Blød

148 19 9
                                    

Blød

Arang yang Berdenyar

Benang-benang darah narapidana bergelantungan di setiap ruas persimpangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Benang-benang darah narapidana bergelantungan di setiap ruas persimpangan. Jalinan darah itu terhubung erat dengan inti Zelbūb. Tidak akan pernah lepas meski Bui Zelbūb tidak berjeruji besi-baja. Tanpa adanya sipir berseliweran, malah menambah kesunyian makin mencekam.

Sebagai gantinya, beranting-ranting dedalu hitam memintal Zelbūb serupa persimpangan akar yang menyesatkan. Di setiap celah, halimun kirmizi membungkus kesadaran penghuni Zelbūb untuk tetap pulas. Kemudian melahap memoar yang hidup. Lebih-lebih gejolak angin hangat menguarkan kepulan ratus pekat, memberikan ilusi yang memabukkan renjana tiada akhir.

Narapidana yang mendekam mustahil terjamah lagi oleh dunia luar. Racauan parau selalu menyapu tiap ceruk selaku tanda narapidana masih bernapas. Mereka tersiksa bukan karena lesutan jasmani, melainkan halimun kirmizi merasuki minda tergelap untuk melakukan repetisi kesialan—dosa yang diperbuat.

Seminggu sudah kereta besi hitam mengudara. Kini, pulang membawa buah tangan. Tiba jadwalnya para elang patroli memandu gerbong Zelbūb mengangkut narapidana. Namun, hanya sampai di luar gapura Zelbūb, lantas sesegera mungkin terbang menjauh.

Mereka dijatuhkan begitu tangga sambung tergelar menyentuh lantai berongga Zelbūb. Dua tangan dan kaki mereka terbogol. Julai hitam langsung menyeret mereka ke ruas persimpangan. Jerit makhluk-makhluk magi itu menyeruak ketika tubuhnya dicabik-cabik. Kemampuan magis mereka terkekang oleh jalinan darah. Kendati demikian, masih ada yang memaksakan diri kabur. Namun, raga narapidana itu memburai sebelum sempat melewati gapura. Sebagian narapidana telah melebur, menjadi satu bagian dengan dinding-dinding serabut Zelbūb. Sisanya masih terkungkung seumpama janin yang mati. Sepasang retina eksak penguntit tidak lagi mampu menyelisik akurat. Bibir pembohong dirobek menganga. Kedua tangan bercakar pencuri terpuntir di punggung, perlahan melesak ke dalam dinding Zelbūb. Otot tebal kaki pelaku zina telah membusuk hingga ke tulang.

Seluruh raga Zelbūb membola padat. Bernuansa hitam berkarat. Kesendiriannya telah menggagahi sisi terpencil Langit Galdalium bahkan semenjak kekaisaran generasi pertama—kakek Yzark—dilahirkan.

Pada mulanya Zelbūb tidak bertuan, sebagaimana magi yang melayang statis di ujung paling ujung Galdalium. Namun, keberpihakan bui keramat itu masih diragukan. Banyak yang enggan menjangkau teritorialnya barang satu tapak. Warga Galdalium tidak mau mengambil risiko tersedot, menyatu, dan bersemayam kekal di dalam sana.

Barang siapa yang menapak tanah Zelbūb akan mengalami kesialan masa lalu bertubi-tubi, meskipun mata terjaga awas.

Demikian embusan atmosfer oleh perawakan raksasa Zelbūb ketika berani menatapnya langsung.

Ďzers tidak ingat persis kapan ia berbenam di inti Zelbūb. Sekujur tubuh telah menyatu bersama jantung Zelbūb. Memoarnya tak begitu jernih memilah. Semakin menyelami ceruk ingatan, ia justru dilempar ulang ke masa kini. Kendati demikian, melalui serabut Zelbūb, tubuhnya terus-menerus mengisap para Roh Pendosa hingga mampu bertahan hidup selama beraba-abad Tahun Galdalium.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ASPHALTUM: Ğolđ 'ęn BlødTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang