Jangan buang waktumu hanya untuk menunggu sesuatu yang tidak pasti.Hidup ini butuh kepastian,bukan hanya angan pun harapan.
~Cadfael Baltasar Earnest~.
.
.
Hujan terus turun membasahi setiap sela bumi tanpa menunjukkan tanda-tanda kapan akan berhenti. Butiran air yang terjatuh dari langit itu di iringi dengan hembusan angin dan gemuru awan.
Javier masih berjalan di tengah derasnya hujan, membiarkan pakaiannya basah kuyub. Mengabaikan tiupan angin sedingin es yang menyengat kulitnya. Untung saja tas punggungnya memiliki pelindung hingga Javier tidak perlu memikirkan bagaimana nasib buku-buku di dalam dan ponselnya.
Setengah jam perjalanan sudah hampir Javier lalui dan sekarang dia hanya perlu bersabar sedikit lagi. Jalanan sepi yang saat ini sedang Javier lalui biasanya akan menjadi tempat favoritnya.
Di pinggir jalan itu di tumbuhi pohon cedar di sepanjang jalannya, pohon-pohon itu biasanya akan terlihat terlalu tenang dengan gumpalan awan bak kapas terbang diatasnya serta kicauan burung yang merdu, tapi kali ini pohon itu tak setenang hari biasanya. Angin yang bertiup semakin kencang seakan memaksa pohon itu enyah dari tempatnya.
Javier mengalihkan pandangannya dari pohon-pohon yang ada di tepi jalan sebelah kirinya ke depan, menatap kosong jalanan yang tertutup hujan itu sambil sesekali mengusap wajahnya.
Javier tidak pernah benar-benar tak peduli tentang suara-suara di sekitarnya, dia terus melangkah seakan apapun yang ada di dunia ini sama tidak pentingnya dengan suara-suara itu.
Tapi satu suara yang terasa begitu memukul gendang telinganya sampai memaksa Javier harus menolehkan wajahnya kebelakang, suara derum mesin motor itu tidak terlalu jelas karena tertimpa dengan guyuran hujan yang semakin deras. Tapi jarak yang semakin dekat membuat Javier bisa mendengar raungan mesin motor itu seperti kilat yang menyambar di langit sana.
Javier sudah memutar badannya kebelakang, menatap tiga orang lelaki yang turun dari motor ninja dengan tatapan yang sangat tidak bersahabat.
Lalu Javier menengadahkan kepalanya untuk memandang jarak ke langit hitam yang detik itu juga menyambarkan kilatan mengerikan.
"Loe pasti belum pikun kan tentang kata-kata gue beberapa jam lalu kalau urusan kita belum selesai?!"Suara Adrich tersamarkan oleh hujan, Javier tidak terlalu menangkap kemarahan pada suara lelaki itu seperti beberapa jam yang lalu, tapi garis kemarahan di wajah kakak kelasnya itu berkali-kali lipat dari sebelumnya.
Javier memandang Adrich iba. Lelaki ini sama bodohnya dengan gadis itu. Meskipun Javier yakin belum ada orang yang kebodohannya setara dengan gadis itu.
Dari Adrich, Javier kini mengarah pada kedua teman lelaki itu yang sepertinya lebih memilih untuk menonton tanpa mau ikut campur atau mungkin kedua teman Adrich menganggap jika bocah ingusan yang notabennya adalah adik kelas mereka tidak perlu sampai tiga orang.
"Dua menit Ric."Salah satu teman Adrich berteriak malas, entah kenapa tingkah teman Adrich yang songong itu membuat sudut-sudut bibir Javier terangkat.
"Gausah senyum-senyum loe,tai!"
Seperti merasakan angin yang menggesek keras kulit wajahnya ketika menghindari pukulan Adrich yang tiba-tiba itu. Javier tidak akan bisa membayangkan bagaimana kalau pukulan tadi mengenai wajahnya.
Gerakan menghindar Javier tadi membuat Adrich terhuyung dan nyaris terjatuh, tapi dengan cepat lelaki yang notabennya adalah kapten tim basket kampus itu memposisikan dirinya senormal mungkin dan kembali melayangkan pukulan yang kali ini mengarah ke perut Javier.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZIELLE [ON GOING]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] S L O W U P D A T E "Cinta sejati itu rela berkorban untuk kebahagiaan pujaan hatinya,namun ia akan tetap tersenyum untuknya meski hatinya hancur berkeping-keping.Gue gak maksa Tian untuk balas cinta gue, karena gue gak per...