Chapter 5

12 0 0
                                    

Memaafkan hari ini, untuk kebahagiaan dihari esok😊

Kejadian dua hari lalu yang membuat Chaca menjahui kedua sahabatnya dan juga Dini. Ia lebih banyak diam dan tak acuh kepada sekitarnya. Sakit dan perih yang dirasakan fisiknya tidak sebandingan dengan sakit yang dirasakan hatinya. Chaca membenci kedua orang tuanya yang sama-sama egois.

Chaca berjalan menyusuri koridor sekolah menuju gerbang sekolah. Ia akan menunggu angkutan umum karena Hari ini dia tidak membawa kendaeaan pribadi. Entah karena apa, ia merasa malas mengendarai mobilnya selama dua hari ini.

"Chaca" panggil seseorang dari ujung koridor. Chaca tahu jelas suara itu milik seseorang yang sengaja ia acuhkan selama dua hari terakhir. Chaca tidak menggubris, ia tetap berjalan santai seolah tidak ada orang lain disana. Ketika hendak melewati sumber suara tadi, Chaca sontak terkejut karena cekalan dipergelangan tangannya.

"Sampai kapan lo bakalan kayak gini?" ucap Dino ketika keduanya saling menatap.

"Bukan urusan lo" ketus Chaca mencoba melepaskan cekalan dipergelangan tangannya.

"Jelas urusan gue, lo lupa? Gue tunangan lo, meskipun lo belum setuju, gue tambah yakin kalau gue bakalan terima perjodohan kita"

"Gak usah pake kita segala, lo sama gue belum terikat", Chaca menepis pelan cekalan Dino ketika ia rasa semakin melemah.

"Lo pulang sama gue hari ini"

"Gak" Balas Chaca singkat.

"Lo bakalan nginap dirumah gue selama satu minggu, orang tua lo ke luar negeri bareng bokap gue" jelas Dino dan mencoba bernafas dengan normal setelah perdebatan dengan Chaca, gadis dihadapannya terlalu keras kepala. "Dan lo bakalan bareng sama gue terus selama satu minggu".

"Sama lo?" tanya Chaca kembali memastikan.

"Dirumah juga ada Mama kali, gak usah khawatir"

Chaca menghela nafas panjang. Rencananya menjauhi Dino terancam gagal akibat drama baru dari kedua orang tuanya.

"Baiklah" jawab Chaca singkat. Tanpa Chaca ketahui, Dino tersenyum singkat karenanya.

Keduanya berjalan beriringan menuju area parkir. Hanya keheningan yang menemani mereka berdua. Tidak ada yang berani mengeluarkan suara.

Mobil jazz milik Dino meninggalkan sekolah dengan kecepatan normal. Tidak ada interaksi yang dilakukan dua makhluk yang sedang menumpangi jazz milik Dino. Merasa asing dengan suasana, Dino memulai obrolan dengan hati-hati, agar respon yang diberi Chaca sesuai harapan.

"Kenapa mesti lari?" tanya Dino memecah keheningan.

"Gue gak lari" masih dengan nada bicara ketus.

"Gue udah tau semuanya, masih mau sembunyi juga?". Omongan Dino berhasil menyita perhatian Chaca. Chaca memiringkan badannya menghadap Dino yang berada dibalik kemudi.
"Biasa aja kali ekspresinya" lnjut Dino seraya menoyor pelan kepala Chaca yang berada tepat disebelah wajahnya.

"Issshhhh, paan sih"

"Lo tuh ya, kalau punya masalah gak usah didiemin, gak usah dibiarin, gak usah ditinggalin, tapi dihadepin. Jangan lari mulu" cecer Dino yang membuat Chaca mendengus malas. Rasanya semua omongan orang didunia ini tidak ada bedanya. Jalani, jalani, jalani. Lalui, lalui, lalui. Kezelllll deh.

"Gue capek, bisa gak sih lo gak usah cerewet jadi cowok" sinis Chaca tidak menanggapi omongan Dino sebelumnya.

"Dikasih tau malah gini. Yaudah"

"Gue tau, gak usah dikasih tau lagi"

"Kepala batu" sindir Dino masih tetap fokus pada jalan raya. Sementara Chaca mendengus mendengar kata terakhir yang diucapkan Dino. Gue kepala batu? Sepertinya sifat egois dimiliki semua manusia bukan cuma gue Tuan Fadino😕, ucapan itu datang dari hati Chaca bukan dari mulut kecil miliknya.

BahagiakuWhere stories live. Discover now