3

20 6 1
                                    

Kegiatan Kara di malam minggu seperti ini adalah membaca novel, menonton drama atau menulis. Ya tapi sepertinya agenda tersebut tidak akan dia lakukan mengingat tadi siang Tris menelponnya untuk mengajak Kara jalan malam ini.

Kara gelisah didalam kamar, bagaimana tidak selama 17 Tahun dia hidup baru kali ini ada laki-laki yang mengajaknya jalan dan meminta izin langsung ke Mama dan Kakaknya.

Ponsel Kara bergetar tanda pesan masuk

Kara tersenyum membacanya, namun rasa takut terus merundung hatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kara tersenyum membacanya, namun rasa takut terus merundung hatinya.

Tak lama kemudia Revan mengetuk pintu kamar Kara.

"Ra, ada teman kamu tuh."

"Ehh iya kak."

Revan menatapnya intens lalu mengelus rambut adik kesayangannya itu.

"Hati hati, jangan pulang terlalu malam."

Kara tersenyum "iya kak"

Setelah pamit ke Mama dan Kakaknya Kara dan Tris menuju ke tempat jalan mereka.

Seampainya di Mall Tris mengajak Kara menonton film dengan genre kesukaan Kara, horror. Karna pemutaran film masih 40 menit lagi, Tris memutuskan mengajak Kara bermain di timezone dan membeli es krim.

Setelah itu, selama pemutaran film Kara menyaksikan film sangat serius. Berbeda dengan Kara, bukannya melihat layar bioskop Tris justru melihat wajah Kara. Begitu cantik teman sebangkunya itu.

Selepas film yang mereka tonton selesai sebelum makan malam, Tris dan Kara menuju masjid mall untuk melaksanakan sholat Isya.

Makan malam kali ini Tris mengajak Kara makan sushi. Sambil menunggu pesanan mereka siap, Tris membuka pembicaraan.

"Bagaimana kalau ada yang mau menjadu kekasih kamu, Ra?"

"Gak tau, kayaknya gak ada Tris."

"Saya sayang Ra sama kamu." Apa ini? Tris mengungkapkan perasaannya.

"Ra, mau jadi pacar saya?" Pertanyaan itu cukup mengagetkan Kara. Bertubi tubi Tris mengucapkan kalimat sialan dari mulutnya.

"Gimana? Becanda kamu gak lucu Tris."

"Saya seorang lelaki, kalau saya bercanda tentang perasaan itu namanya saya bukan lelaki, Ra." Telak Tris, apa yang harus dilakukan Kara saat ini.

"Hmm terus?" Sial sial, mengapa pertanyaan itu Raaa

"Kamu mau jadi pacar saya, Kara?"

"Ya."

"Ra??? Terima Kasih Ra, terima kasih." Ucap Tris dengan mata berbinar

Tepat hari ini, jam ini, detik ini seorang Kara kembali membuka hatinya untuk Tris teman sebangkunya. Entah dia bodoh atau tidak, padahal baru berkenalan ia sudah berani membuka hatinya. Tapi Kara tidak bisa berbohong kalau dia nyaman bersama Tris.

Setelah makan malam penuh debaran itu, sesuai janjinya tadi, Tris mengajak Kara pulang karna sudah mulai larut malam.

Sesampainya dirumah Kara dan Tris disambut Revan yang sedang mengobrol bersama temannya di teras.

Kara tertohok.

"Eh udah pulang nihh." Ucap Revan lalu tak lama kemudian Arin, mama Kara keluar dari dalam rumah.

"Ehh udah mama tungguin akhirnya pulang."

"Iya tante, saya pulang dulu ya terima kasih sudah mengizinkan saya mengajak Kara jalan malam ini."

"Iya nak sama sama, gak mampir dulu?"

"Tidak usah tante, terima kasih."

Kara masih diam membeku sampai sampai tidak sadar kalau kekasihnya sudah pergi jauh dari rumahnya.

Kara membersihkan dirinya sambil melamun mengingat siapa yang tadi mengobrol bersama Revan di teras.

Anhar Vadel

Sahabat kakaknya sekaligus cinta pertama Kara.

Kara memeriksa ponselnya dan terkejut melihat notifikasi 10 missed call dan 10 pesan dari kekasihnya, Tris.

Kara pun menelpon balik Tris untuk meminta maaf.

"Kamu dari mana saja, Ra??" Tanya Tris memulai percakapan. Dia sudah terlalu khawatir mengingat wanitanya itu terlalu lama merespon telpon dan pesannya.

"Maaf." Hanya itu yang keluar dari mulut Kara. Kembalinya Anhar dikehidupannya kali ini benar benar membuat ia tertohok

"Ada yang kamu sembunyikan dari saya?"

Tak lama kemudian Tris mendengar suara tangisan. Wanitanya menangis, Tris tidak bisa membiarkan Kara menangis. Namun ia memilih bungkam, karna ia tau kali ini yang Kara butuhkan hanya pendengar.

"Hiks, Maaf Tris jadi bikin kamu tambah kesel."

"Tidak sayang, saya tau kamu pasti sedang memendam sesuatu. Kalau kamu berkenan, berbagi ke saya ya."

"Hiks, iya Tris."

"Iya sudah, sekarang kamu tidur dan istirahatkan bada kamu, pasti kamu lelah."

"Nanti, kamu sedang apa?"

"Bersiap bertanya ke kamu."

"Apa?"

"Apa saja yang kamu suka dan tidak suka?"

"Perlu saya mengetahui itu agar kamu tetap nyaman disisi saya."

Kara tersenyum, Tris memang yang terbaik untuknya

Selama 1 jam lebih mereka menghabiskan waktu untuk bertukar cerita. Hingga akhirnya Kara tertidur pulas ditengah cerita Tris tentang prestasinya dibidang olahraga.

Selesainya sesi telpon tersebut, Tris berpikir apa yang sedang disembunyikan wanitanya itu. Apakah sesakit itu sehingga membuatnya menangis?

Andai saja Tris tau penyebabnya ia pasti akan berusaha memperbaiki nya.





Kalau makin gak jelas komen ae lah biar dihapus :")

My Different Chairmate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang