Setelah menyelesaikan mading tadi, Abel langsung beranjak ke kelasnya.
"Abis dari mana sih lo? Kok lama banget." Tanya Indah
"Kak Rey." jawab Abel enteng
"tau ogeb, maksudnya lo abis ngapain?" geram Indah
"Rapi in mading."
"hahh?" mereka bertiga bingung dengan jawaban Abel
"Sejak kapan lo jadi petugas yang ngurusin mading? Bukannya itu tugas nya osis ya?" tanya Nindia
"Kak Rey yang minta."
"Oohh, pantes. Namanya juga lagi pdkt, usaha boleh kan ya?" Goda Indah.
"Isshh, apaan sih."
"Minta minum dong, haus." Kata Abel
"Ngga ada, ke kantin aja gih."
"Yaudah." Abel pun berdiri dari duduknya.
"Perlu dianter ngga?" tawar Rasty
"Ngga usah."
**
Abel sudah sampai di kantin dan memilih kursi paling pojok. Abel juga sudah menghabiskan setengah gelas es jeruknya. Kantin yang tadinya cukup damai, berubah menjadi gaduh oleh suara para kaum hawa.Abel pun mengikuti arah pandangan mereka, dan matanya jatuh tepat mengarah ke mata Gavin yang saat ini juga sedang menatapnya.
Abel buru-buru memutus kontak mata itu. Dan kembali fokus pada layar ponselnya."Oy, liatin siapa sih? Fokus amat?" Rian menepuk pundak Gavin.
"Lo liatin Abel ya?" Rendra menatap curiga ke arah Gavin.
Gavin hanya melirik singkat ke arah Rendra dan langsung melengos jalan lebih dulu meninggalkan teman temannya dan duduk di kursi kantin yang masih kosong.
"Dasar es batu." kata Andre.
Mereka berlima pun mengikuti Gavin dan duduk menempati kursi yang masih kosong di samping dan di depan kursi Gavin.
Mereka berenam memang selalu menjadi pusat perhatian di sekolah karena ketampanan dan kepintaran mereka terutama Gavin yang paling banyak digilai oleh kaum hawa karena ia paling tampan di antara ke lima temannya. Ia juga kapten basket untuk kelas XI IPS. Namun seperti biasa Gavin tidak pernah menanggapi mereka, ia selalu memasang wajah datar. Bukan maksud sok ganteng atau apa, hanya saja saat ini Gavin memang mempunyai prinsip yang kuat, yaitu tidak ingin berpacaran. Ia tidak ingin menjalani hubungan yang sia-sia yang ujung-ujungnya tidak tau harus ia bawa kemana.
Dari tempat duduk Gavin sekarang, ia bisa melihat jelas Abel yang sedari tadi fokus memainkan ponselnya tanpa memperdulikan orang orang disekitarnya.
Gavin terus mengamati gerakan gadis itu, tanpa berniat untuk berpaling sedikit pun.Hingga tak lama kemudian Abel beranjak dari duduk nya dan keluar dari kantin tanpa melirik sedikit pun kearah meja Gavin.
Rendra yang menyadari, langsung menarik tangan Abel."Apa?" tanya Abel yang bingung karena Rendra memegang tangannya.
"Bang Raffa di rumah ngga?"
"Lagi ngampus."
"Kalo entar malem, ada ngga?" tanya Rendra.
"Ngga tau. Emang mau ngapain?"
"Biasa, maen PS."
"Yaudah dateng aja."
"Oke, siapin jajan yang banyak ya." Kata Rendra dengan senyum tak berdosanya.
Abel tak memperdulikan apa yang dikatakan Rendra, ia melengos begitu saja. Dan sebelum pergi, ia sempat melirik ke arah Gavin yang sepertinya tidak peduli dengan kehadiran Abel. Gavin terlalu fokus mengaduk mangkok baksonya.
Dia kan tembok, ngga mungkin peduli sama gue -batin Abel.
🌷🌷🌷
Bel pulang sekolah berbunyi, siswa siswi pun berhamburan keluar kelas untuk pulang ke rumah masing-masing.Teman teman Abel sudah pulang lebih dulu karena supir mereka sudah menunggu di depan gerbang.
Abel masing sibuk menyelesaikan catatan fisikanya."Akhirnya selesai juga."
Abel langsung membereskan buku-buku dan alat tulisnya. Saat melihat jam tangan mungilnya, ternyata sekarang sudah lewat 20 menit dari bel pulang sekolah. Abel pun baru sadar, seperti nya Raffa tidak bisa menjemputnya.
Abel pun berjalan menyusuri koridor kelas XI yang sudah sepi.Ia berdiri di depan gerbang sekolah, namun sepertinya tidak ada tanda-tanda angkutan umum akan lewat.
Tak lama setelah itu, terdengar suara deruman motor yang mendekat ke arahnya."Kok belum pulang bel?" Tanya Ciko
"Bang Raffa belum jemput?" tanya Rendra.
"Bang Raffa ngga bisa jemput." jawab Abel.
"Kalian duluan." kata Gavin.
Mereka paham apa yang dimaksud Gavin, mereka berlima pun pergi lebih dulu, karena memang rencananya mereka akan berkumpul di rumah Gavin."Duluan ya bel." kata mereka berlima kompak.
"Iya Hati-hati." jawab Abel.
Gavin hanya diam mengamati gerakan gadis itu.
Hingga Abel menengok ke arahnya, dan Gavin cepat cepat memalingkan pandangannya."Naik." kata Gavin.
"Hahh?" Abel tidak maksud dengan apa yang dikatakan Gavin.
"Gue anter."
"Emm, ngga usah Vin. Gue naik angkot aja, takut ngrepotin." tolak Abel
"Jam segini angkot udah susah."
"Hm." Abel terlihat berpikir. Benar juga kata Gavin, angkot pasti sudah jarang lewat jam segini.
"Naik."kata Gavin.
"Hm, iya deh." Abel akhirnya mau diantar pulang oleh Gavin.
Selama perjalanan tidak banyak yang mereka bahas. Gavin hanya diam dan fokus mengendarai motornya. Sesekali ia bertanya ke arah mana rumah Abel, karena memang ini pertama kalinya Gavin mengantar Abel pulang.
Motor ninja Gavin berhenti di depan pagar rumah Abel. Abel pun turun dengan hati-hati, dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan terkena angin jalanan tadi.
"Makasih ya vin."
Gavin hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Mau mampir dulu?" tawar Abel
"Ngga usah, yang lain udah nunggu di rumah." jawab Gavin.
"Oh oke."
"Gue cabut." kata Gavin.
"Iya, hati-hati ya vin." Abel tersenyum manis sembari melambaikan tangannya.
Dia ganteng yah? Astaghfirullah Abel sadar bel sadar -Batin Abel.
Motor ninja Gavin pun bergerak meninggalkan rumah Abel.
Setelah mengantar Abel pulang, Gavin merasakan ada sesuatu yang berbeda, ada kenyamanan tersendiri setiap Abel di dekatnya.Kok gue ngrasa ada yang beda ya setiap ada di deket Abel. Arrghh, sadar Gavin, ini bukan saatnya lo jatuh cinta -Batin Gavin.
***
Jangan lupa vote and comment ya❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Gavin
Teen FictionGavin Ansell Adhitama. Tentang masa lalu yang mengubahnya menjadi sosok yang dingin dalam hal cinta. Juga tentang hari esok yang ingin ia lalui bersama gadisnya, Arabelle Anindyra.