Tetangga

15 1 0
                                    

Beberapa malam ini aku kerap mendengar suara gaduh dari kamar di lantai dua. Tepat di atas kamarku. Kamar tersebut ditempati oleh sepasang suami-istri. Sejujurnya, hal ini cukup mengganggu bagi aku yang sangat menyukai keheningan. Secercah rasa sesal terbit, mengapa aku harus pindah kost. Aku baru pindah kost seminggu lalu dan Kost Bianglala ini menjadi pilihanku. Selain karena harganya terjangkau, letaknya juga strategis. Dekat dengan pasar, mini market, atm, dan tentu saja ada warung soto -makanan kegemaranku.
.
Kost Bianglala merupakan rumah kayu. Aku memilih lantai bawah karena lantainya dari keramik, biar sejuk. Sedangkan lantai dua kost-an adalah lantai kayu.
Malam ini aku kembali begadang demi menuntaskan tugas akhir kuliah. Tepat tengah malam, suara gaduh kembali terdengar. Langkah kaki mondar-mandir, suara pisau beradu dengan talenan, bahkan aku bisa mendengar bunyi air yang mendidih. Memang, langit-langit kamar yang kutempati agak rendah. Kadang aku parnoan sendiri membayangkan apa yang akan terjadi bila air mendidih itu tumpah dan menimpahiku.
Harum tumisan segera memenuhi indra. Pikirku, mungkin itu ulah Pak Beno dan istrinya. Mereka kan pedagang Soto. Kulirik jam di meja belajar, 02:30 dini hari. Bukankah ini terlalu dini untuk memasak? Rajin sekali.
Tak menghiraukan, aku kembali melanjutkan pekerjaanku yang sempat tertunda.
Tik!
Tik!
Apakah itu bunyi jam? Oh, jangan lagi. Harus berapa banyak aku memperbaikimu wahai jam bekerku!
Tik!
Aku berusaha keras agar tidak terpengaruh tapi tidak bisa. Aku mengambil jam itu dan memeriksanya. Tidak ada apa-apa. Mungkin halusinasiku.
Mataku beralih ke komputer. Tapi, aku merasa sesuatu hangat mengucur lemah di dahiku. Spontan aku panik seketika. Air mendidi tadi kah?
Jari tengahku menyentuh jidat yang terasa basah, memeriksanya. Mataku membulat melihat warna merah dan ... amis menempel di sana. Darahnya masih baru. Sepertinya tertumpah dengan sengaja dan merembes melalui celah-celah lantai kayu.
.
Hasilnya, aku tidak tidur sama sekali. Paginya, saat hendak berangkat ke kampus Bu Beno menawariku semangkuk soto. Resep baru, katanya. Aku menerimanya dengan senyuman.
"Hm, jadi begini rasanya yang berkuah. Tidak buruk sama sekali. Meski, aku lebih memilih yang dipanggang sih."
Bu Beno tersenyum lebar mendengar pujianku. Dia berjanji akan memanggang sepotong paha yang besar untukku setelah dia mengulitinya.
Aku pamit dengan perut kenyang. Tak lupa pula mengucapkan terima kasih.

END

CreepyPastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang