Irene menguap saat membuka matanya. Dia melihat wajah Jungkook di mana-mana. Di tembok, di pintu, di pigura, bahkan di bantal dan gulingnya. Dia tersenyum, memandangi gulingnya sebentar, lalu mencium mesrah guling tersebut, tepat di bagian bibir gambar Jungkook.
"Selamat pagi, Jungkook Oppa," kata Irene lalu menyingkap selimutnya dan berjalan menuju kamar mandi. Lagi, dia bisa melihat wajah Jungkook sejauh mata memandang. Di handuk, di gelas kumur, dan di cermin bagian atas.
Irene, gadis berusia 20 tahun yang sangat mengidolakan Jungkook, seorang penyanyi papan atas yang sangat terkenal di Korea, bahkan di dunia. Wajahnya yang tampan dan suaranya yang romantis membuat kaum hawa jatuh cinta dengan mudah. Salah satunya adalah Irene. Dia rupanya sudah terbius dengan segala pesona Jungkook yang kerap kali menghiasi layar televisinya.
Irene membalut rambutnya dengan handuk setelah selesai keramas. Dia keluar kamar mandi dan berganti pakaian, bersiap untuk pergi ke kampus dengan membawa sejumlah buku.
"Eomma, aku pergi dulu ya," pamitnya bergegas keluar pintu.
"Hm," sahut seorang wanita paruh baya yang asyik menonton drama.
Irene menaiki sepeda ontelnya dan mulai mengayuh menuju kampus. Poni rambutnya menyingkap ke belakang saat tertiup angin, memperlihatkan dahinya yang mulus.
Sesampainya di kampus, Irene memarkirkan sepeda ontelnya, lalu bergegas menuju ruang kuliah sebelum profesor datang. Dia menghela napas lega, melihat arlojinya sebentar, lalu memasuki ruangan dan memilih tempat duduk di barisan tengah.
Irene melihat ke sekeliling. Dia tak menjumpai teman dekatnya. Sepertinya mereka terpisah kelas. Jika diingat kembali, Irene memang kurang cepat memilih jadwal kelas profesor Kim, sehingga ia terpaksa memilih jadwal kelas profesor Han yang terkenal killer dan pelit nilai. Lagi, Irene menghela napas pasrah.
"Taehyung sunbae!" terdengar suara seorang mahasiswi cantik yang melambaikan tangan saat seorang pria bermantel hitam memasuki ruangan.
"Oooh jadi itu yang namanya Taehyung sunbae," batin Irene.
"Sunbae, silahkan duduk di sini," kata mahasiswi tersebut.
Taehyung mengabaikannya dan malah duduk di sebelah Irene, membuat mahasiswi tersebut mengerucutkan bibir mungilnya.
Jika diperhatikan, laki-laki bernama Taehyung itu memang memiliki wajah yang nyaris sempurna. Hidungnya mancung, kulitnya mulus, matanya lebar, sementara bibirnya tipis merah jambu. Wajar jika dia bisa dengan mudah menyita perhatian.
Irene mengedikkan bahu, tak peduli jika Taehyung duduk di sebelahnya. Dia tak tertarik. Satu-satunya laki-laki yang mampu menarik perhatiannya hanyalah Jungkook. Irene mengeluarkan buku dari dalam tasnya dan bersiap menerima pelajaran saat profesor Han memasuki ruangan.
"Selamat pagi anak-anak," sapa profesor Han.
"Selamat pagi," sahut para mahasiswa.
"Selamat datang di kelas saya. Seperti yang kalian dengar dari para senior kalian, saya tidak mudah memberi nilai A. Selama seumur hidup saya, saya hanya memberikan nilai A sebanyak 4 kali. Tentunya hanya mahasiswa jenius yang bisa mendapatkannya," jelas profesor Han.
Irene mengangkat tangan. "Permisi saya mau tanya."
"Silahkan."
"Bagaimana sistem penilaian dalam mata kuliah anda, profesor Han?"
"Pertanyaan yang bagus. Penilaian dalam mata kuliah saya terbagi menjadi empat, yaitu presentasi, kualitas makalah, ujian lisan, dan ujian tulis. Tentunya dengan bobot yang berbeda."
Irene membuka bindernya dan mulai mencatat. Meski profesor Han terkenal killer, dia tak mau berputus asa. Impiannya mendapat nilai A di setiap mata kuliah harus terpenuhi. Dia tak mau menjadi pekerja serabutan seperti kedua kakaknya, Seokjin dan Hoseok.
"Bobot presentasi adalah 30% dalam arti kelompok kalian harus kompak, masing-masing anggota harus bisa menjelaskan secara gamblang materi yang dibawakan. Sedangkan bobot makalah adalah 20%. Ingat, saya bisa tahu makalah yang hanya hasil mengcopy di internet. Jadi hati-hatilah!" imbuh profesor Han.
Irene menulis bobot masing-masing penilaian. Ia menyimak apa yang dikatakan profesor Han dengan baik.
"Dan untuk ujian lisan dan tulisan, masing-masing berbobot 25%. Mengerti?" sambung profesor Han.
"Iya, profesor." Irene mengangguk paham.
Profesor Han mulai membuka laptopnya, memasangkan kabel ke LCD, dan tak lama slide materi perkuliahannya terpancar di layar monitor. Di slide tersebut, ia membagi beberapa tema. Lagi, Irene terlihat antusias mencatat. Satu-satunya motivasi Irene giat belajar adalah karena kedua kakaknya yang hanya bekerja serabutan.
Kakak sulung Irene, Seokjin sudah lulus kuliah empat tahun yang lalu. Dia mengambil jurusan sastra di salah satu universitas ternama di Seoul dengan bermimpi suatu saat bisa menjadi novelis atau editor di sebuah penerbit besar. Namun itu hanyalah menjadi sekedar impian. Walaupun Seokjin sudah puluhan kali mengirimkan novelnya ke banyak penerbit, tidak ada satu pun penerbit yang menerima karyanya. Dia pun juga kerap kali melamar pekerjaan sebagai editor atau penulis skenario. Tapi tak ada hasil. Dia selalu gagal. Entah karena tak ada panggilan atau gagal saat wawancara. Alhasil, dia sekarang hanya menjadi seorang kasir di mini market.
Kakak kedua Irene, Hoseok lulus kuliah dua tahun lalu. Dia mengambil jurusan seni di salah satu universitas ternama dengan harapan bisa menjadi pelukis terkenal yang karyanya bisa terpajang di galeri. Namun itu hanyalah sekedar impian. Dia tak mempunyai uang untuk menyewa galeri dan mengadakan pameran. Sekarang dia menjadi pelukis jalanan yang jarang mendapatkan pelanggan.
❤❤❤❤❤
Selasa, 2 April 2019Vote dan komen yuk buat penyemangat
KAMU SEDANG MEMBACA
Gomawo Taehyung Sunbae
Fanfiction"Terima kasih, Taehyung sunbae. Aku memang penggemar Jungkook. Tapi aku ...." kata Irene tercekat. Irene, seorang gadis biasa jurusan manajemen di salah satu Universitas ternama di Korea. Tak ia sangka jika ia satu kampus dengan Taehyung yang merupa...