Untuk beberapa saat, Lirisha hanya mampu menarik napas panjang. Perempuan itu beberapa kali memijit pelipisnya, mencari kenyamanan dari pijitan itu kala pening mulai menyerang kepalanya. Tapi tidak, masalah kali ini benar-benar tidak bisa di hadapi hanya dengan sekedar memijit pelipisnya saja. Memutuskan hubungan dengan orang yang sudah bertahun-tahun bersamanya benar-benar menguras energinya, apalagi orang itu yang dulu sempat di cintai begitu gilanya oleh Lirisha. Perempuan yang berparas begitu ayu itu sesekali menghembuskan napas panjangnya, ia tertawa kecil kala perempuan itu menyadari bahwa hubungannya mulai merenggang semenjak Jeffreyan mengenalkan Anggi padanya. Tepatnya mengenalkan Anggi padanya sebagai PA untuknya.
Tawa kecil seolah menertawakan dirinya dari kejadian beberapa tahun lalu, kini mulai muncul tiba-tiba di pikiran Lirisha, ketika perempuan itu mengingat kembali bagaimana dirinya hampir sekarat saat penyakit lambungnya yang hampir merenggut nyawanya kembali kambuh saat tengah malam. Malam itu saat dirinya belum mengenal Jeandra, hanya Jeffreyan lah yang menjadi tujuan satu-satunya untuk meminta pertolongan. Malam itu hujan deras, dengung suara panggilan telepon yang tidak kunjung di angkat dari seberang sana membuat Lirisha menangis terisak di dalam kesakitan. Benar, Jeffreyan tidak mengangkat satupun panggilan darinya. Bukan hanya panggilan, bahkan puluhan pesan yang Lirisha kirimkan tak satupun yang pria itu buka. Dan hari itu, untuk pertama kalinya Lirisha benar-benar marah dengan Jeffreyan saat pria itu benar-benar mengabaikannya.
"Sayang, kamu baik-baik saja?"
Lirisha menoleh ke arah pintu ruang inapnya kala suara langkah kaki yang sedikit berlari dari lorong rumah sakit kini mulai menghampiri bangsalnya.
Sebenarnya, tanpa Lirisha menoleh pun, perempuan itu tau siapa pemilik suara yang saat itu begitu kental dengan kekhawatiran yang bercampur dengan nafas naik turunnya setelah sampai di ruang inapnya. Saat itu, Lirisha yang tengah merapihkan selimutnya karena perempuan itu akan kembali ke rumah saat kondisinya sudah membaik, hanya tersenyum kecil menatap Jeffreyan yang berdiri di hadapannya dengan nafas naik turunnya.
"Bukannya harusnya aku ya, yang bertanya? Apa kamu baik-baik saja Jeff? Kamu pasti sangat sibuk sampai semua panggilan bahkan pesanku nggak ada satupun yang kamu buka ataupun angkat. Apa kamu baik-baik saja?"
"Maafin aku Li, ada keadaan darurat di kantor yang nggak bisa aku tinggal."
Dengan nafas ngos-ngosan Jeffreyan saat itu, semakin membuat Lirisha muak dengan alasan sama yang selalu Jeffreyan berikan padanya.
Lirisha kembali tertawa kecil saat mengingat betapa bodohnya dirinya dulu, betapa polosnya dirinya yang selalu mempercayai semua perkataan bohong Jeffreyan padanya. Lamanya Lirisha mengingat kembali hubungan yang menyakitkan antara dirinya dan juga Jeffreyan, tiba-tiba ponselnya berdering. Senyum yang begitu lebar mulai Lirisha tunjukkan saat manik cokelatnya menatap nama Jeandra di layar ponselnya. Tanpa menunggu lama, perempuan itu bergegas mengangkat panggilan dari laki-lakinya itu dengan senyum yang masih merekah.
"Hum, ya Jean?"
"..."
Lirisha terjingkat, perempuan itu lantas melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. "Iya Jean, sebentar lagi aku pulang."
"..."
"Nggak, nggak ma.."
"..." Panggilan terputus dan menyisakan Lirisha yang di buat kesal yang bercampur gemas oleh tingkah laki-lakinya itu.
Jam dinding menunjukkan pukul empat sore, yang menandakan berakhirnya jam kerja di kantor miliknya. Bukannya bergegas pulang, perempuan itu hanya melirik arloji miliknya lalu menyandarkan bahunya di sandaran kursi kebesarannya dengan mata terpejam dan senyum yang merekah cantiknya. Benar, tidak perduli dengan banyaknya rupiah yang perempuan itu keluarnya untuk Jeandra saat pertama kali bertemu dengan laki-laki itu, karena saat ini, perempuan itu sudah bahagia dengan laki-lakinya, sudah mendapatkan kembali rasa perhatian, kasih sayang yang selama ini Lirisha inginkan yang bahkan Jeffreyan saja tidak pernah memberikannya. Walaupun Lirisha tau, bersama Jeandra tidak akan pernah ada imbalan apapun dibanding saat dirinya bersama Jeffreyan yang selalu memanjakan dirinya dengan kemewahan.