#3. "Definition a Game of Boys and Girls."

218 39 46
                                    

"Gamers is cool.
Mereka sudah terlatih patah hati karena tahu bagaimana rasanya dikalahkan. Lalu berjuang terus-menerus untuk menumpas permainan dan menjadi yang memenangkan."

•••

"Dari mana aja lo?"

Pertanyaan tersebut langsung di dengar Arlan ketika menuruni tangga terakhir yang membawanya ke basement di mana teman-temannya sedang berkumpul di sana. Tempat yang menjadi basecamp mereka berlima di ruang bawah tanah milik keluarga Aron.

"Nganter pacar." Cowok itu mendudukkan dirinya di sofa kulit dan menaruh kaki panjangnya di atas meja walaupun Darren mencoba menyingkirkan kaki Arlan dari meja dengan kedua tangannya. Oh, si pemuja sopan santun.

Azka yang sedang duduk di atas meja bilyar dengan minuman kaleng di tangan kanannya bertanya, "Kenapa hape lo mati? Gak biasanya."

Mendengar pertanyaan itu sontak Arlan mengusap wajahnya yang berubah bete. "Diceburin ke akuarium sama Alena."

Kontan, suara tawa keras melebur dari bibir Eroz yang tadinya berfokus pada stick game playstationnya beralih menjadi wajah mengenaskan Arlan yang hanya bisa berpasrah.

"Kok bisa?" Sementara Eroz menertawakan nasib naas temannya, Aron bertanya dengan tatapan mengasihani.

"Gara-gara main games, gue lupa ada dia yg harus diajak bicara," kata cowok itu dengan pasrah. "Jadi, dia marah dan masukin hape gue ke akuarium."

"Terus, berantem?" Azka bertanya.

"Banget."

Darren yang bersandar di dinding ikut bertanya. "Pasti dia ngajakin lo putus lagi?"

Arlan mengedikkan bahunya. "Dia yang ngira gue bakal mutusin dia."

Eroz menghela napasnya masih dengan kekehan pelan. "Gue kan udah bilang ke kalian semua sebagai pakar hubungan pria dan wanita di EHS. Wahai para teman-teman gue yang sedang menjalin hubungan dengan manusia paling rumit sedunia, jangan pernah main games di depan mereka kalau elo mau selamat."

Keempatnya menatap malas pada Eroz yang kembali berkhotbah tentang hubungan. Cowok itu menganggap dirinya sendiri sebagai pakar hanya karena ia selalu memiliki gadis yang berganti-ganti di sisinya. Dia merasa paling tahu soal perempuan dibanding teman-temannya yang memutuskan setia dibanding Eroz yang womanizer.

"Gue rasa jum'at udah lewat deh, Roz. Udahin aja khotbah gak bermutu elo." Aron menyindirnya.

"Dengar ya, bro, udah banyak korbannya dari para perempuan yang bisa lebih ganas dari ibu-ibu yang disela pas ngantri, cuman gara-gara games. Padahal games gak salah apa-apa tapi mereka beranggapan penyebab renggangnya hubungan mereka adalah pemuas kebosanan kita."

"Bukan cuman menjadi relaksasi buat kita-kita. Main itu butuh kekuatan pikiran. Nah, menurut Alberto Pusso dia bilang bahwa siswa yang sering main game online itu mencetak nilai rata-rata di mata pelajaran matematika dan sains -gak heran kalau gue pinter-, bisa mengasah emosi, dan meningkatkan kemampuan kognitif. Jadi kenapa harus dilarang?"

"Kalau lo nanya ke kita, kita tanya siapa?" Arlan menjawab asal.

"Sebenarnya mereka yang harus membiarkan kita buat bersantai dari rumitnya dunia kalau mereka beneran sayang elo." Eroz berkata seraya berjalan kesana-kemari seperti seorang dosen yang sedang membimbing muridnya.

"Kayak Azka yang ketahuan pacarnya main game lagi padahal udah janji gak bakal main lagi. Selain kehilangan hapenya, dia juga kehilangan ban mobilnya." Eroz berucap pada Azka yang menatapnya jenuh. Apes bagi Azka karena waktu itu dia sampai harus ke kantor polisi karena mobilnya berada di tengah jalan dan tanpa ban.

Literally Broke UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang