.
.
.Karena yang kutahu, jiwamu itu
sama hancurnya denganku dan
di dalam jemalamu—kuyakin ada
yang berteriak meminta pertolongan.
Saban hari—dengan tawa yang menggelegar,
dengan lelucon garing yang terlontar,
dengan buas dan liarmu yang aku temukan
sama saja dengan munafiknya aku.
Aku tahu. Sangat. Sangat banyak
tentangmu. Sampai bibirku menjelma
bisu dan gaduhku menjelma batu.Setahun lalu aku wanti-wanti. Jangan
mendekat. Jangan mendekat. Jangan.
Sedari dulu aku peringati. Jangan aku.
Jangan aku. Jangan aku. Jangan aku.
Setahun berlalu dan aku menemukan
kita sama-sama berdiam diri dengan
setan bertengger di kanan dan kiri.
Sekarang, tanyaku, nyerikah dirajam
rindu? Linukah yang terasa di dada?
Bagaimana? Sekarat? Sama.— Luar Bumi.
-;Han.