Setelah mereka berlari sampai ke kaki bukit dan tidak ada yang kelihatan melakukan pengejaran, Sian Li menghentikan langkahnya. Dengan sendirinya Cia Sun dan Hui Eng juga berhenti berlari. Dengan leher basah oleh keringat, mereka saling memandang.
Akhirnya Sian Li yang lebih dulu bicara, suaranya agak ketus dan ucapannya ditujukan kepada Hui Eng.
"Sekarang boleh kau katakan kepadaku, apa artinya ini semua? Engkau yang pernah mengacau dan memusuhi keluarga kami, mengapa sekarang mendadak membantuku? Bukankah engkau tokoh Pao-beng-pai dan Siangkoan Kok tadi ketua Pao-beng-pai?"
Sebelum Hui Eng menjawab, karena hal ini terasa sukar sekali baginya, Cia Sun yang mendahuluinya memberi keterangan.
"Nona Tan Sian Li, memang sudah terjadi perubahan besar sekali atas diri Eng-moi ini. Jangankan engkau atau orang lain, dia sendiri pun terheran-heran ketika mendengar tentang keadaan dirinya."
Sian Li mengerutkan alisnya dan kini dia mengamati wajah pemuda itu dengan penuh selidik. Sikapnya masih dingin. "Hemmm, sebelum engkau bercerita, katakan dulu siapa engkau ini dan bagaimana engkau dapat mengenal namaku!"
Wajah pangeran itu berubah menjadi kemerahan dan dia pun salah tingkah. "Ehhh... sebetulnya... yang mengenalimu tadi bukanlah aku, melainkan Eng-moi ini, Nona. Aku bernama Cia Sun..."
"Cia...?" Sekarang Sian Li terbelalak memandang pemuda itu dan perlahan-lahan kedua pipinya berubah kemerahan. "Cia Sun...? Kau... maksudkan pangeran...?"
"Benar, Nona. Aku adalah Pangeran Cia Sun yang oleh orang tua kita..." Cia Sun tidak melanjutkan kata-katanya.
"Sudahlah, Pangeran. Harap engkau suka menceritakan tentang semuanya ini, tentang Enci ini, tentang perubahan yang kau katakan tadi."
Sian Li memotong untuk mengalihkan pembicaraan karena ia menjadi rikuh sekali kalau harus bicara tentang hubungan di antara mereka. Siapa yang tidak menjadi rikuh dan gugup kalau secara tiba-tiba dihadapkan kepada seorang pemuda yang oleh ayah dan ibunya dicalonkan menjadi suaminya.
"Nona, ketika memusuhi keluargamu dan para pendekar, Eng-moi ini adalah seorang gadis yang bernama Siangkoan Eng, puteri dari ketua Pao-beng-pai yang bernama Siangkoan Kok. Akan tetapi, sekarang Eng-moi bukan lagi puteri ketua Pao-beng-pai, bahkan musuh besarnya, karena Eng-moi ini sebenarnya adalah puteri dari suami isteri pendekar Sim Houw dan Can Bi Lan, yang hilang ketika masih kecil."
Sian Li terbelalak. "Aihhh...! Jadi engkau... engkau inikah puteri Paman Sim Houw yang hilang itu? Engkau yang dicari-cari semua pendekar, dicari oleh Han-koko dan aku pun ikut membantu mereka mencarimu? Dan engkau bahkan pernah datang menemui kami sebagai seorang musuh yang sengaja menantang kami?"
"Benar sekali, adik Sian Li. Ketika itu aku sama sekali tidak pernah bermimpi bahwa aku bahkan anggota keluarga dekat dengan keluarga yang kutantang, sama sekali tak tahu bahwa aku bukanlah anak kandung Siangkoan Kok dan isterinya. Wanita yang sejak aku kecil mengaku sebagai ibu kandungku itu adalah Lauw Cu Si, seorang keturunan Beng-kauw yang memusuhi keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir."
Kemudian, secara singkat namun jelas, diceritakanlah semua mengenai dirinya, tentang Siangkoan Kok dan Lauw Cu Si kepada Sian Li yang mendengarkan dengan bengong. Cerita itu sungguh seperti dongeng dan tentu saja dia tidak dapat menyalahkan Hui Eng atas sikapnya ketika memusuhi keluarganya dahulu. Bahkan dia lalu memegang kedua tangan Hui Eng.
"Aihhh, enci Hui Eng. Sungguh malang nasibmu, sejak kecil dipisahkan dari ayah ibu kandung dan dipelihara oleh orang-orang sesat. Akan tetapi dasar engkau keturunan suami isteri pendekar, maka biar pun engkau mendapat didikan para tokoh sesat, tetap saja engkau setelah dewasa berjiwa pendekar dan menentang kejahatan. Kemudian, bagaimana pula ceritanya, engkau dapat bertemu dan berkenalan dengan... Pangeran Cia Sun ini dan kalian dapat datang tepat pada waktunya selagi aku terancam oleh pengeroyokan mereka tadi?"
"Kami saling berkenalan ketika aku dan kakak angkatku Yo Han..."
"Kakak angkatmu, Pangeran?" Sian Li terbelalak.
"Benar, Nona Tan. Pendekar Tangan Sakti Yo Han dan aku sudah saling mengangkat saudara. Kami bertemu di Pao-beng-pai, kemudian kami mengangkat saudara setelah kami menjadi tawanan di Pao-beng-pai. Untunglah ada adik Eng ini yang membebaskan kami. Lalu Pao-beng-pai diserbu oleh pasukan pemerintah. Aku yang mengkhawatirkan nasib Eng-moi, lalu ikut pasukan untuk mencarinya. Akan tetapi dia tidak ada dan aku malah sempat bertemu dengan isteri Siangkoan Kok yang tewas oleh suaminya sendiri. Sebelum meninggal dunia, wanita itulah yang membuka rahasia Eng-moi kepadaku..."
Pangeran itu menghentikan kisahnya dan kini Hui Eng yang melanjutkan.
"Aku mengira bahwa Pangeran Cia Sun yang membawa pasukan dan menghancurkan Pao-beng-pai. Aku tak peduli kalau Pao-beng-pai yang jahat itu hancur, akan tetapi aku mendendam karena wanita yang tadinya kuanggap ibu kandungku itu tewas. Maka aku menyusul ia dan menawannya, dengan maksud membunuhnya di depan makam ibuku. Akan tetapi, aku mendengar ceritanya dan aku mengetahui keadaan diriku. Kami... kami lalu berbaik kembali, apa lagi setelah aku mendengar bahwa wanita yang kuanggap ibu kandungku itu tewas di tangan Siangkoan Kok."
"Tapi, kenapa kalian dapat datang ke Thian-li-pang?" tanya Sian Li yang masih terkesan oleh kisah yang terjadi antara kedua orang itu.
Pangeran Cia Sun yang mengambil keputusan untuk berterus terang, lalu menyambung cerita kekasihnya tadi. "Nona, kita sama-sama mengetahui bahwa orang tua kita sudah menjodohkan kita, akan tetapi sebaiknya aku berterus terang kepadamu, nona Tan Sian Li. Meski setelah bertemu denganmu aku merasa bahwa orang tuaku telah melakukan pilihan yang tepat dan bahkan terlalu baik untukku, akan tetapi aku sudah saling jatuh cinta dengan Eng-moi dan kami telah bersumpah untuk menjadi suami isteri. Maafkan aku kalau menyinggung..."
Sian Li tersenyum! Senyum yang cerah dan sedikit pun tidak mengandung penyesalan sehingga melegakan hati Cia Sun dan Hui Eng. "Aku bahkan merasa lega dan gembira dengan pernyataanmu ini, Pangeran. Terus terang saja, aku sendiri pun sama sekali tak setuju dengan tindakan ayah dan ibuku yang memilihkan seorang calon suami untukku, seorang yang sama sekali tidak kukenal dan tidak kuketahui bagaimana orangnya. Nah, sekarang ceritakan bagaimana kalian dapat datang ke sini."
"Aku hendak mengantar Eng-moi menghadap ayah dan ibu kandungnya yang tinggal di Lok-yang. Akan tetapi dalam perjalanan itu kami mendengar akan sepak terjang orang-orang Thian-li-pang. Aku merasa penasaran sekali kenapa Thian-li-pang dapat berubah menjadi perkumpulan yang menyeleweng, padahal, kakak angkatku Yo Han itu menjadi ketua kehormatannya. Aku lalu mengajak Eng-moi untuk berkunjung, dan kalau di sana ada Yo-toako, aku ingin menegurnya."
Sian Li kembali terheran-heran. "Pangeran, apakah engkau masih belum tahu bahwa Thian-li-pang adalah perkumpulan para pejuang yang hendak membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajah?! Dan engkau sendiri seorang pangeran kerajaan Ceng..."
"Benar, Nona. Aku adalah seorang Pangeran Mancu, pemerintah penjajah. Akan tetapi aku sendiri tidak menyetujui penjajahan dan menganggap bahwa perjuangan para orang gagah itu memang sudah benar dan menjadi hak mereka. Aku tidak ingin mencampuri urusan itu. Aku bercita-cita untuk menjadi orang biasa yang tidak mencampuri urusan pemerintahan. Bahkan kami sekeluarga pun tak mau memiliki ambisi untuk memegang kedudukan. Sebab itu, selama perkumpulan pejuang benar-benar merupakan pahlawan dan patriot sejati, aku menghormati mereka. Akan tetapi kalau mereka itu melakukan penyelewengan dan menjadikan perjuangan sebagai kedok untuk menutupi kejahatan yang mereka lakukan, aku pasti akan menentang mereka."
Sian Li mengangguk-angguk kagum dan dia memandang kepada Hui Eng.
"Aihh, enci Eng, engkau sudah mendapatkan seorang calon suami yang gagah perkasa. Sekarang tahulah aku kenapa ayah dan ibu berkeras hendak menjodohkan aku dengan Pangeran Cia Sun! Harap kau lanjutkan ceritamu, Pangeran."
Mendengar ucapan San Li yang begitu jujur dan terbuka, memuji pangeran itu begitu saja tanpa disembunyikan, sepasang kekasih itu tersipu akan tetapi juga merasa suka dan kagum kepada Si Bangau Merah.
"Kami segera mendaki Bukit Naga ini dan melihat engkau dikeroyok tadinya aku merasa ragu karena tidak tahu urusannya. Tapi begitu Eng-moi mengenalmu dan menyebutkan namamu, kami berdua segera terjun dan membantumu."
Sian Li menghela napas panjang. "Pertolongan Tuhan datang melalui apa saja, bahkan yang tidak pernah terduga sekali pun. Siapa yang pernah menyangka bahwa aku akan diselamatkan oleh orang yang ditunangkan denganku akan tetapi tak pernah kukenal dan akhirnya harus kutolak, dan oleh orang yang tadinya jelas memusuhi keluargaku? Kalian datang pada saat yang tepat sekali, karena tadi aku sudah hampir tidak tahan menghadapi mereka, terutama sekali Ouw-pangcu, ketua baru Thian-li-pang yang amat lihai itu."
"Sekarang tiba giliranmu, Nona. Kami ingin sekali mengetahui bagaimana engkau dapat berada di sana tadi dan dikeroyok banyak orang lihai?" tanya Cia Sun.
Ditanya begitu, Sian Li teringat akan Yo Han dan mendadak wajahnya menjadi muram. Kalau saja dia bukan seorang gadis yang tabah dan berhati baja, tentu dia pun sudah menangis karena teringat bahwa mungkin sekali pria yang dikasihinya itu telah tewas.
Cia Sun dan Hui Eng melihat perubahan muka Sian Li itu dan mereka saling pandang. Ketika beberapa kali Sian Li hanya menghela napas panjang dan menunduk, alisnya berkerut, Cia Sun menjadi tidak sabar lagi.
"Nona, apakah yang telah terjadi? Apakah ada sesuatu yang membuat engkau enggan menceritakan kepada kami? Kalau begitu, engkau tidak usah menceritakannya..."
"Tidak, Pangeran, bukan begitu, tetapi, ahhh, hatiku sangat risau dan gelisah. Maafkan kelemahanku ini dan biarlah kuceritakan dari semula. Sebelum kuceritakan semuanya, sebaiknya kalau aku pun membuat pengakuan padamu, pengakuan yang hanya dapat aku lakukan setelah engkau berterus terang tentang hubunganmu dengan enci Hui Eng. Pangeran, aku dan kakak Yo Han... kami berdua... ehhh..."
Melihat keraguan Sian Li dan perubahan mukanya yang menjadi merah sekali, terlebih lagi bibirnya yang mengulum senyum malu-malu, Cia Sun lalu tersenyum, "Kalian saling mencinta?"
Sian Li mengerling kepadanya dan mengangguk.
"Ha, sudah kuduga, Nona. Engkau memang pantas sekali menjadi calon isteri Yo-toako. Nah, teruskan ceritamu."
"Pada waktu tiga orang keluarga besar berkumpul di rumah Paman Suma Ceng Liong, aku tidak melihat Yo Han koko di sana. Aku tahu bahwa dia sedang membantu Paman Sim Houw untuk mencarikan puterinya yang hilang. Oleh karena itu, aku lalu mengambil keputusan untuk membantunya mencarikan enci Hui Eng."
Mendengar ini, Hui Eng lalu berkata. "Aihhh, kalian semua begitu baik, bersusah payah mencari aku, akan tetapi aku sendiri malah sudah bertindak jahat, mengacau di sana..." Suaranya penuh penyesalan.
"Ahh, enci Eng. Seperti yang dikatakan Pangeran tadi, ketika itu engkau bukanlah enci Sim Hui Eng yang sekarang, melainkan Siangkoan Eng puterinya ketua Pao-beng-pai. Yang sudah lewat anggap saja mimpi buruk, Enci."
"Engkau benar adik Sian Li. Teruskan ceritamu."
Sian Li kemudian menceritakan bahwa dalam perjalanannya, ia pun mendengar tentang kejahatan orang-orang Thian-li-pang, maka dia pun merasa penasaran dan ingin sekali menyelidiki. Akhirnya dia bertemu dengan para tokoh Bu-tong-pai di lereng Bukit Naga dan mendengar penuturan mereka yang membuat dirinya terkejut setengah mati, yaitu bahwa kabarnya, Yo Han tewas di tangan ketua Thian-li-pang yang baru.
"Apa...?! Tidak mungkin itu!" Cia Sun berseru kaget setengah mati.
"Aku sendiri juga tidak percaya, Pangeran. Lebih tak percaya lagi ketika Ouw Seng Bu, ketua yang baru itu, menceritakan bahwa Han-koko sudah membunuh para pimpinan Thian-li-pang, dan bahwa Han-koko datang untuk membunuh dia. Dia melawan di dekat sumur tua dan akhirnya terluka oleh pukulan Han-koko, akan tetapi para anak buahnya mengeroyok Han-koko yang katanya tergelincir masuk ke dalam sumur tua itu. Dan... dan... mereka lalu menimbuni sumur tua itu dengan batu." Suara Sian Li terdengar lirih dan penuh kegelisahan.
"Tetapi, aku tetap tidak percaya! Memang ketua baru Thian-li-pang itu lihai, akan tetapi tidak mungkin dia mampu membuat Yo-toako terjatuh ke dalam sumur. Tidak mungkin Yo-toako tewas, aku tidak percaya!" kata Cia Sun keras sambil mengepal tinju, namun suaranya mengandung isak tertahan, tanda bahwa dia juga merasa gelisah sekali.
"Pangeran, biarlah adik Sian Li melanjutkan ceritanya. Lalu apa yang terjadi kemudian, Li-moi?"
"Aku menuntut kepada Ouw-pangcu agar anak buah Thian-li-pang menggali sumur itu dan menyingkirkan timbunan batu-batu. Akan tetapi dia melarang dengan alasan sumur itu keramat bagi Thian-li-pang dan tidak boleh diganggu. Kami bercekcok, lalu berkelahi dan aku dikeroyok oleh mereka."
"Aku tetap tidak percaya! Nona, apakah engkau percaya akan keterangan itu? Bohong, ketua Thian-li-pang itu tentu orang jahat yang berhasil menguasai Thian-li-pang dengan ilmu kepandaiannya. Mungkin dialah yang telah membunuh para pimpinan Thian-li-pang dan menjatuhkan fitnah kepada Yo-toako. Kita harus menyelidiki hal ini!"
"Aku pun tidak percaya, Pangeran. Akan tetapi, satu hal yang sangat mencemaskan hatiku adalah kesaksian yang diberikan oleh Cu Kim Giok."
"Cu Kim Giok? Siapakah itu?" tanda Sim Hui Eng dan Cia Sun hampir berbareng.
"Cu Kim Giok adalah puterinya Paman Cu Kun Tek dan Bibi Pouw Li Sian dari Lembah Naga Siluman. Dia keturunan terakhir dari keluarga Lembah Naga Siluman dan masih terhitung kerabat yang ada hubungan pertalian kekeluargaan denganku. Aku merasa heran bukan main melihat ia bisa berada di sana, bahkan nampak akrab sekali dengan Ouw-pangcu itu. Kim Giok inilah yang memberi kesaksian bahwa Ouw-pangcu memang terluka parah oleh pukulan Han-koko. Kehadiran Kim Giok di sana bukan sembarangan saja, pasti tersembunyi rahasia di balik itu semua."
"Aihh, jangan-jangan gadis itu sudah dipengaruhi oleh Ouw Seng Bu itu."
"Aku pun menduga begitu, Pangeran. Akan tetapi, jelas bahwa Kim Giok tidak menjadi jahat karenanya. Buktinya, dia berkali-kali memperingatkan Ouw-pangcu supaya jangan membunuhku atau melukaiku. Agaknya dia pun percaya bahwa Ouw-pangcu berada di pihak yang benar, bahwa ketua baru itu benar seorang pejuang, seorang pendekar dan pahlawan, dan agaknya dia pun membenarkan Ouw-pangcu dalam urusannya dengan Han-koko. Pasti ada apa-apanya di balik semua ini."
"Pangeran, adik Sian Li, kita semua sudah saling menceritakan apa yang kita alami. Kini tak ada gunanya untuk menduga-duga dan berheran-heran. Yang terpenting, kita harus menyelidiki sumur tua itu. Kita harus dapat melihat kenyataan apakah benar Yo Taihiap sudah tewas seperti dikatakan Ouw-pangcu itu. Dengan demikian, kita tidak ragu lagi dan setelah itu baru kita putuskan, tindakan apa yang akan kita ambil."
"Tepat sekali apa yang dikatakan oleh dinda Hui Eng, Nona. Kita semua harus berusaha sekuat tenaga untuk mencari bukti tentang keadaan Yo-toako. Karena bukan tidak ada sebabnya kalau orang-orang Thian-li-pang itu kemudian menimbuni sumur yang mereka anggap keramat itu dengan batu. Walau pun kita tidak percaya akan berita tewasnya Yo-toako, namun kita harus mendapat kepastian."
Sian Li mengangguk. "Memang kalian benar, dan aku pun sudah mengambil keputusan. Aku tidak akan mau pergi dari sini sebelum mendapat kenyataan yang jelas tentang diri Han-koko."
Mereka bertiga lalu turun lagi untuk mencari pedusunan di mana mereka bisa membeli makanan. Setelah membawa bekal makanan kering dan minuman, mereka bertiga lalu berangkat lagi mendaki Bukit Naga. Mereka mencari jalan agar dapat memasuki daerah perkampungan Thian-li-pang dari belakang, langsung menuju ke sumur tua yang berada di bagian belakang. Sumur yang dipisahkan oleh sebuah bukit kecil dari perkampungan perkumpulan itu.....
![](https://img.wattpad.com/cover/160035231-288-k873610.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SI TANGAN SAKTI (seri ke 15 Bu Kek Siansu)
Aksiyon(seri ke 15 Bu Kek Siansu) Jilid 1-24 TAMAT