Bagas tiba di rumah dengan Mia. Anak kecil itu langsung berlari ke belakang. Rasanya sudah kangen dengan Mayang, dan anak kecil itu ingin memperkenalkan Mia pada Mayang.
"Mia, terima kasih. Udah mau anter Bagas, maaf jadi ngrepotin," kata Jaka, menyambut kedatangan mereka.
"Gak apa-apa, kalau gitu saya pulang dulu,ya," izin Mia.
"Buru-buru amat, gak minum atau apa, gitu. Aku jadi gak enak sama kamu, udah cape-cape ke sini tapi ...."
"Papah, tante Mayang mana?" Bagas berlari, arah matanya mencari setiap sudut ruangan. Mencari Mayang.
Jaka diam, matanya melirik perempuan di hadapannya. Tampak Mia kebingungan.
Tante siapa?
"Sayang, tante Mayang sudah pulang. Katanya ibunya tante Mayang lagi sakit," ujar Jaka berbohong.
"Yah, kok gak bilang Bagas. Bagas 'kan pengin ikut. Terus besok siapa yang temenin Bagas main pas pulang sekolah," celotehnya. Mimik wajahnya mulai mendung, padahal banyak kisah menyenangkan, yang akan diceritakan pada Mayang.
Mia yang melihatnya pun jadi iba. Ia mudah sekali tersentuh, tak tega melihat anak kecil itu murung. "Bagas, besok mau sekolah ya?"
"Iya, Tante. Tapi gak ada yang tungguin," ucapnya parau, ada genangan air di pelupuk mata bulatnya.
Hati Jaka terasa teremas, sakit. Melihat Bagas begitu merasa kehilangan. "Papah, kita jemput tante Mayang, ya. Bagas kangen." Bagas memegangi tangan sang ayah, merengek.
Jaka tak tega, diraihnya tubuh anaknya dalam gendongan. "Anak Papah hebat, jangan sedih. Nanti kalau orang tua tante Mayang sembuh, pasti dateng lagi ke sini."
"Bagas jangan sedih, dong. Kan ada Tante Mia, Tante mau kok, anterin Bagas sekolah." Mia tak tahu, seperti apa sosok Mayang. Tapi ia ingin membuat anak kecil itu ceria lagi, seperti tadi saat bersamanya. Bukan hal lain.
***
Bulan pun berganti. Sosok dokter itu semakin akrab dengan Bagas. Setiap dirinya tak ada jadwal praktek, ia selalu menyempatkan berkunjung ke rumah Jaka. Bermain dengan Bagas.
Tak jarang juga, anak kecil itu ikut sang dokter saat praktek.
"Bagas!" Mia melambaikan tangannya pada anak kecil yang baru keluar dari kelas.
"Tante, Bagas dapet nilai sepuluh." Bagas menujukan hasil gambarnya pada Mia.
"Gambar siapa itu?" tanya Mia. Saat melihat gambar satu pria dewasa memegangi lengan anak kecil, dan sebelah anak kecil itu ada dua perempuan, yang diperlihatkan oleh Bagas.
"Ini papah, ini Bagas, yang ini tante Mia, dan yang ini tante Mayang," jawabnya polos, sambil terus memandangi gambarnya.
"Bagus sekali gambarnya, siapa yang ajarin Bagas gambar sampai bagus begini?" tanya Mia, sambil memasuki mobilnya.
"Tante Mayang."
Mia hanya ber oh ria. Ia semakin penasaran dengan sosok gadis desa itu.
Sepertinya Bagas begitu sangat sayang pada Mayang, padahal sudah lama pergi, dan selalu ada dirinya yang menemani.
"Abis ini pulang, ya. Tante mau ada praktek di rumah sakit," kata Mia.
"Bagas ikut."
"Gak bisa, Bagas. Takut nanti kamu ketularan, di sana banyak orang sakit, lho."
"Gak mau, Bagas mau ikut!" Selalu begini, kala ia merengek minta ikut Mia kerja.
Hufft!
"Baiklah, tapi jangan nakal, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Bos Duda
Ficción GeneralTerjebak cinta pada perempuan, yang dipekerjakan untuk mengasuh anaknya. Jaka, sang bos beranak satu.