Prolog

468 39 1
                                    

Hanya sebatas mengagumi kok, nggak lebih.

Pagi buta, aku terbangun dari impian yang begitu membahagiakan hati. Masih setengah mengantuk, aku duduk di tempat tidur yang bernuansa white dan blue. Ada sebuah meja kecil di samping tempat tidur dengan sebuah jam beker merah berbentuk hati. Beberapa foto tertempel di dinding dengan rapi.

Dinginnya air begitu kurasakan saat aku mengambil air wudhu. Ibadah pagi telah ku laksanakan.

"Ya allah. Aku beriman kepadamu. Engkaulah dzat yang maha pengasih lagi maha penyayang. Engkaulah dzat yang maha mengetahui apa yang tengah kurasakan. Aku hanya bisa berdoa agar semua yang terjadi adalah yang terbaik untukku. Aamiin." Doa penutup ku seusai sholat subuh.

"NETHA!! Kalau sudah selesai siap-siap, bantu ibu masak di dapur." Suara Bu Nayla, Ibuku.

"Iya bu, bentar. Netha rapiin mukenah dulu," ucapku setengah berteriak.
        
Sembari membantu, ibu juga bertanya banyak hal kepadaku. Tentang sekokahku dan juga teman-temanku. Tak hanya itu. Ada sebuah topik yang mampu membuat pipiku merona seketika. Idolaku. Ah sudahlah, nanti pipiku kembali seperti warna strawberry.

Setelah selesai, kami semua makan bersama di lantai yang beralaskan tikar yang tak seberapa tebal. Aku, ibu, ayah, dan adik. Semua berkumpul bersama. Ini adalah salah satu kebahagiaan yang tak dapat tergantikan.

"Bu. Yah. Netha berangkat sekolah dulu ya. Doain, biar sekolah netha lancar," pamitku sebelum pergi ke sekolah.
        
Dengan sepeda matic, aku pergi ke sekolah sesudah menjemput sasha, sahabat kecilku.

Desa yang indah. Sawah-sawah terbentang luas. Udara dingin yang masih berlomba-lomba menembus sebagian kulit yang tidak tertutup seragam putih biru. Aku memarkirkan sepeda di parkiran sepeda motor yang masih sepi, setelah memberikan selembar uang ribuan.

"Masih kuekuh ya dengan idola kamu?" tanya Sasha saat kami mulai berjalan dari parkiran menuju sekolahan yang letaknya tak begitu jauh.

"Masih lah Sha. Lagian ini cuma kekaguman kok, nggak lebih! Seandainya perasaan ini abadi, aku sama Deven nggak mungkin bisa ketemu," ujarku jujur sambil menatap putihnya langit pagi.

"Sabar aja Neth. Pasti ada jalannya kok."

"Iya aamiin. Eh tunggu dulu deh, pasti ada jalannya? Maksudnya apaan ya?"

"Pasti ada jalan buat kamu ketemu idola kamu kok. Asalkan perasaan kamu itu tulus."

"Insya allah. Semoga apapun yang terjadi, entah itu baik atau buruk, itu yang terbaik untuk semuanya," ucapku mengakhiri pembicaraan pagi itu sebelum aku dan Sasha berpisah menuju kelas masing-masing.
        
Selama berjalan menuju ke kelas, hanya satu yang ada dipikiranku, Idolaku, Deven Christiandi Putra. Entah kenapa seluk beluk otakku penuh dengan nama itu. Telingaku samar mendengar lirik demi lirik yang dia nyanyikan.

Tanpa kusadari, bibirku pun mulai bersenandung menirukan nyanyiannya yang kerap terdengar entah dari mana. Aku tak tau apa semua ini. Tapi satu hal yang kuyakini. Perasaan ini hanyalah perasaan kagumku kepada seorang Deven. Tidak lebih!





REVISI
27 Desember 2020

Deven Star Shadow (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang