Masa Lalu

234 18 0
                                    

Flashback

Sebuah rumah sederhana dipenuhi dengan gelak tawa sekumpulan anak kecil. Balon berbagai bentuk serta pita warna warni memenuhi ruangan tersebut. Ada setumpuk kado dibagian sudut, serta makanan dan minuman sebagai pelengkap. Tak lupa kue ulang tahun dengan lima buah lilin kecil yang menyala diatasnya.

Lagu Happy Birthday mengalun dengan semangat, diikuti tiupan lilin juga tepuk tangan. Senyum tidak pernah lepas dari pemilik pesta, Onodera Ritsu.

Satu persatu dari mereka menerima potongan kue dengan membentuk barisan. Tanpa sengaja ia melihat seorang anak laki-laki yang hanya duduk disamping jendela sambil membaca buku. Terlihat sama sekali tidak tertarik dengan apa yang terjadi disekitarnya.

Ritsu menarik pelan pakaian ibunya, mencari perhatian. Ia lalu menunjuk anak laki-laki tadi dengan celotehan yang dibalas sebuah anggukan dan sepiring kue.

Ritsu berjalan mendekat padanya lalu mengulurkan kue untuknya. Anak laki-laki itu hanya melirik sebentar tanpa menanggapi.

Merasa diabaikan, Ritsu mengerucutkan bibirnya. Matanya berkaca-kaca kala tangannya mulai lelah karena terus menjulur agar kue itu diterima.

Tidak tega, akhirnya anak laki-laki itu dengan enggan menutup bukunya. Ia meraih piring itu tapi tidak memakannya. Ia tidak suka makanan manis.

Raut wajah Ritsu belum berubah, sampai terdengar helaan napas dari anak laki-laki dihadapannya. Hanya sedikit, ia memasukkan benda manis itu kemulutnya. Ritsu mengulas senyum bahagianya.

Untuk sejenak, anak laki-laki itu merasa dunianya berhenti. Ia begitu takjub dengan apa yang dilihatnya. Sedetik kemudian ia mencoba menguasai dirinya, namun rona merah dipipi masih tertinggal.

Karena tugasnya sudah selesai, Ritsu berbalik tanpa menoleh kebelakang. Tidak tahu bahwa anak laki-laki itu ingin berkata sesuatu. Ucapan terima kasih.

Tiga minggu berlalu, sepulang dari sekolah anak laki-laki itu terlihat berjalan pelan menuju rumahnya. Ditikungan ia melihat seekor kucing berwarna hitam dengan sedikit corak putih terus mengeong didalam kardus.
Tak berapa lama Ritsu datang membawa semangkuk susu, lalu berjongkok didepan si kucing.

"Jika saja ibu tidak alergi, aku pasti akan membawamu pulang." kata Ritsu sembari mengusap kepala si kucing.

Anak laki-laki itu menatap kepergian Ritsu dengan tatapan sedih. Sudah diputuskan, ia akan merawat si kucing, demi kemanusiaan dan juga demi Ritsu.

Keesokan paginya Ritsu menemukan kardus itu kosong dan hanya sepucuk surat didalamnya.

"Aku membawa si kucing pulang, dan membelikannya makanan dan kandang baru. Aku juga memberinya susu. Tidak perlu khawatir lagi."

Ritsu melipat surat itu lagu memasukkannya kedalam kantong. Ia berjalan riang dengan bersenandung pelan.

Anak laki-laki itu bersembunyi dibalik dinding sedari tadi mengintip dari kejauhan ikut tersenyum.

Tujuh hari kemudian, anak laki-laki itu melihat Ritsu menangis diatas ayunan tak jauh dari rumahnya. Dengan ragu-ragu ia mendekati Ritsu yang terus terisak.
Wajahnya sudah memerah dan juga matanya sembab.

"Kenapa kau menangis, apa ada yang menjahilimu?" Adalah kata pertama yang berhasil diucapkan anak laki-laki itu

Ritsu menatapnya lalu menghapus air matanya. Ritsu menggelengkan kepala dan turun dari ayunan.

"Ayah dan ibu bertengkar gara-gara ayah ikut judi. Lalu ayah memukul ibu karena tidak diberi uang. Aku sedih melihat mereka seperti itu."

"Apa kau juga pernah dipukul?"

It's Just DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang