Sebuah Keputusan

276 22 8
                                    

Ritsu mencoba melepaskan diri dari dekapan Masamune yang membawanya keluar dari Midnight Club. Dan apa maksud ucapan bossnya tadi? Sampai jumpa lagi katanya? Apakah pria ini masih belum puas dengan pelayanan yang ia berikan hingga Mino mengijinkan pelanggannya itu berbuat sesuai keinginannya? Ini tidak sesuai dengan perjanjian!

"Berhentilah bergerak jika kau tidak ingin jatuh. Meskipun tubuhmu kecil tapi kau lumayan berat." Ucap Masamune

"Jika kau menurunkanku tentu saja aku akan diam. Lagipula kau akan membawaku kemana? Ini hanya melakukan sebuah one night stand, aku tidak pernah menyetujui bahwa kau bisa membawaku keluar dari sini untuk tetap melayanimu sepanjang malam." jawab Ritsu dengan nada sarkastik.

"Jika yang kau maksud hutangmu akan dipotong limapuluh persen maka itu tidak salah. Namun ada sedikit perubahan diakhir."

"Perubahan? Apa yang kau katakan?"

Tepat didepan sebuah mobil hitam miliknya, Masamune akhirnya melepaskan Ritsu yang dibalas tatapan kesal olehnya.
Seorang supir membukakan pintu, namun Ritsu tidak beranjak dari sana sebelum mendapatkan penjelasan.

"Masuklah, akan kuberitahu detailnya diperjalanan. Lagipula ini sudah hampir pagi, akan lebih baik kau menuruti kata-kataku."

"Tidak. Katakan padaku sekarang juga!"

Masamune menghela napas. Sifat keras kepala Ritsu adalah suatu hal yang ingin ia hindari saat ini.

"Aku membelimu dari pemilik club."

Oke, Masamune terlihat brengsek sekarang. Sedangkan Ritsu menatap tak percaya.

"Apa kau bilang?"

"Didalam perjanjian, hutangmu akan dipotong limapuluh persen jika kau melayaniku, namun aku memutuskan untuk melunasi semuanya dengan syarat kau akan jadi milikku."

Penjelasan itu membuat lutut Ritsu melemas. Ia menyandarkan tubuhnya pada pintu mobil. Apakah sebuah harga diri dengan mudahnya dapat dibeli oleh orang-orang kaya ini?

Dalam hati kecilnya, Ritsu mengumpat pada laki-laki yang bahkan tidak pantas disebutnya sebagai ayah. Meninggalkan ibunya yang sakit-sakitan dengan setumpuk masalah demi seorang jalang. Kenapa takdir begitu kejam padanya.

Ritsu terlihat kacau. Masamune menuntunnya masuk kedalam mobil. Kali ini tanpa ada perlawanan dan perlahan mobil hitam itu melaju mengantarkan mereka pergi dari sana.

Limabelas menit berlalu ketika Ritsu menginjakkan kakinya di sebuah mansion mewah.
Masamune menyuruh seorang wanita parubaya untuk menunjukkan kamar 'sementara'-nya dilantai atas.

Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, ia sudah tidak perduli. Terlalu banyak kejutan sepanjang malam ini saja membuat tubuh dan otaknya bekerja terlalu keras. Satu-satunya hal yang ingin dilakukannya saat ini adalah tidur.

❄❄❄

Suara ketukan membangunkannya dari istirahat singkatnya.
Ia berjalan gontai menuju pintu dan mendapati seorang wanita parubaya kemarin malam, yang mungkin bisa Ritsu terka sebagai kepala pelayan disini.
Dengan senyum ramah, wanita itu memberikan setumpuk pakaian padanya.

Ritsu mengamati apa yang ia kenakan. Masih sama, sebuah kemeja putih yang hanya mampu menutupi separuh paha. Dirinya bahkan lupa tentang pakaian.
Ia menerimanya lalu mendapatkan sebuah pesan untuk turun kebawah setelah mandi.

Aroma sedap tercium saat memasuki dapur. Beberapa maid tampak sibuk dengan pekerjaannya. Namun saat melihat Ritsu, serempak mereka menundukkan kepala. Sebuah salam penghormatan. Dengan refleks pula Ritsu membalas membungkuk.

'Apakah mereka menganggapku tamu?'

Ia kemudian menemukan Masamune sedang duduk sambil menikmati secangkir kopi sembari tangannya membaca koran.

Merasa diperhatikan, Masamune melirik kearahnya.

"Jangan hanya berdiri. Kemarilah."

Tanpa balasan Ritsu mendekat lalu duduk dihadapan Masamune.
Salah seorang maid menuangkan jus untuknya. Disusul dua potong roti bakar, salad, juga buah-buahan. Western sekali.

Jujur saja Ritsu lebih suka makan nasi daripada ini. Tapi dirinya enggan protes. Beruntung sudah diberi sarapan.

Dihadapannya, Masamune mulai menyantap salad dengan pandangan tetap fokus pada media cetak itu. Keduanya membisu sampai makan dihadapan mereka habis.

"Mulai sekarang kau akan tinggal disini. Aku sudah menyuruh para pelayan untuk membeli baju serta keperluan lainnya". kata Masamune.

Ritsu hampir tersedak mendengar ucapan itu. Apa orang kaya ini serius? Tunggu, bukankah ia dibeli? Hal yang terpikirkan oleh Ritsu adalah-

"Tuan, sebagai salah satu pelayan disini, anda tidak perlu repot-repot. Terlebih saya masih baru"

"Pelayan? Apakah menurutmu aku membawamu kemari, untuk ku jadikan salah satu pengurus rumahku?"

Dengan gerakan tangan ia menyuruh semua orang meninggalkannya berdua dengan Ritsu.

"Mungkin kau lupa. Tapi biar aku ulangi sekali lagi. Kau adalah milikku. Hanya milikku. Tidak ada seorangpun didunia ini yang bisa merebutmu dariku." Masamune memberi penekanan disetiap kata yang ia ucapkan.

"Tuan, kita baru saja saling mengenal. Terlebih lagi alasan kita bisa bertemu berawal dari sebuah hubungan satu malam. Bagaimana bisa anda memutuskan hal seperti ini. Apakah anda mengenalku dengan baik. Bisa saja aku adalah orang jahat yang berniat melukaimu. Atau bisa saja aku seorang penipu yang akan memeras uangmu."

"Kau bukan orang seperti itu, aku tahu"

"Dan darimana itu berasal?"

Masamune diam. Mengalihkan pandangannya, ia bergegas mengambil jas hitam yang tersampir di kursi.

"Kita bicarakan ini nanti. Yang jelas kau tidak akan bisa kemanapun tanpa seijinku."

Masamune pergi dengan membuat sebuah tanda tanya dikepala Ritsu.
Saat hendak memasuki mobil, ia kembali menoleh kebelakang dengan pandangan sendu.

"Aku tidak akan melepaskanmu untuk yang kedua kali. Apapun akan aku lakukan agar kita bisa bersama."

To be continued

It's Just DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang