3. a man who makes her falling in love

1.7K 169 2
                                    

Mata Miranda terpejam rapat. Tak henti-hentinya ia merapal dalam hati. Sungguh, jika lelaki-lelaki menyeramkan itu berhasil melakukan hal tak senonoh padanya, maka tamat sudah dia.

"Aaa!" Miranda terpekik kencang. Perempuan itu bisa merasakan tarikan kuat di lengannya hingga menciptakan rasa panas dan perih yang mungkin akan meninggalkan memar keesokan harinya.

Sejurus kemudian, ia merasakan pelukan hangat yang menelingkupi tubuhnya. Ini terasa sangat nyaman, tapi mana mungkin lelaki-lelaki menyeramkan itu bisa membuatnya merasa seperti ini. Sangat konyol, terlebih aroma musk yang tercium indranya. Padahal tadi, bau yang menguar dari tubuh mereka sudah jelas adalah aroma alkohol yang benar-benar menjijikkan. Miranda sangat membenci hal itu.

Alkohol bukan hal yang baik. Minuman yang kata orang rasanya pahit agak manis dengan sensasi panas yang menjalar di tenggorokan itu mampu membunuh pengkonsumsinya secara perlahan. Oke baiklah, itu terserah mereka. Miranda sama sekali tak berhak mengaturnya. Biarkan mereka berkreasi agar cepat mati dengan cara mereka sendiri.

"Kamu benar-benar sangat ceroboh, Miranda. Seharusnya kamu menunggu Ayah kamu kalau kamu mau pulang, tidak sendirian seperti ini. Ini sudah malam, dan besar kemungkinan hal ini akan terjadi." Suara berat itu, suara milik Garril.

Miranda mencoba menjauhkan tubuhnya pada si pendekap yang sebelumnya ia kira salah satu preman itu. Tubuhnya yang lumayan tinggi masih harus mendongak untuk menatap wajah pria yang masih setia melingkarkan tangan kekarnya di pinggang perempuan itu.

Mulut Miranda terbuka lebar. "G-Garril?" Sungguh, ia sama sekali tak menyangka ada Garril yang menyelamatkannya. Kapan lelaki itu datang?

Garril hanya melengoskan wajahnya ke depan. Tatapannya terlihat sangat datar pada keempat lelaki yang kini tampak tak terima mangsanya diambil oleh orang lain itu.

"Eh, lo! Enak aja ngambil incaran kita-kita! Siapa lo sok berani banget?!" Lelaki itu menudingkan jari telunjukkan tepat di depan wajah Garril, membuat pria itu memalingkan wajah dan mendengus dengan malas.

Garril kemudian melepas kedua tangannya yang melingkar di tubuh Miranda lalu menyuruh wanita itu untuk menjauh agar bisa memberi space yang luas untuk pria itu beraksi.

Garril menyingsingkan lengan kemeja putihnya yang panjang. Ia sudah bersiap-siap mengambil gaya kuda-kuda dan menanti serangan dari keempat lelaki kurang kerjaan itu.

Hap!

Satu orang berusaha menonjok rahangnya. Namun Garril segera berkelit. Pria itu memutar tubuhnya dengan gerakan sangat cepat lalu menangkap tangan lawannya, memelintirnya, sebelum memberikan tendangan kuat di pinggang pria bertubuh besar itu. Pria yang lain ikut menyerang, kali ini berusaha menendang perut Garril. Garril tersenyum tipis, ia mencekal kaki pria itu sebelum mengenai perutnya lalu menghempaskannya dengan sangat mudah.

Berikut dengan kedua pria lainnya. Garril benar-benar bisa mengalahkan mereka semua. Baginya kecil saja. Bukannya mau menyombongkan diri, tapi ia cukup jago dalam hal beladiri seperti ini ditambah kondisi keempat pria itu yang cukup teler, itu sangat memudahkannya.

"Garril!" Miranda bersorak senang di tempatnya. Perempuan itu melompat-lompat dan bertepuk tangan dengan berlebihan, layaknya bocah cilik yang baru mendapatkan mainan yang dia inginkan.

Garril menoleh untuk melihat tingkah Miranda dan mendengus dengan pandangan mencemoohnya. Dia tidak terlalu suka dengan perempuan itu. Entah karena apa. Ia menolong Miranda karena merasa kasihan saja.

Saat perjalanan pulang tadi, ia melihat perempuan itu yang tengah dikepung beberapa lelaki berwajah menyeramkan. Sesama manusia bukankah harus saling tolong-menolong? Dan itulah yang Garril lakukan sekarang.

"Garril, awas! Di belakang kamu!" Pekikan keras Miranda menarik Garril dari lamunannya.

Saat ia menoleh ke belakang, salah satu pria mabuk itu sudah bangkit dan berlari ke arahnya dengan tangan yang terkepal kuat. Garril tak sempat berkelit. Waktunya sangat sempit, sehingga mau tidak mau ia harus menerima pukulan itu.

Bugh!

Wajahnya terpelanting ke samping. Pria itu langsung merasakan rasa panas sekaligus nyeri yang menjalar di sekitar rahang sebelah kanannya. Ia juga bisa merasakan rasa anyir di mulutnya, sudah pasti sudut bibirnya ada yang terkoyak.

Garril mendesis. Ia mengusap setitik darah di sana lalu menatap pria yang telah memukulnya itu dengan mata elangnya yang sangat tajam. Garril sebenarnya tidak ingin bermain baku hantam lagi. Tapi lawannya itu seakan ingin menyeretnya kembali ke arena pertarungan.

Bugh!

Pada akhirnya, Garril balik melawan. Memukul wajah pria itu hingga membuatnya kembali terkapar di aspal. Sejujurnya, melihat darah segar yang keluar dari hidung pria itu, sama sekali tak membuat Garril merasa puas.

Lalu, tak lama berselang, terdengar sirine polisi yang meraung-raung hendak mendekat. Mungkin polisi yang sedang berpatroli.

Miranda kemudian mendekat, "Garril, sebaiknya kita pergi dari sini. Kita bisa dapet masalah," katanya sambil menarik tangan pria itu.

Garril menggeleng, ia menolak. "Tidak. Bagaimana dengan mereka?"

"Ya biarin mereka diurus sama pihak kepolisian, kita cepat pergi dari sini, aku nggak mau kena masalah," kukuh Miranda.

"Kamu pikir mobil kamu yang mati itu juga nggak bikin kamu kena masalah? Dari plat kamu mereka bisa tahu siapa yang terlibat insiden ini." Garril tersenyum miring pada Miranda. "Lagipula saya bukan lelaki pengecut yang kabur dari masalah. Saya harus tanggung jawab sama mereka-mereka."

"Tapi---"

"Kalau kamu mau pergi, silakan pergi. Saya tidak akan melarang."

Miranda sontak menggeleng-gelengkan kepalanya berkali-kali. "Enggak, aku nggak mau pulang. Aku masih mau nemenin kamu." Ia menolak dengan keras.

"Terserah."

Sebenarnya, mendengar jawaban Garril yang demikian tadi membuat hati Miranda menghangat. Garril adalah pria yang bertanggungjawab dan dia tidak salah telah jatuh hati padanya Sikapnya yang demikian, sudah cukup mendeskripsikan bagaimana ke depannya pria itu.

Miranda merasa, Garrillah pria yang paling tepat untuknya dan ia benar-benar telah jatuh hati pada pria itu.

TBC

Sepi euy. Tapi moga aja, semakin ke sini semakin rame. Hehe.

Involunter [Tamat] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang