Full Moon

849 83 0
                                    

Wajah lelah Hinata disambut hangat oleh seorang lelaki yang mendobrak paksa pintu rumahnya.
Cahaya terang dari bulan purnama membuat Hinata bertahan dibagian depan rumah nyamannya.
Dimana Gaara ikut berdiri disampingnya, lelaki itu masih mengenakan seragamnya, langsung kerumah Hinata setelah selesai bekerja.

Hinata seolah melihat pantulan dirinya dalam cahaya remang yang turun dari atas sana.
Menyejukkan, menyenangkan.
Malam tidak pernah seindah ini sebelumnya.

"Ada apa ? Kenapa melamun ?"

Gaara mengganggu pikirannya, lelaki itu merangkul bahu kecil Hinata dengan erat,membuat gadis itu mendekat dengan paksa kearah Gaara.

"Kenapa disini ?" Pertanyaan dijawab pertanyaan, Sabaku Gaara berdecak kesal sambil menyentil dahi Hinata.
Membuat gadis itu mengaduh.

"Kenapa tidak ?" Gaara adalah sosok manis yang kadang keras kepala, dimana Hinata akan dengan senang hati mendebatnya, membuat lelaki itu kesal dan berakhir dengan kekalahan.

"Ini rumahku. Pulanglah." Sarkasme muncul dari pernyataan Hinata.
"Pulang Gaara, aku mau tidur." Dengan tenaganya yang tak seberapa, Hinata mendorong tubuh kekar lelaki itu.
Dimana hal itu malah membuat seorang Gaara tersenyum melihat tingkah menggemaskan Hinata.

"Pulang atau aku akan membunuhmu !" Lelah dengan meminta baik-baik, Hinata mengacungkan pisau lipat didepan dada bidang Gaara yang terbalut kaos hitam dan jaket kulit yang mengkilap mahal.

"Aku juga bisa membunuhmu." Gaara mengeluarkan pistol dari saku jaketnya, mengacungkannya dipelipis Hinata.
Lelaki itu menyeringai melihat wajah cantik dihadapannya merengut lucu.

"Picik sekali." Gumamnya dengan wajah tertekuk. Hinata hanya tidak tahu jika lelaki itu selalu membawa pistolnya, sama seperti Hinata yang selalu membawa pisau lipatnya.
Dimana hal itu banyak berguna untuk saat-saat tertentu.

*
Lelaki itu akhirnya minggat, setelah menumpang makan malam yang dimasak Hinata kemarin.
Kebiasaannya, Hinata akan memasak beberapa makanan untuk persiapan selama dua hari.
Dimana Gaara atauupun Naruto sering mampir kerumahnya, sekedar untuk makan malam.
Seakan kedua lelaki itu selalu kekurangan makanan dirumahnya.

Hinata belum juga memejamkan mata, gadis itu membuka jendela kamarnya yang langsung mengarah kelangit.
Semakin malam, bulan purnama itu terlihat semakin terang.
Rasanya nyaman, membayangkan bagaimana jika seandainya ia pergi kesana.
Ketempat paling tinggi dan melihat semua yang ada dibawahnya.
Senyum lembutnya terbayang sendu, menyadari bahwa ia begitu merindu.
Semilir angin menghampirinya, memeluk tubuhnya yang menggigil.
Hinata memejamkan mata, menikmati buaian itu dalam perasaannya, merasa lebih baik sekarang.

*
Naruto muncul didepan pintu rumahnya dalam keadaan yang tidak baik.
Dipagi buta, bell berbunyi dengan nyaring, dimana hal itu membuat Hinata mengumpat dalam kepalanya.
Berpikir tentang keparat mana yang mengganggu jam istirahatnya.

Jaketnya tersampir dibahu, rambut acak-acakan dan semrawut.
Hinata membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan lelaki itu masuk.
Dalam aturannya, tak ada seorangpun yang boleh masuk kerumahnya dalam keadaan mabuk.
Dan Naruto memang tidak dalam keadaan mabuk.
Lelaki itu sepenuhnya sadar, tapi hanya kelelahan.

Dengan piyama merah muda bergambar kelinci, Hinata berlari kedapur untuk mengambilkan minum.
Sekedar untuk memberi sedikit kesegaran pada jiwa muda yang lelah setelah perang melawan kasus kejahatan.

"Terimakasih,Hinata." Naruto menerima sebotol air mineral dingin yang diberikan Hinata, menegaknya dengan rakus dalam sekali helaan napas.

"Ada apa lagi sekarang ? Kasusmu sulit ?" Mendudukkan diri dihadapan Naruto, gadis itu mengamati keadaan temannya yang jauh dari kata baik.
Hinata kadang heran, kenapa lelaki itu memilih menjadi detektif, daripada meneruskan perusahaan ayahnya yang sangat sukses.

Hyuuga Hinata Escape : DREAMCATCHER SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang