pendengar atau penelepon

1K 95 5
                                    

Yaaa pada pada aem kambekk😅

Ceritanya kalo gak nyeremin ya maklumin ya

Langsung baca ajjah dan jangan lupa vote ya vote..

Jangan cuma baca aja

🎬🎬🎬🎬🎬🎬🎬🎬🎬🎬🎬

" Ya selamat malam pemirsa, kembali lagi dengan Puput menemani anda dalam siaran radio 90.4 FM yang bertajuk cerita horor.”

------

Aku, telah bekerja menjadi pembawa acara malam di sebuah stasiun radio. Asyik rasanya ketika aku mendengarkan pengalaman-pengalaman menegangkan dan seru dari setiap pendengar dan partisipan.

Hingga akhirnya malam itu terjadi…

Suara telepon yang berdering itu kemudian aku angkat. Menanyakan bagaimana kabarnya dan apa cerita yang ingin ia sampaikan. Berikut ceritanya,

“Malam itu aku berangkat bekerja, melewati sebuah jalan pintas yang tidak biasanya dilewati orang-orang. Sebagai wanita seorang diri yang ingin bekerja, aku terus melangkah dengan pasti di sebuah jalan yang aku bahkan baru temui karena rekomendasi teman.“

Aku mengangguk. Dan sedikit menanggapinya dengan berucap,

“Baik. Kemudian?”

“Terdengar suara orang dari balik pohon. Aku tiba-tiba sadar bahwa aku sendirian, dengan langit berawan dan lampu-lampu jalan yang tidak dinyalakan.

Sialnya, HPku lowbat, sehingga aku tidak bisa menyalakan fitur senternya. Jadi aku mempercepat langkah menuju tempat kerja.

Suara itu terus mengikuti, bahkan berpindah-pindah dari kanan ke kiriku, begitu seterusnya.

Suaranya seperti antara tertawa, gumaman, dan sedikit nafas berat yang tidak beraturan, disertai dengan gesekan daun-daun yang ia sebabkan.“

Aku merasa familiar dengan cerita ini, namun aku memilih untuk tidak mengingatnya dan lanjut mendengarkan sang pembicara.

Si penelepin itu sempat terbatuk sedikit, menghela nafas dengan sangat panjang, dan tarikan nafas yang sedikit mengerikan. Aku agak sedikit menghiburnya,

“Itu pasti pengalaman yang mengerikan, lalu bagaimana kelanjutannya?”

“A… aku gugup dan tidak tahu harus bagaimana. Jadi aku lari. Semakin aku lari, semakin cepat pula ‘dia’ mengejarku. Aku tidak tahu, namun aku semakin tidak menemukan sumber pencahayaan.

Tolong! Tolong! Aku teriak dengan mengandalkan cahaya dari layar ponselku yang kini baterainya sudah tiga persen.

Sesuatu meraih pinggulku, aku tidak tahu apa itu. Itu dingin, agak keras seperti daging stik yang terlalu matang, dan jika itu sebuah tangan, dia nyaris tidak memiliki jari.

Aku agak menoleh sedikit ke belakang sembari aku berlari, namun itu membuat aku semakin teriak dan mempercepat lariku.”

Aku bertanya, “Memangnya apa yang Anda lihat?”

“Tidak tahu, dan aku tidak mau tahu, hanya sebuah mata, benar, sebuah, bukan sepasang, dan gigi-gigi tajam yang melayang. Aku bahkan tidak tahu bagaimana bentuknya karena terlalu gelap untuk dilihat.

Dia semakin mengejar, dan aku sudah sampai lelahku dan kehabisan suaraku…”

Kemudian penelepon terhenti. Aku berkata,
“Halo? Halo? Anda baik-baik saja?”

“… (Sebuah desahan panjang)“

“Halo? Apakah Anda merasa trauma? Apakah Anda ingin melanjutkan? Kami begitu terkesan dengan cerita Anda. Jangan takut, Anda bersama kami.” Aku terus menghiburnya, namun di satu sisi aku merasa DejaVu, dan juga merasa tidak nyaman.

“Beruntung…“

Dia tersebut kembali melanjutkan rupanya. Aku jawab, “Iya?”

“Beruntung kemudian tiba-tiba aku sampai di lorong yang kemudian mengantarkan aku ke jalan besar. Aku pun sampai ke tempat kerja dengan selamat. Namun, kemudian tempat kerjaku di guncang gempa hingga semuanya runtuh hingga puing-puing.“

Aku begitu kaget. “Lalu apakah anda selamat?”

Tidak dijawab.

Aku pun karena terlalu mendengarkan ceritanya, hingga lupa menanyakan namanya, “Apakah Anda masih berada di sana? Jika boleh tahu, siapa nama Anda?”

“Nama saya Puput.“

Apa?

“Wah nama kita sama, jika boleh tahu, di daerah mana Anda tinggal?”

“Kota Mataram.”

Aku menggeleng tidak percaya kebetulan ini,

“S… sepertinya kita memiliki lokasi tinggal yang sama. Biar aku tebak, Anda bekerja di sebuah studio radio frekuensi 90.4?” sahutku agak takut.

“Iya, benar, dan apa kau lupa studionya telah hancur serta penyiarnya juga meninggal tertimpa puing-puing?“

Aku langsung menutup telepon. Menangis.

“Tidak, aku masih hidup. Tidak… katakan padaku bahwa aku masih hidup!”

Suaraku semakin melengking, di tengah reruntuhan…

Gak nyambung ya??

Hh, sama yang buat juga bingung tapi uasahain ajja untuk mahaminya.. baca ulang ajja lagi kalo perlu😆

Vote ya ya ya...

Kumpulan Cerita HororTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang