Gavin memasukan motor ninjanya ke dalam garasi rumah. Ia langsung berjalan ke kamarnya di lantai dua, dimana disana sudah ada ke lima teman-temannya.
Gavin membuka pintu kamarnya, dan betapa terkejutnya, saat ini ruangan itu sudah bukan seperti kamar Gavin lagi.
Kamar itu sudah berubah menjadi kapal pecah, bungkus makanan ringan ada dimana-mana, bantal yang sudah tidak ada ditempatnya, sprei sudah lepas dari kasurnya, juga kabel-kabel ps yang melintang kemana-mana.
Sungguh, keadaan yang selalu terjadi setiap kali teman-teman Gavin main kesini.
"Ehh, Gavin. Sini Vin sini duduk, anggep aja rumah sendiri." Kata Andre dengan polosnya.
"Emang ini rumah Gavin, ogeb." Rian pun menjitak kepala Andre.
"ehh iya yah. Kok gue lupa?" Andre membalas dengan cengiran tak berdosanya.
Yang lainnya hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah teman mereka Andre yang kadang memang kelewat bodoh.
"Gue mandi dulu." kata Gavin
**
30 menit kemudian, Gavin keluar dari kamar mandi dengan wajah segar dan setelan kaos hitam polos dan celana jeans selututnya.
"Ehh si bos kalo mandi lama ya? Kaya perawan." kata Rian dengan polosnya.
Yang lainnya hanya tertawa mendengar ucapan Rian. Sedangkan yang dibicarakan hanya menatap datar dan bersikap acuh.
Gavin duduk di samping satria di sofa coklat yang ada di kamarnya.
"Lo udah nganterin si Abel sampe rumahnya Vin?" tanya Ciko, Gavin hanya mengangguk.
"Tumben-tumbenan nih si bos mau nganterin cewe pulang." kata Andre.
"Iya, biasanya kalo ada cewe yang ndeketin malah kabur. Ehh ini malah mau nganterin pulang." kata Rian
"Lo suka sama Abel?" Tanya satria tiba-tiba.
Gavin terkejut dengan pertanyaan satria begitu pun yang lainnya. Mereka langsung menghentikan aktivitas mereka sejenak, dan menunggu jawaban apa yang akan Gavin katakan.
"Kalo kalian mainnya udahan, pulang gih. Gue cape, mau istirahat." Kata Gavin seenak jidat.
"ehh si bos ngga punya perasaan banget sih sama kita, pake ngusir terang-terangan lagi. Kan sakit hati hayati." kata Andre mendramatisi.
"Iya Vin kita cabut dulu deh, udah sore juga." kata Rendra.
Mereka sangat mengenal Gavin karena mereka memang sudah berteman sejak kelas 2 SD sampai sekarang, kecuali Rendra, yang memang sebelumnya tidak satu sekolah dengan mereka. Namun satu tahun berteman dengannya, cukup membuat dia memahami bagaimana sifat Gavin. Mulai dari temperamennya hingga sifat dingin dan cueknya yang tidak pernah berubah bahkan berkurang sedikit pun.
Diantara mereka berlima, Satria adalah yang paling dekat dengan Gavin. Dia sudah pahan betul bagaimana sifat Gavin. Dan saat ini, Satria sudah curiga kalau Gavin menyukai Abel. Satria bisa membacanya dari tatapan Gavin setiap menatap gadis itu.
Namun sepertinya Gavin masih terlalu takut untuk mengartikan perasaannya pada Abel.
"Kita pamit ya bro." kata Rendra.
"Hati-hati." jawab Gavin.
Setelah teman-temannya pergi, Gavin berjalan ke arah balkon kamarnya.
Saat ini dia merasa gusar. Dia bingung mengartikan perasaannya pada Abel.
"Arrghh.. Gue kenapa sih?"
Gue belum siap jatuh cinta lagi. -batin Gavin.
Gavin mengacak rambutnya frustasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gavin
Teen FictionGavin Ansell Adhitama. Tentang masa lalu yang mengubahnya menjadi sosok yang dingin dalam hal cinta. Juga tentang hari esok yang ingin ia lalui bersama gadisnya, Arabelle Anindyra.