03. Peduli 🌿

9.1K 856 33
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Pernahkah kamu merasa cemburu? Ketika orang yang kamu sukai akrab dengan yang lain sedang denganmu dia cuek?
Berhakkah kamu cemburu ketika dia dekat dengan yang lain sedang kamu bukan siapa-siapanya?

~Sembunyi Rasa~
@JaisiQ

🌿🌿🌿

Aku sedang mengajak adik paling kecilku main. Umurnya sudah menginjak dua tahun. Pintu rumah sengaja terbuka agar terang. Kalau ibu tidak ada, akulah yang harus mengasuh si bungsu. Jika dia buang air, aku juga harus yang membersihkan dan mengganti pakaiannya. Tidak papa lah, hitung-hitung latihan.

"Assalamu'alaikum...."

Aku yang sedang menyuapi Isya---nama panggilan adikku--- mengalihkan pandanganku ke lawang pintu. Ternyata ada bu Meli---ibu dari Arkan. Dia memang sering bertamu ke rumahku, sebab sudah lama sekali kami bertetangga. Aku dekat dengan Arkan, sedang ibuku dekat dengan ibunya Arkan. Tapi sekarang, hanya ibu kamilah yang masih menjalin silaturahim dengan baik. Sementara anak-anaknya sudah jarang berkomunilasi.

Percaya atau tidak, dulu bu Meli sering sekali menjodoh-jodohkan aku dengan Arkan.

Hal yang tak pernah aku lupakan adalah ketika aku, Arkan, dan teman-teman satu komplek lainnya bermain permainan gobak sodor. Aku sering terkurung dengan Arkan. Kami berada dalam satu kotak yang sama. Kami selalu menjadi bahan godaan teman-teman, kata 'cie-cie' selalu terlontar dari mulut mereka.

Tapi baik aku ataupun Arkan, kami tidak pernah marah dan tetap enjoy berteman. Itu karena kami masih bolon.

Sepertinya akhir-akhir ini aku selalu teringat dengan masa kecilku. Itu terjadi setelah aku dibonceng Arkan dan lelaki itu bertanya padaku.

"Waalaikumussalam...."

"Ibu kamu ke mana, Rum?"

Aku lantas melangkah keluar, membiarkan adikku itu bermain dengan mainannya. Dia senang memainkan apa pun yang ada di dekatnya, termasuk mengacak toples yang tersimpan di meja.

"Lagi ke luar Bu, ada keperluan," jawabku disertai senyuman. "Ada apa ya, Bu?"

"Ooh gitu, ya. Ini ngajak rurujakan di rumah."

"Sebentar lagi pulang kayaknya. Masuk dulu atuh, Bu."

"Udah, nggak usah. Eh iya, Rum, kamu prakerin di mana? Kalau si ade Arkan mah di dispora." Bu Meli malah berbelok topik.

Arkan memang suka dipanggil 'ade' oleh ibunya. Arkan itu anak bungsu, dan dia memiliki umur yang terpaut jauh dari kakak-kakaknya. Bahkan Arkan pun sudah memiliki keponakan dari kakak pertamanya. Makannya dia mendapat panggilan seperti itu. Karena status bungsunya itulah, yang membuatnya manja. Tapi sekarang aku tidak tahu, apakah Arkan masih sering manja kepada ibunya atau sudah tidak.

"Rumi juga di sana, Bu."

"Lho? Kok bisa sama? Janjian, ya?" Ada nada menggoda yang kutangkap dari suara Bu Meli. "Ciee cieeee...."

"Ih enggak, Bu. Itu usulan dari guru," jawabku sesuai fakta.

"Oooh...." Dia tertawa.  Bu Meli itu tipe orang yang ramah dan dia juga sudah menganggapku sebagai anaknya. Mungkin karena saat kecil aku sudah mau jadi teman baik Arkan.  Kalau sudah begitu, aku selalu berangan ingin jadi memantunya. Eh, berpikir apa aku ini?

Walau Bu Meli jauh lebih tua dari ibuku, tapi wajahnya awet muda. Dulu aku selalu berpikir, ngidam apa Bu Meli ini sampai bisa melahirkan anak seperti Arkan. Dari kecil aku sudah mengakui bahwa Arkan itu tampan, senyumnya manis, dan yang paling aku suka dari wajahnya adalah bagian hidung. Hidungnya mancung dan berbentuk unik.  Dulu Arkan suka memakai kacamata, dan itu membuat kadar ketampanannya semakin bertambah. Tapi dia tak pernah sadar akan ketampanannya. Arkan terkesan cuek soal penampilan.

Sembunyi Rasa √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang