Bagian 1 : Tiga kosong

25.2K 425 9
                                    

Nikah diusia muda? Tak pernah terbayang sebelumnya dibenak gadis bernama Anjani Putri Asmira. Diumurnya yang baru saja menginjak tujuh belas tahun ini ia akan segera terikat ikatan suci pernikahan atas dasar perjodohan.

Mungkin dirinya akan jauh lebih menerima jika yang dijodohkan dengannya bukanlah orang yang paling ia benci. Benci di sini bukanlah kebencian sesungguhnya. Dirinya hanya tak suka saja pada lelaki yang akan menjadi suaminya dalam beberapa jam ke depan, sebab setiap kali bertemu dengan dirinya dia selalu membuatnya naik darah dengan tingkah menyebalkannya itu.

Anjani menghembuskan nafasnya kasar. Kepalanya tiba-tiba pening memikirkan apa jadinya jika dirinya sungguh-sungguh menikah dengan laki-laki yang telah ia anggap musuh itu?

"Ck, masa iya, sih? Gue harus nikah sama dia? Itu lagi keluarga gue, mau-maunya aja terima lamaran tuh anak," omel Anjani geregetan.

Anjani berjalan mondar-mandir di ruangan yang telah dihias dengan bunga-bunga layaknya kamar pengantin pada umumya. Ia mengetuk-ngetukan telunjuk sebelah kanan pada hidungnya. Dirinya berusaha berfikir bagaimana caranya menghentikan pernikahan yang menurutnya konyol ini.

"Argh!" teriak Anjani, saat ia tak menemukan setitik idepun yang muncul dalam otaknya lalu kembali mengatakan, "Sampai lebaran keongpun gue gak akan pernah nemu cara batalin semuanya!"

Anjani menghempaskan tubuhnya ke kasur yang sudah ditaburi bunga mawar merah. Kemudian, berucap, "Dikira gue mayat apa? Tidur pake bunga segala!" ketusnya sambil mengusap-ngusap kedua tangannya dengan kasar karena beberapa kelopak bunga tertempel di sana.

Anjani membangunkan tubuhnya saat terdengar suara ponsel memenuhi isi ruangan. Ia mendekati nakas di sebelah kanan tempat tidur, memang ponselnya ditaruh disana.

Kekesalan Anjani semakin menjadi-jadi saat nama orang yang baru saja dirinya fikirkan tertera dengan jelas diayar ponselnya. Ia menggeser icon hijau di sana lalu menempelkan benda berbentuk pipih itu ke telinganya.

"Apaan?" tanya Anjani dengan nada tak bersahabat.

"Gue cuma mau ngingetin aja sama lo besok jangan lupa senyum," jawab orang di sebrang sana dengan suara cekikikan. "Dan satu lagi, siapin mental juga buat malam pertama kita," lanjutnya dengan tawa yang tak bisa ditahan.

Wajah Anjani seketika memerah menahan kemarahan. Pria itu sangat menyebalkan! Dirinya merutuki kebodohannya yang mau menjawab telepon dari cowok itu tanpa berfikir dua kali.

"Unfaedah!" balas Anjani dengan suara yang sangat tinggi.

Anjani melempar ponselnya setelah mematikan sambungannya ke tempat tidur dengan perasaan jengkel.

Ajani duduk di tepi kasur. Tak lama kemudian ia mengangkat tangannya sejajar dengan dadanya, "Ya Allah apa salah aku ya Allah? please tolonglah beri keajaiban supaya pernikahan ini batal," ucapnya dengan mimik wajah memohon.

"Percuma lo berdoa pernikahan ini akan tetap terjadi," sahut suara bernada laki-laki tepat di belakang Anjani.

Anjani menghembuskan nafas pelan. Ia menurunkan tangannya sehingga terkulai lemas di pangkuannya. Ia menundukan wajahnya. Apa yang di bilang suara itu benar pernikahan ini tidak akan pernah batal.

Eh, tunggu. Suara?

Tubuh Anjani membeku. Jantungnya tiba-tiba berdetak dengan hebat. Wajahnya seketika pucat. Ia tak berani menoleh kebelakang. Dirinya yakin di belakangannya itu bukanlah orang, sebab pintu kamarnya ia kunci. Jadi, mana mungkin ada orang selain dirinya di kamar ini?

Anjani memejamkan matanya saat tempat tidur yang di dudukinya seperti ada yang menaiki. Ia meremas celana tidurnya.

"Hua ...!" Anjani berteriak saat bahu sebelah kanannya ada yang memegang.

Refleks si pelaku membekap mulut Anjani, "Jangan berisik. Ini gue," katanya sambil memiringkan wajahnya agar Anjani dapat melihat jelas wajahnya.

Anjani membelalakan matanya. Kenapa orang ini ada di sini? Dari mana dirinya bisa masuk?

"Mphh ... " Anjani menepuk-nepuk tangan yang membekap mulutnya agar segera dilepaskan. Ia berdiri dari duduknya saat si cowok melepaskan bekapannya.

"Ngapain lo di sini, Galaksi?!" tanya Anjani. Wajahnya masih terlihat shok.

"Lah, kenapa? Guekan rindu calon istri gue, apa gue salah nemuin dia?" jawab Galaksi dengan wajah tak berdosa.

"Calon istri pantat lo. Pergi lo dari sini!" usir Anjani.

"Gak mau," tolak Galaksi. Ia malah membaringkan tubuhnya di kasur.

Anjani menarik-narik tangan Galaksi sambil mengatakan, "Pergi, Ga, nanti ada orang yang dateng," dengan mimik wajah khawatir.

Galaksi kembali mendudukan tubuhnya. "Kenapa mesti takut kalau ada yang dateng? Lagipula kitakan nikah besok," katanya dengan senyum menggoda.

Anjani menggeplak kening Galaksi membuat si empunya meringis kesakitan.

"Lo tuh bener ngeselin tau gak? Gue bilang pergi dari sini!" pekik Anjani.

Anjani mengambil bantal dan bersiap memukulkannya ke Galaksi.

"Oke-oke gue pergi," cegah Galaksi. Ia mengangkat tangannya tanda menyerah.

Galaksi beranjak dari duduknya dan berjalan ke pintu balkon dengan di ikuti Anjani di belakangnya.

Oh jadi dia masuk dari sana. Bego banget lo, An, batin Anjani

"Gue pergi ya, Sayang," ucap Galaksi sambil menggerlingkan matanya.

Anjani bergidik ngeri. "Jijik."

Galaksi terkekeh. "An, sini gue punya sesuatu buat lo," pinta Galaksi.

Anjani yang masih berada di ambang pintu balkon memutar bola matanya malas, "Ah, paling juga lo mau ngerjain gue," tuduhnya.

"Enggak, sini ngedeket ke gue," balas Galaksi dengan wajah meyakinkan.

"Apaan sih, Ga? Buruan ah pergi!" lagi, Anjani mengusir Galaksi.

Galaksi mendekati Anjani dengan wajah yang dibuat serius. Anjani mengerutkan dahinya heran. Berusaha untuk untuk menghindari cowok itu. Namun, tangannya keburu dicekal Galaksi.

"An, liat ke samping kiri lo, deh," suruh Galaksi.

"Ogah," tolak Anjani.

"Liat dulu, An. Abis itu gue janji pergi," bujuk Galaksi.

"Ck, ribet lo mah!" protes Anjani.

Anjani mengikuti perintah Galaksi melihat ke arah kiri. Galaksi yang melihat itu langsung bersorak senang dalam hati.

Dengan cepat Galaksi mendaratkan kecupandi pipi kanan Anjani. Membuat cewek itu membulatkan bola matanya. Tubunya terpaku. Jantungnya sudah bergemuruh dengan hebat. Malu bercampur amarah.

Sedangkan Galaksi langsung turun ke bawah takut Anjani membunuhnya saat itu juga.

Anjani tersadar dari keterkejutannya. Ia mendekati pagar balkon lalu berteriak, "SIALAN LO GALAKSI!"

Galaksi yang masih di bawah tertawa terpingkal-pingkal. Di sampingnya ada tangga lipat yang ia gunakan untuk naik,  juga turun.

"Tiga kosong," ucap Galaksi di sela tawanya. Lantas menjulurkan lidahnya.

"Dasar bedebah!" umpat Anjani. Ia berhasil di kerjai musuhnya itu.

sial! rutuk Anjani dalam hati.

Anjani kembali masuk ke dalam. Ia mengunci pintu balkonnya dengan perasaan kesal. Ia mengusap pipinya yang di cium Galaksi dengan kasar.

Anjani merutuki kebodohannya yang selalu lupa mengunci pintu balkon. Yang lupa selalu menyimpan tangga di bawah balkonnya sehingga memudahkan seseorang masuk ke kamarnya seperti yang di lakulan Galaksi barusan.

"Dasar lelaki Gila! Mesum! Pipi gue udah dia nodai!" dumel Anjani sambil mengacak rambutnya frustasi.

Anjani mendekati tempat tidur kekesalannya semakin berlipat saat melihat noda tanah di seprainya. Galaksi tadi menaiki kasurnya tanpa melepas sepatunya. Ia menariknya kasar.

"Gue kalah tiga kosong. Telepon meyebalkan, ciuman sialan dan seprai kotor, ah, sial!"

~Bersambung~

Dipaksa Nikah (Repost)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang