بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِDiam-diam memperhatikan. Diam-diam menyimpan rasa. Diam-diam bahagia, ketika dia yang dicinta bertanya.
~Sembunyi Rasa~
@JaisiQ🌿🌿🌿
Aku mengikat tali sepatuku di teras rumah. Tak lama kemudian telingaku mendengar suara mesin motor melewati rumahku.
Motor itu ... milik Arkan. Aku melihat kepergiannya penuh harap. Kupejamkan mata resah. Apa yang aku harapkan dari dia? Kembali seperti dulu? Mustahil. Ya Allah, aku ini berpikir apa? Apa yang bisa aku harapkan lagi dari dia?
Dia tetanggaku, sekaligus sahabatku. Ah, sahabat, ya? Ya, kami memang bersahabat sejak kecil. Tapi sekarang semuanya sudah berbeda. Memang ada ya, sepasang sahabat yang tidak saling menyapa atau hanya sekadar melirik?
"Buu, Rumi berangkat, ya."
Ibuku keluar, aku lantas mencium punggung tangan dia. "Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam. Hati-hati. Bawa payung, kan?"
"Iya, Bu. Rumi bawa payungnya."
Ibuku memang seperti itu. Kalau musim hujan tiba, dia tak pernah lupa memperingatiku untuk selalu membawa payung. Ah, ibuku itu memang paling perhatian. Tidak ada orang yang lebih perhatian selain ibu.
Aku berjalan keluar dari area perumahan dan menghentikan angkutan umum. Hari Senin ini cukup ramai, aku kesulitan mencari angkutan umum lantaran penumpang yang penuh. Aku hanya berharap semoga tidak terlambat.
Banyak remaja sekolah yang membenci hari Senin, mungkin karena upacara? Berjemur di bawah sinar matahari yang kerap membuat kulit gelap dan mendengar ceramah kepala sekolah yang panjang seperti kereta api. Tapi aku berusaha untuk tidak membencinya, meski kadang aku khilaf dan menggerutu.
Hari Senin adalah hari di mana semua amalan disetorkan.
Aku pernah mendengar sebuah hadis, Rasulullah bersabda, “ Amal-amal manusia diperiksa di hadapan Allah dalam setiap pekan (Jumu’ah) dua kali, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Maka semua hamba yang beriman terampuni dosanya, kecuali seorang hamba yang di antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan… ” (HR. Muslim).
Selain itu, hari Senin adalah hari di mana Rasulullah lahir dan wafat.
Hmm, aku sedang benci pada diriku sendiri. Seharusnya hari ini aku puasa Senin-Kamis, tapi karena malas sahur aku gagal menjalankannya. Setan itu benar-benar senang menggodaku. Tahu saja kalau imanku ini sedang turun. Dan lebih bodohnya lagi, aku kalah oleh godaannya. Memang menyebalkan.
Jangan mengira aku perempuan shalehah. Aku hanya sedang berusaha mengumpulkan amal saleh agar hidupku tertata dengan baik. Aku tidak mau curang. Pintaku banyak sedang amalku pas-pasan.
Akhirnya aku kembali sekolah setelah sekian lama libur akhir semester dan lebaran. Aku rindu teman-temanku, aku rindu duduk di bangku, aku rindu bersenda gurau dengan teman-teman dan belajar bersama.
Ah, tapi, ini tahun terakhirku menuntut ilmu di sekolah itu. Wajarkah jika aku bersedih? Sebab dua tahun terakhir ini aku mengabiskan waktu di sana. Sekolah adalah rumah keduaku. Akan aku nikmati masa-masa terakhir ini dengan sukacita. Tidak ada yang boleh terlewatkan. Termasuk menghabiskan waktu dengan teman-teman.
Aku memasuki kelas, duduk di sebelah teman sebangkuku dengan wajah riang.
"Apa kabar, Nis?" tanyaku menyapa seraya melepas tas gendongku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sembunyi Rasa √
Teen FictionSUDAH TERBIT Hub 089631354701 untuk info pemesanan "Lo seneng habis ditembak Haykal?" Aku bungkam. Lantas melirik ke samping. Arkan ternyata masih fokus dengan kertas-kertas di tangannya. Tapi tak lama kemudian, dia melirikku. Telak. Aku dan dia sal...