teror malam hari 1

1K 58 1
                                    

Hello aku update cerita lagi nih..

Voment ya

🌇🌇🌇🌇🌇🌇🌇🌇🌇🌇🌇

Tangan Yeni masih mengusap lembut kepala Dio, adik laki – lakinya yang tertidur lelap. Ia memperhatikan wajahnya yang tenang dan damai itu dan merasakan hal yang sama dengannya. Dio tertidur karena lelah. Lelah akan kecemasan dan kekhawatiran yang mendera mereka dan semua warga desa  yang terpencil ini.

“Yeni, tolong ambilkan ibu minum.”

Sebuah suara yang lembut terdengar amat jelas mengisi udara di ruang tengah yang sepi ini. Tak ada suara lain yang terdengar di dalam ruangan yang hanya diterangi cahaya sebuah lampu bohlam. Radio dan televisi sengaja tak dinyalakan demi mengurangi kebisingan malam ini.

Yeni menoleh pada ibu yang tengah duduk di sudut ruangan, menenangkan dirinya dengan membaca kitab suci.

“Baik, bu.” Ia membalas pada ibu.

Gadis 16  tahun itu beranjak meninggalkan adiknya menuju dispenser air. Ia mengambil gelas bening dari lemari kemudian mengisinya. Air mengucur dari keran dispenser menimbulkan suara mendesir. Sesaat kemudian terdengar suara erangan. Yeni menengok ke belakang dan melihat Dio terbangun, menggisik gisik matanya. Ia mengira suara air dispenser yang membangunkannya, atau mungkin karena bocah itu tak lagi merasakan belaian lembut sang kakak di keningnya.

“Ibu, kakak, ayah belum pulang?” kata sang adik.

Rupanya kecemasanlah yang membangunkannya. Dio berumur 5 tahun. Ia masih berada dalam usia yang senang mencemaskan hal – hal kecil, termasuk ketika salah satu orang yang disayanginya tak ada di dekatnya. Ia pasti terus menanyakanya.

“Belum, sayang.” Jawab ibu sambil tersenyum getir.

Dio terdiam dengan wajah merenggut. Yeni yang mengantarkan segelas air putih pada ibu turut muram. Semuanya terbawa oleh suasana mencekam yang menyelimuti desa malam ini.

***

Sudah hampir dua jam berlalu sejak ayah mereka meninggalkan rumah saat adzan maghrib berkumandang dengan membawa golok yang biasa ia pakai untuk mengupas kulit kelapa. Meskipun dicegah oleh anak dan istrinya, ia tetap memaksakan diri untuk ikut bersama warga pria lain untuk berpatroli siskamling malam ini. Berbeda dengan malam – malam sebelumnya, tugas kali ini tak hanya menjaga keamanan desa, tetapi juga memburu seekor makhluk misterius yang meneror warga desa tiga hari terakhir ini.

Tiga hari yang lalu, terjadi peristiwa pertama. Warga desa geger akan hilangnya seorang anak warga pada waktu maghrib. Anak itu baru diketemukan tewas esok harinya. Mayatnya menggantung di atas pohon dalam keadaan tercabik – cabik seperti rusa yang dimakan macan tutul..

Malamnya, pada hari yang sama, peristiwa itu terjadi lagi. Kali korbannya adalah seorang wanita muda. Ia diperkirakan diculik pada waktu maghrib namun jasadnya diketemukan pada tengah malam. Seorang warga yang menemukannya mengaku melihat sesosok makhluk berwujud manusia tetapi memiliki sepasang sayap besar dipunggungnya, terbang menjauh dari tempat mayat wanita itu ditemukan lalu menghilang. Makhluk itu diyakini warga sebagai “Kalong Wewe”, sebuah makhluk mitos berwujud siluman kelelawar yang menculik anak – anak yang bermain di luar di saat maghrib dan dianggap sebagai biang keladi dari peristiwa ganjil ini.

Sejak saat itu, penduduk desa berniat meningkatkan keamanan lingkungan dengan meningkatkan kesiagaan siskamling dibantu dengan aparat kepolisian setempat. Semua warga yang lemah, wanita dan anak – anak tidak diizinkan keluar rumah pada saat malam tiba. Mereka harus menutup pintu dan jendela, serta tidak menimbulkan suara gaduh. Ini demi menghindari serangan mahkluk itu. Suasana menjadi mencekam ketika malam tiba.

***

Yeni menghela napas panjang. Malam semakin larut, suasana semakin mencekam, dan ayah mereka belum pulang. Tak ada seorang pun anggota keluarga yang dapat tidur dengan tenang malam ini, setidaknya hingga sang kepala keluarga pulang. Dio terlihat berbaring memeluk guling di atas kasur yang digelar di depan tv. Matanya terpejam, tetapi ia tidak tidur. Ibu duduk menatap kosong kitab suci yang sudah ditutup. Yeni sendiri hanya berdiam diri menyaksikan orang – orang yang ia sayangi gelisah. Sementara itu serangga – serangga pecinta cahaya mulai beterbangan mengelilingi lampu.

Tiba – tiba suasana yang sunyi dan hening itu berakhir. Melewati pukul sepuluh malam, samar – samar terdengar riuh suara orang – orang berteriak. Satu keluarga itu terkesiap seketika, saling memandang heran, bertanya – tanya apa yang terjadi. Kompleks desa ini tidak terlalu besar. Sumber suara itu tentu tidak terlalu jauh dari rumah mereka.

“Apa yang terjadi?” tanya ibu pada siapapun yang bersedia menjawab.

Yeni bergegas menuju jendela yang tertutup rapat. Ia mendekatkan wajahnya untuk mengintip keluar melalui kisi – kisi penutupnya. Sayang, ia tak bisa melihat apa – apa.

“Tidak kelihatan apa – apa” balasnya pada ibu.

Riuh di luar semakin keras dan ramai. Tak jelas apa yang mereka teriakkan, tapi yang pasti terjadi sesuatu di luar sana dan perasaannya tidak enak terutama jika mengingat ayah berada di luar sana. Dio yang mencoba untuk tidur kembali terbangun karena kegaduhan itu.

“Ibu, ada avxpa di luar sana?”

Sang ibu menjawab pertanyaan si bungsu dengan jawaban negatif. Mereka semakin mendekat satu sama lain, bergabung bersama Dio di bagian tengah ruangan. Tak lama kemudian terdengar suara – suara asing. Seperti suara raungan melengking yang menyayat gendang telinga, membelah langit malam.

“Apa itu?”

Sebuah pertanyaan yang sama keluar dari masing – masing mulut mereka dengan nada ketakutan yang sama. Saling berpelukan, mereka mendengar suara – suara itu bersumber dari atas, bergerak mengelilingi mereka. Yeni bertanya dalam hati, itukah suara dari Kalong Wewe yang digosipkan itu? Terdengar lebih menyeramkan dari mitos yang ia dengar waktu kecil.

Suara gaduh orang – orang di luar terdengar berubah menjadi jerit kesakitan dan ketakutan seiring semakin banyaknya lengkingan – lengkingan makhluk tersebut. Sepertinya situasi di luar perkiraan terjadi dan berlangsung lepas kendali.

Ketiga anggota keluarga itu semakin mengeratkan pelukannya. Mereka dapat mendengar napas cepat satu sama lain. Ketakutan yang amat sangat melingkupi diri mereka. Teriakkan kaget pun pecah ketika terdengar suara keras dari arah pintu depan. Seseorang, atau mungkin sesuatu menggedor – gedor pintu mereka.

Baik ibu, Yeni, maupun Dio ragu – ragu untuk membukanya. Mereka curiga atas apa yang berada di balik pintu itu. Tak ada yang mereka lakukan selain berpandangan. Namun mereka akhirnya dapat sedikit bernapas lega. Setelah beberapa gedoran, terdengar suara yang mereka kenali dari balik pintu itu.

“Ini ayah! Bukakan pintu!”

Suara itu dikenali mereka sebagai suami dan ayah tercinta. Hal ini membuat ibu bergegas menuju pintu depan, diikuti kedua anaknya. Namun mereka terkejut ketika membukanya. Ayah tampak sangat berantakan. Wajahnya pucat, dan rautnya tampak seperti orang yang amat ketakutan. Ibu bisa melihat bayangan hitam di bawah matanya. Selain itu, ia kehilangan golok yang ia bawa sebelumnya.

“Apa yang terjadi?” ibu bertanya spontan.

Tanpa menjawab, ayah bergegas masuk lalu mengunci pintu rapat – rapat. Napasnya memburu sangat cepat dan keringat deras mengucur di tubuhnya. Pakaiannya basah kuyup oleh keringat itu.

“Ayah? Ayah tidak apa - apa?” Yeni tak tahan ingin menegurnya.

Ayah berbalik menatap aneh ketiga anggota keluarganya. Tatapan itu membuat ibu dan kedua anaknya ketakutan, bahkan Dio hampir menangis.

Yuhu  ini baru part 1 ya..

Lanjut aja:)

Kumpulan Cerita HororTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang