"Wah, ada yang doyan ngurung diri, sekarang. Kasian, temennya cuma satu, ya?"
Aku mendecak dongkol, ketika mendengar suara itu dari luar bilik toilet. Ngapain, sih, mereka disini?
Aku lagi ngerjain pr bahasa, karena sebentar lagi masuk kelas, dan prku belum selesai. Iya, kami disini ada pelajaran sekolah juga, cuma gak lama, paling tiga jam per hari. Nih, kalo aku kerjain diluar, atau dikamar, pasti ketauan; makanya, mau gak mau, ngerjainnya di toilet.
Eh, lagi asik ngerjain, siluman batu empedu berame rame dateng.
Asu.
Eh, kasar, ya?
"Mending temennya satu tapi jujur, daripada banyak tapi pembohong semua." Ujarku. "Lo tau kan, ver, sebenernya gaada yang mau temenan sama lo? Gak penasaran, selama lo ngga ada, temen lo ngomongin apa aja tentang lo? Banyak nih, yang jadi saksi, kalo lo mau tau."
"Lucu, lucu." Tawanya paksa, "lo belom mandi, kan, Ka?"
Perasaanku berubah gak enak; mau ada apa apa, kayaknya nih.
"Emang elo?" Sergahku, yang memasukkan buku cepat cepat ke dalam tas. Asli, firasatku ngga bener; pasti dia mau ngapa ngapain.
"Kaka,"
Aku menoleh keatas; sekarang, salah satu anak buah si monyet berada disana, tersenyum buas sembari menggenggam kantong sampah besar. Setelahnya aku lantas memayungi diri dengan tas, ketika semua isi dari sampah yang diisi air tersebut menghujani kepalaku.
Babi!
"Aduh, ada putri sampah." Cibirnya dari luar, membuatku gondok bukan main. "Pergi, yuk. Bau banget, nih."
Langkah kaki mereka menjauh; meninggalkanku sendiri.
Aku menghentakkan kaki; kesal bukan main.
Mau nangis, tapi kenapa harus nangis?
Mau ngadu, sama siapa?
Aku menggigit bibir bawah. Jangan nangis, ka... Ini kan buat kakak; kalo kamu nangis, kalo kamu keluar, kakak bisa ngga selamat. Ayo, ka, masa gini aja nangis?
Aku mengangguk pelan; memutuskan untuk nggak nangis akhirnya.
Tapi sekarang tasku jadi kotor, deh. Bau, basah lagi.Berjalan keluar kamar mandi, aku akhirnya terduduk pasrah di depan telfon. Mau telfon siapa? Kalo udah diangkat, mau ngomong apa?
Aku menekan nomor kak Cal ragu ragu—
"Kaka?"
Aku menoleh spontan, lantas mengelus dada. Kirain siapa...
Ash disana; ekspresinya bingung bukan main.
"Kamu ngga masuk kelas?""Aku mau nelfon kak Cal." Sergahku. "Kamu masuk aja."
"Kamu ngga boleh nelfon pas lagi jam pelajaran, Ka."
"Bodoamat." Sergahku, lagi—kali ini menekan nomor telfon kak Cal cepat cepat.
"Ka, ngga boleh!" Tegas Ash, menepis tanganku—membuat telfonnya jatuh ke lantai begitu aja.
"Boleh!" Elakku, gak mau kalah. "Sana, ah!"
"Gak boleh!"
"Boleh!"
"Nggak!"
"Boleh!"
Kami berdua akhirnya terdiam; takut ketauan.
"Veronica nyiram aku pake sampah." Ujarku, akhirnya memberi tau apa yang terjadi. "Makanya, aku gak bisa masuk kelas..."
ŞİMDİ OKUDUĞUN
Kakak • lrh
Fanfiction"Kakak?" "Kakak kenapa harus pergi jauh?" "Kalo kakak pergi jauh, aku mau ikut, mau sama kakak... Kakak disini aja, jangan pergi..." Gue tersenyum paksa. Tanpa kata, namun memeluknya erat, dengan harapan ia bisa tumbuh dewasa tanpa gue, tanpa 'kakak...