• sepuluh •

3.1K 292 83
                                    

"Changkyun-ah, kenapa melamun?"

"Hah?!"

Changkyun tersentak, terkejut berlebihan ketika Wonho tiba-tiba mendekat dan mencium pipinya, melunturkan lamunan panjangnya yang lumayan dalam.

Sebenarnya, itu cukup mengherankan bahwa sejak pulang dari Wolmido, Changkyun jadi banyak melamun dan kadang-kadang tidak menghiraukan panggilan Wonho. Wonho tidak mengerti apa yang salah dengannya.

Changkyun menggigit bibirnya sambil melanjutkan kegiatannya menyiapkan sarapan dengan agak kikuk. Dia tahu mungkin Wonho tidak akan mengerti, dan Changkyun sangat malu kalau harus mengakuinya, bahwa meskipun sudah lewat satu hari sejak mereka bercinta pertama kali, Changkyun masih terus mengingat kejadian itu seperti pemutar film rusak di kepalanya.

Changkyun tidak menyangka Wonho menjadi sangat lembut kalau di atas ranjang. Ya, sehari-hari juga dia bersikap baik, sih. Tapi mengingat cerita Jooheon tentang kehidupan liar Wonho sebelum bertemu dengannya, Changkyun pikir Wonho akan bersikap lebih agresif dari itu.

Bukannya Changkyun tidak suka, justru sebaliknya. Wonho benar-benar bisa membuat Changkyun merasa nyaman, merasa aman dalam pelukannya. Waktu itu, dia tidak berhenti bertanya apakah Changkyun baik-baik saja, ingin berhenti atau tidak; itu membuat Changkyun percaya padanya dan tidak menyesal sudah melepas kesuciannya untuk Wonho.

Meskipun, ya, kemaluan Wonho itu besar sekali. Rasanya sempit mendesak Changkyun dari dalam dan jika saja Wonho tidak mempersiapkannya dengan baik, Changkyun pasti akan kesakitan setelahnya.

"Changkyun!"

"H-hah?"

"Telurnya hampir gosong," Wonho bergerak cepat mematikan kompor, lalu dengan cekatan mengangkat telur orak-arik itu dari wajan penggorengan.

Changkyun segera membantunya. "Astaga," katanya dengan panik. "Ma-maafkan aku. A-aku be-benar benar minta maaf, Hyung."

Wonho bergeming sejenak. Dia masih tersenyum sambil memerhatikan Changkyun. Biasanya, Changkyun adalah anak yang sangat teliti dan hampir tidak pernah membuat kesalahan dalam berkerja. "Apa yang mengganggu pikiranmu?" katanya kemudian, nyaris tanpa sadar.

Changkyun balas menatapnya, tapi bibirnya masih senantiasa mengatup. Perlu beberapa detik sampai dia mau membuka suara dengan tipis, "... tidak ada."

"Aku tidak bodoh, Changkyunnie."

Changkyun menggigit bibirnya. Dia melempar tatapannya ke arah lain secara refleks, menghindari Wonho.
Wonho menarik sudut bibirnya, tersenyum jahil tiba-tiba. "Kau kepikiran kejadian malam itu, ya? Apa bercinta denganku terasa senikmat itu, sayang?"

Itu hanya bercanda, Wonho hanya berniat menggoda Changkyun. Tapi, reaksi Changkyun benar-benar di luar dugaannya. Wajahnya tiba-tiba memerah sekali sampai ke telinga. Lalu, dengan sedikit tertahan Changkyun akhirnya membuka suara, "Me-menangnya kenapa?! I-itu 'kan pengalaman pertamaku! A-aku ti-tidak bisa melupakannya," katanya sambil mengembungkan pipi. "Tertawa saja kalau mau."

Itu membuat Wonho bergeming sejenak, terpana. "Ah, aku tidak menyangka," katanya. "Changkyunnie, seharusnya kau yang menertawakanku. Itu bukan pengalaman pertamaku dan aku bukan anak usia remaja lagi seperti kau, tapi aku juga tidak bisa melupakannya sampai sekarang. Aku tidak bisa tidur waktu kita di Wolmido, tahu," katanya, sambil mencubit pipi Changkyun.

"Kenapa?"

"Karena aku ingin ronde ke-dua, tapi waktu itu Changkyunnie sudah tidur dan wajah tidurmu lucu, aku tidak tahan."

me wifey. [wonkyun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang