Chapter 1

79 11 8
                                    

Di pucuk menara, sosoknya berdiri tegap menantang langit. Surai hitamnya berantakan diterpa angin yang berembus liar. Wajahnya tertutup topeng yang menggambarkan raut tersenyum lebar namun mengerikan. Hanya sebelah matanya yang terlihat. Merah menyala. Indah namun mematikan.

Ia menjatuhkan diri dari ketinggian yang menyerikan tulang. Sepasang sayap kelam mengembang dibalik punggungnya. Melesat diudara dengan kecepatan diluar batas wajar.

" Permainan kali ini, pergilah ke selatan Hutan Hathon. Bersihkan kedua pihak yang sedang berperang disana dengan satu sejata. Kau bebas memilih senjata yang kau inginkan," pria berambut ikal sebahu itu menjelaskan perintahnya pada sosok yang berdiri dihadapannya.

" Waktumu 20 menit, tidak boleh lebih, tidak boleh kurang. Apakah jelas, kesayanganku?" ia bertanya.

" Sangat jelas." Pemuda dengan pakaian serba hitam itu menjawab lugas.

" Let's the game begin," suara baritone-nya berujar datar. Ia memasukkan kembali arlojinya ke dalam saku jas, lalu menambah kecepatan.

Hanya butuh dua menit baginya untuk menuju Hutan Hathon. Hutan yang dikenal kaum manusia sebagai tempat berdarah. Arena perang. Tapi bagi para iblis dan gagak pemangsa, Hutan Hathon adalah piring besar mereka. Setiap harinya akan ada banyak jiwa terlepas disana, banyak daging segar.

Tugasnya disini hanyalah untuk memermudah kedua makhluk itu mendapatkan makanan mereka. Ia mendarat di tempat yang jauh dari hiruk pikuk peperangan. Sayapnya terlalu besar, sampai terseret ditanah. Matanya tajam mengawasi sekitar.

" Tidak terlalu banyak," komentarnya.

Energi hitam mengumpal ditangan kanannya. Memunculkan sebuah senapan dari ketiadaan. Senapan berjenis revolver dengan laras panjang, berwarna hitam dengan aksen ukiran emas. Ia mengacungkannya ke depan.

Dar! Dar! Dar! Dar! Dar! Dar! Dar! Dar!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dar! Dar! Dar! Dar! Dar! Dar! Dar! Dar!

Memuntahkan puluhan timah panas. Melesat tepat pada target. Bagaimana bisa, Revolver seharusnya memiliki peluru yang terbatas?! Jangan heran.

Di tempat lain, jauh dari tempat sang pemburu berada, sekumpulan pasukan tengah dilanda kebingungan. Puluhan, tidak, ratusan orang mereka gugur dalam jeda waktu yang hampir sama. Mereka tidak melihat dari mana datangnya serangan. Pihak lawan bahkan tidak bergerak. Apa yang terjadi?

" Jenderal, pihak lawan kehilangan banyak pasukannya!" seorang pria berbaju jirah berlari menghampiri seorang wanita yang ia panggil dengan sebutan jenderal.

" Apa pasukan khusus kita bergerak tanpa komando?" wanita berparas sangar itu bertanya.

" Tidak, Jenderal. Mereka masih menunggu komando dari anda."

" Lantas siapa yang menyerang mereka?"

" Tim pengintai masih mencari tahu."

" Baik. Kembalilah pada barisanmu!" Ia memberi intstruksi.

The Dark Angel [ Hiatus ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang