Chapter 2

46 1 0
                                    

_ Kadang rasa itu tumbuh tanpa kita minta _

Kejadian yang kusebut kebetulan kini menjanjikan takdir


Dua bulan terakhir Chaca selalu dihadapkan dengan tingkah-tingkah Vino yang kadang membuatnya bingung, juga perhatian demi perhatian yang datang dari Dino. Chaca mulai merasa jengah dengan kejadian yang selalu menimpanya setiap hari. Kadang ia menyesali telah bertemu dengan sosok seperti Vino dan Dino. Clara turut merasakan kejengahan yang dialami sahabatnya itu. kadang Clara mencoba mengibur dan terus membuat Chaca tertawa agar sedikit melupakan kejadian demi kejadian yang selalu menimpa sahabatnya. Vino selalu memberi kejutan pada Chaca dengan melakukan hal-hal yang Chaca dan Clara tidak mengerti. Kadang Vino menjahili Chaca dan kadang Vino berlaku manis berbeda dari sebelumnya. Disisi lain Dino selalu memberi Chaca perhatian-perhatian kecil yang Chaca sendiri kurang paham dengan adanya. Seolah semua berubah secara seketika akibat hadirnya dua orang yang selalu mengisi setiap detik hari yang Chaca lewati.

Kini Chaca tengah berada ditaman komplek perumahan yang ia huni bertahun-tahun. Chaca tengah terduduk seorang diri dikursi panjang menghadap kearah danau yang menampakkan dua ekor angsa tengah berenang ditegahnya. Hari-hari Chaca terasa berat selama dua bulan terakhir. Bukan karena masalah sekolah atau orang tuanya, kali ini masalah Chaca bertambah akibat kehadiran Vino dan Dino yang tanpa diminta mengunjungi setiap detik hidupnya. Ia terus menatap lekat kearah dua ekor angsa yang tengah menari-nari diatas permukaan danau dengan begitu romantis. Chaca terus mengulang kejadian demi kejadian yang menimpanya dua bulan terakhir ini. Semua mengalun dengan indah dimemorinya. Belum lagi masalah orang tuanya yang tidak pernah berada dirumah. Chaca membutuhkan seseorang sebagai tempat untuk berbagi. Meski ia memiliki Clara, tapi tidak semua hal Clara harus tahu tentang privasinya. Chaca membutuhkan sosok Mama yang akan selalu sedia mendengar keluh kesahnya hingga ia tertidur karena lelah bercerita. Chaca sangat membutuhkan sosok yang mampu menjadi tempatnya bersandar saat ia dalam situasi seperti sekarang ini.

"Chaca butuh Mama" Ucap Chaca dengan sedikit isakan. Chaca merasa sangat sepi saat ia seperti ini. Meski ia selalu ditemani oleh Bi Ida, Bi Ida tidak bisa menggantikan sosok Mama sepenuhnya. Chaca mulai menangis tersedu-sedu. Saat ini ia merasa sangat sepi. Ia butuh seseorang untuk menjadi sandarannya saat ini. Ia begitu rapuh. Chaca memang hebat mampu menyembunyikan luka dibalik tawanya. Bahkan terlihat seperti selalu bahagia, tanpa ada yang tahu bahwa ia sangat terluka. Banyak masalah yang ia pendam sendiri dan bahkan Clara pun tidak ia biarkan mengetahuinya. Keadaan keluarganya yang tidak layak disebut keluarga itu hanya akan menimbulkan empati dari orang lain, Chaca tidak ingin dikasihani. Chaca hanya ingin melewati hari-harinya dengan bersikap seperti manusia selayaknya. Chaca terus terisak hingga sebuah tangan terasa memegang pundaknya dengan lembut. Spontan Chaca berbalik memastikan.

"Lo ngapain disini?" Ucap Vino ketika melihat air mata yang tak sempat Chaca seka diwajah cantiknya. "Lo nangis?" tanyanya kembali memastikan. Jelas Chaca menangis, Vino bisa melihatnya. Ia hanya berusaha membuat Chaca angkat bicara. Tetapi yang ditanya malah menundukkan kepalanya, enggan menjawab. Vino melangkah dan mendudukkan badannya tepat disebelah Chaca. Chaca masih tidak bereaksi. Vino kembali mencoba membuat Chaca berbicara.

"Lo nangis gara-gara lihat angsa-angsa itu?" kini Vino mencoba memancing Chaca untuk menganggangkat kepalanya dengan menunjuk kearah dua ekor angsa yang masih setia menari-nari disana. "Lagian tau diri jomblo malah nontonin angsa kencan" canda Vino kini dengan sedikit nada mengejek. Seketika Chaca mengangkat kepala dan menatap kearah Vino. Vino masih terus terfokus pada objek yang ada dihadapannya, tidak menanggapi tatapan Chaca. "Lain kali kalau mau nontonin angsa kencan jangan sendiri, ajak gue aja biar sekalian kita kencan" lanjut Vino yang membuat Chaca menatap sengit kearahnya. Didetik selanjutnya Vino terkekeh melihat ekspresi yang Chaca perlihatkan. Chaca memonyongkan bibirnya dan memperlihatkan ekspresi kesal kepada Vino. Vino menatapnya dengan senyum yang sulit Chaca artikan. Gue lebih suka lo kesal kayak gini daripada tersenyum tapi nyatanya itu fake, batin Vino masih enggan berpaling dari wajah cantik milik Chaca. Chaca begitu kesal mendengar celoteh Vino yang unfaedah itu.

BahagiakuWhere stories live. Discover now