Abel sudah sampai di kelas XI IPA 2, ia memutar pandangannya keseluruh kelas. Ia menemukan masih ada satu bangku yang kosong yang disamping dan belakang meja tersebut sudah ada ke tiga sahabatnya. Mereka adalah Nindia, Rasty, dan Indah.
Mereka bertiga memang sengaja menyisakan kursi kosong untuk Abel, karna mereka tau Abel pasti kesiangan lagi."Makasih." kata Abel yang langsung menarik kursi yang sudah dipilihkan sahabat sahabatnya.
Abel duduk semeja dengan Nindia. Sedangkan di meja belakang meja Abel diisi oleh Rasty dan Indah. Mereka memang tidak pernah mengganti posisi tempat duduk mereka sejak kelas sepuluh.
"Sama-sama putri kesiangan kami." jawab mereka bertiga kompak. Dan hanya dibalas cengiran oleh Abel.
"Pelajaran masih kosong kan?" tanya Abel.
"Kayanya iya deh, sebagian guru lagi pada sibuk ngurusin murid baru." jawab Indah
"Iya jadi kemungkinan tiga hari kedepan kelas masih free." tambah Nindia
"Hm, syukurlah"
"kantin kuy, gue belum sempet sarapan tadi pagi." ajak Rasty
"ayo!" jawab Nindia dan Indah semangat.
"Hm, tapi gue udah sarapan tadi, masih kenyang juga. Kalian aja deh." Tolak Abel
"halahh, ayo lah bel, lagian lo pasti bosen disini sendirian. Ikut ajalah." bujuk Rasty
"yaudah iya iya."
Abel pun mengalah dan mau pergi ke kantin bersama mereka.Sesampainya di kantin mereka langsung duduk di kursi yang masih kosong, sedangkan Rasty langsung berdiri di antrian bakso karna rencananya mereka akan makan bakso hari ini kecuali Abel yang memang sudah sarapan pagi tadi.
"Ini baksonya." Rasty meletakkan satu persatu mangkok bakso ke atas meja dengan hati-hati.
"Dan ini minumnya."
Mereka pun menikmati makanan dan minuman mereka masing masing. Sedangkan Abel terus fokus pada layar ponsel nya, membuat Nindia geram melihat sikap sahabatnya itu yang makin hari makin dingin dan cuek.
"Lo lagi ngapain sih? Ada sesuatu? Dari tadi liatin layar hp mulu"
"engga, ngga papa. Kalian abisin makannya, Gue duluan ya."
"ehh bel mau kemana?" tanya Indah.
"dipanggil kak Rey."
Abel pun langsung melengos pergi dari kantin menuju ke ruang osis tepatnya untuk menemui ketua osis SMA Bina Bangsa, kak Rey."gue curiga, kalo kak Rey itu suka sama Abel" kata Nindia
"iya gue juga, waktu semester kemaren, gue beberapa kali ngga sengaja liat kak Rey lagi perhatiin Abel." tambah Rasty
"Gue juga pernah liat kak Rey kasih bekal buat Abel." tambah Indah.
"kapan? Kok gue ngga tau ya?" kata Nindia.
"waktu itu loh pas Abel baru nyampe kelas trus langsung ngasih kotak bekal ke kita, trus nyuruh kita makan bekal nya. Dan dia bilangnya itu bawa dari rumah." jawab Indah
"Ohh itu, iya iya gue inget. Tapi kayanya si Abel ngga punya rasa apa apa deh sama kak Rey. Diliat dari sikapnya dia aja kaya ngga peduli gitu." kata Nindia
"iya, kasian kak Rey." jawab Rasty, memang Rasty adalah orang yang paling melow sekaligus cengeng diantara mereka berempat.
Sesampainya Abel di depan ruang osis, Rey pun langsung menghampiri Abel.
"Ada apa ya kak?" tanya Abel
"gini kakak mau minta tolong kamu buat bantuin kakak pasang-pasangin ini di seluruh mading sekolah, bisa?" tanya Rey sambil menyodorkan setumpuk kertas yang berisi mulai dari puisi, kata kata mutiara, hingga poster poster.
"Tapi kenapa mesti saya kak?" Abel balik tanya.
"hm, tadi kakak bingung mau minta tolong siapa, trus kakak kepikiran kamu deh. Makanya kakak minta kamu kesini. Mau ya? Cuma sebentar kok. Lagian masih bebas juga." bujuk Rey.
Akhirnya Abel pun mengalah, Abel tau ini hanya akal-akalan kak Rey supaya bisa bertemu dengan Abel dan mengobrol dengannya. Namun sayang nya jurus ini tidak cukup ampuh untuk meluluhkan hati Abel.
"Yaudah deh iya, Abel mau."
"yaudah yuk mulai sekarang." Abel mengangguk, sebenarnya Abel sangat malas untuk melakukan ini, namun ia masih punya hati untuk menghargai Rey sebagai kakak kelas sekaligus ketua osis SMA Bina Bangsa. Ditambah lagi ocehan yang keluarkan Rey untuk memancing Abel, membuat ini semakin berkali kali lipat membosankan.
Mereka baru menyelesaikan setengah dari seluruh mading yang ada disekolah ini, namun kedatangan Bu Nita berhasil menyelamatkan Abel dari kak Rey.
"Rey, sedang apa kamu disini? Bukankah seharusnya kamu ada di aula untuk mengurus para siswa baru."
"maaf bu, tadi saya mengumpulkan puisi-puisi dan poster-poster yang ada di ruang osis untuk dipasang di mading sekolah kita bu." jawab Rey
" Yasudah sekarang kan sudah ada Abel, jadi kamu kembali ke aula dan urus acara MOS nya."
"tapi bu, ini poster sama puisinya masih banyak. Kasihan Abel kalo harus menyelesaikan semuanya sendiri." Rey berusaha untuk menolak perintah dari bu Nita.
"Ngga papa kok kak, Abel bisa kok terusin ini sendiri." sanggah Abel
"anak pintar. Sudah sana Rey kamu kembali ke aula."
"Baik bu." Rey pun terpaksa menuruti perintah dari bu Nita.
Akhirnya Abel pun meneruskan memasang puisi-puisi dan poster-poster itu sendiri. Dan Abel lebih nyaman seperti ini, dibandingkan saat ia melakukannya bersama Rey tadi.**
Abel sudah memasang sebagian dari puisi dan poster yang ia bawa tadi, dan tinggal tersisa beberapa lagi.
Abel kemudian mengambil sebuah poster yang ukurannya cukup besar yang ingin ia letakkan di mading bagian atas. Namun karna terlalu tinggi Abel pun kesulitan memasangnya sampai harus berjinjit-jinjit.
Tak lama sebuah tangan memegang pergelangan tangannya, karena kaget Abel pun membalikkan tubuh nya untuk melihat siapa yang sudah memegang pergelangan tangannya.
Mata Abel membulat kaget, karna ternyata orang itu adalah Gavin. Dan saat ini posisi mereka berdua sangat dekat. Posisi tubuh Abel tepat di depan dada bidang milik Gavin. Bahkan Abel bisa merasakan hembusan nafas Gavin.
Mereka hanya diam dan saling tatap. Mereka hanyut dalam pikiran masing masing seolah terkunci oleh tatapan itu. Hingga Gavin tersadar lalu memutuskan tatapan itu lebih dulu dan berdeham untuk mengurangi sedikit detakan kencang di dadanya. Karena tidak hanya Abel, namun Gavin juga sangat gugup saat melihat mata indah milik Abel beberapa detik lalu."gue bantu." Gavin langsung mengambil poster besar yang ada ditangan Abel dan memasangnya di bagian paling atas mading. Abel hanya mengamati apa yang dilakukan oleh Gavin.
"masih banyak?" tanya Gavin
"ehh, i..iya lumayan, tinggal dikit kok." jawab Abel gugup
"Selesain." Gavin langsung merebut seluruh puisi dan poster-poster yang ada ditangan Abel dan membawanya menuju mading lain yang masih kosong.
"ini sebelah mana?" tanya Gavin
"emm, disebelah sini." Abel menunjuk bagian mading yang akan dipasang selembar puisi oleh Gavin.
Gavin hanya mengangguk dan mulai mengerjakkan semua nya sendiri, sedangkan Abel tak henti hentinya mengamati gerakan Gavin."nih." Gavin menyerahkan lem yang digunakan untuk menempel-nempelkan puisi dan poster tadi pada Abel.
"hm, makasih ya vin." kata Abel sembari memunculkan senyum tipisnya yang sangat manis bagi Gavin.
"hm." Gavin berdeham dan mengangguk kecil sebagai jawaban.
"Gue cabut." tanpa menunggu jawaban dari Abel, Gavin langsung melengos pergi.
Dingin ya? Banget -batin Abel
Dan tanpa Abel tau, setelah pergi dari hadapan Abel, Gavin masih tidak bisa mengatur detak jantungnya, dan tanpa ia sadari Abel berhasil membuat seorang Gavin tersenyum. Bahkan Gavin terus menerus memikirkan ekspresi kaget Abel yang bagi Gavin itu sangatlah lucu.
Cantik -Batin Gavin.
***
Jangan lupa vote ya❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Gavin
Teen FictionGavin Ansell Adhitama. Tentang masa lalu yang mengubahnya menjadi sosok yang dingin dalam hal cinta. Juga tentang hari esok yang ingin ia lalui bersama gadisnya, Arabelle Anindyra.