujar Dahyun ikut tersenyum -membalas uluran tangan gadis cantik itu
"jadi, kita berteman mulai dari sekarang oke"
"umm... baiklah. Teman" jawab Dahyun menegaskan kembali ucapan Sana
"kalau begitu aku permisi dulu. Masih ada kegiatan yang harus kulakukan"
"o-oke. Hati-hati" jawab Dahyun tersenyum lemah. Sedangkan Sana sudah memilih berbalik dan melangkahkan kakinya menuju pintu keluar gereja
"umm...Sana!" teriak Dahyun, memanggil gadis itu membuat sang empunya nama harus berhenti mendadak tepat dipintu keluar- menoleh pada Dahyun
"boleh aku mendapatkan nomer handphonemu?" ujar Dahyun tersenyum gugup
"tentu. Tunggu aku digerbang depan gereja sepuluh menit lagi" ujar Sana - mengedipkan matanya dan berlalu pergi .sedangkan Dahyun tersenyum lepas sekarang.
Entah ini awal yang baik atau malah menjadi pertarungan terburuk antara hatinya dan keinginanya. Dahyun memilih setidaknya dia pernah benar-benar merasa bahagia, walau dengan cara yang salah.