"Padi milik rakyat,"
"—kamu milik aku."
Begitu senandung gue, yang mau gak mau akhirnya harus balik lagi ke rumah sakit, karena abis paket dan wifi kampus lemotnya setengah mampus.
Bisa bisanya.
"Siapa berani merampas—"
Langkah gua berhenti, ketika ternyata megan fox jadi suster disini.
Gak deng, sinting. Sakaw, sampe beneran.
Langkah gua berhenti, ketika handphone gue bergetar, menunjukkan foto kaka disana; ngapain dia nelfon gua jam segini?
"Oy?" Gua menggeser tombol hijau, setelahnya wajah kaka muncul disana. Yang bikin gue heran, wajahnya mendadak bulat bukan main—pipinya merah, matanya sembab. Mau cosplay jadi pilus pedes nih anak?
"Kenapa lu?" Tanya gue, "Ka?"
"K-Kak?" Suaranya bergetar. Kenapa, nih? Mampus.
"Apaan?" Gue mengernyitkan dahi. "Lu kenapa, ka?"
Ia menjatuhkan handphonenya, membuat gue kali ini gak bisa duduk nyender—berubah tegak lagi. Ya panik lah, gila, tiba tiba dia kayak gitu!
"Ka? Woy?""—kaka, ga lucu lo, gila. Lo kenapa?" Sahut gue lagi; kali ini sambil mengetuk ngetuk layar handphone.
"Uhh..." ia merengek. "Aku tadi minum yogurt, terus sakit perut..."
"Yogurt?" Tanya gue, lagi. "Kan lu gak bisa makan yogurt, kok lu makan?"
Si pea kali ini menggeleng lagi; dia bisa makan apa aja, semuanya, kecuali yogurt dan susu merek tertentu. Gak usah gua sebut ye, ntar disusuin lagi gua sama sapinya.
"Abis aku lupa...""Ah, oon lu." Omel gua. "Terus sekarang gimana? Sakit banget? Gue kesana nih, ya?"
"Gak boleh..." geleng kaka. "Kakak tadi pagi udah kesini soalnya..."
"Ya tapi kan lu sakit, masa lu mau gini terus sampe malem?" Omel gue lagi. "Udah, lu diem aja, gua kesana."
"Kakak, gak boleh!"
"Mereka mau tanggung jawab, kalo lo mati?!" Sungut gue, "Udahlah, tunggu aja sana duduk manis. Gua kesana, nih."
"Jangan dimatiin, ya." Perintah gue. "Tunggu sana, Ka. Lo di gedung apa, lantai berapa?"
"Uh, gedung C lantai empat..." sahutnya, yang mulai menggaruk garuk tangan sendiri. Bentar lagi jackpot; gue udah hafal siklusnya kalo abis makan yogurt; makanya di rumah, mali nyimpen yogurt di freezer paling atas yang dia gak sampe. Dia tuh, apa ya, mau gua bilang alergi susu gak bisa juga, karena cuma begitu sama yogurt dan susu tertentu aja.
Apa dia kena santet, ya?
"Jangan dimatiin ya." Ujar gue sekali lagi, sebelum akhirnya memanaskan motor—berniat caw kesana sekarang juga. "Nyalain aja udah, kayak gitu."
"Ka?" Panggil gue sekali lagi, untuk memastikan dia masih idup. Gak heran kalo sampe dia mati konyol sih, cuma kan mencegah lebih baik daripada ntar ntar.
"Kakak udah dimana?"
"Bentar ya, bentar lagi." Tukas gua, yang kini pake jurus rante putus; bodoamat ditilang, yang penting cepet sampe. "Tahan, ya."
"Tadi udah ngabarin ke yang lain, kalo lu sakit?" Tanya gue sambil menyetir; gue yakin si curut cuma denger suara angin doang. "Temen temen lo pada tau?"
"Gak kedengeran, kak."
Kan.
"Yaudah, tunggu dulu ya, bentar lagi." Sergah gue, yang gak tau ini dimana, tapi biar dia tenang gua bilang 'bentar lagi'.
ŞİMDİ OKUDUĞUN
Kakak • lrh
Fanfiction"Kakak?" "Kakak kenapa harus pergi jauh?" "Kalo kakak pergi jauh, aku mau ikut, mau sama kakak... Kakak disini aja, jangan pergi..." Gue tersenyum paksa. Tanpa kata, namun memeluknya erat, dengan harapan ia bisa tumbuh dewasa tanpa gue, tanpa 'kakak...