Satu

46 8 0
                                    

Percayalah,

Tuhan tidak akan memberi cobaan,

melebihi batas kemampuan umatnya

***

Natali menutup pintu kamar mandi, memutar badannya. Berjalan menghampiri tempat tidur rumah sakit yang beberapa langkah berada dihadapannya.

“Hai lo udah bangun,” ucap Natali kepada seorang gadis yang terbaring di tempat tidur itu rumah sakit. Gadis itu hanya diam, tersenyum samar kepada Natali.

“Lo pasti nyariin mama lo kan? Tadi mama lo bilang kalau dia mau pulang dulu mau ngambil baju ganti buat lo. Ya,paling bentar lagi juga balik kok, soalnya udah dari tadi juga kok.” ujar Natali nyerocos sambil menduduki kursi yang berada di samping tempat tidur. Akan tetapi gadis itu masih tetap diam sambil tersenyum tipis.

“Oh iya, lo laper ngga? Kalau laper sarapan dulu. Gue suapin deh, dijamin kalau disuapin sama Selena Gomez pasti rasa makanannya tambah enak.” sembari mengambil semangkuk bubur diatas meja yang sudah disediakan oleh pihak rumah sakit.

Gadis yang diajak mengobrolnya pun masih tetap diam bergeming, ia memandang sayu kearah semangkuk bubur tadi dan mengalihkan pandangannya kepada Natali masih dengan tatapan sayu.

Natali menghela nafas jengah dengan gadis yang berada dihadapannya ini

“Cuma sarapan aja kok kalau setelah sarapan lo ngga mau minum obat juga ngga apa apa kok,” ucap Natali memandang gadis dihadapannya ini. Tetapi gadis itu masih tidak merespon.

“Yaudah deh kalau ngga mau.” seraya mengembalikan semangkuk bubur tadi ketempat semula.

“Gimana kalau kita jalan jalan aja ketaman rumah sakit, sambil nunggu mama lo balik lagi gue tau kok lo pasti jenuh kan mendekam ditempat ini sampai berbulan bulan,” ucap Natali kepada gadis yang dihadapannya. Kedua bola mata gadis itu seakan mengatakan sesuatu, kemudian memandang kursi roda yang berada disudut kamar ini. Ia memandang kursi roda itu penuh dengan tatapan kebencian. Gadis itu memandang kearah Natali dengan sorot mata yang merasa seolah sangat bersalah.

“Lo tuh kenapa sih masih merasa ngga enak sama gue? Iya? Merasa ngerepotin? Memangnya dalam persahabatan ada rasa hutang budi? Apa dalam persahabatn ada perasaan sungkan? Buat gue ngga akan pernah ada kata ‘ngerepotin’ dalam persahabatan yang gue jalanin.” Natali menelan salivanya.

Mereka berdua sama sama terhanyut dalam keheningan yang terjadi. Mereka masih sibuk dengan pikiran masing-masing, sampai suara keheningan itu terpecahkan oleh gadis itu,

“Apa gue bener bener ngga bisa jalan lagi? Apa gue kuat ngejalanin kehidupan gue kedepannya? Apa masih ada waktu buat gue hidup? Kalau gue tahu akhirnya gue bakal lumpuh karena kecelakaan itu lebih baik gue mati aja, Nat,” tanya gadis itu kepada Natali. Natali dibuat terkejut oleh pertanyaan-pertanyaan yang tidak masuk akal tersebut.

“Duh gue ngga habis pikir ya sama pemikiran lo yang dangkal itu. Melcya Eliana Pramudya, lo tuh harusnya bersyukur masih diberi kesempatan hidup kedua kalinya sama Tuhan. Apa lo ngga mau mengejar cita cita lo yang ingin pendidikan di Oxford lalu menjadi seorang Dokter ahli bedah yang selalu lo damba dambakan itu. Coba deh yah, banyak orang yang udah meninggal ingin dihidupkan kembali karena mereka ingin memperbaiki semua kesalahan kesalahan mereka ketika didunia. Dan lo? Yang masih diberi kesempatan hidup malah mau menyia-nyiakannya?” cerca Natali dengan nada suara yang tinggi karena kesal dengan sahabatnya itu.

Sedangkan Melcya sedari tadi hanya diam bergeming setelah mendengar penuturan dari Natali sahabatnya, ya Josephine Natali Laksita. Sahabat sedari kecil Melcya, mereka bak perangko dan amplop yang sulit dipisahkan. Bahkan mereka berdua sudah seperti saudara kandung, rumah mereka hanya berjarak oleh tiga rumah. Ya memang benar kata orang yang teryata saudara kita sendiri bahkan seperti orang asing, sedangkan orang asing malah menganggap kita sebagai saudara.

Sebenarnya Natali itu tipe gadis yang sulit marah, akan tetapi dengan perkataan Melcya tadi membuat amarah Natali bergejolak. Entah marah kenapa? Karena Natali ngga mau sampai kehilangan sahabatnya itu, mereka sudah bersama sama hampir 15 tahun. Dan mereka berdua menempatkan segalanya diatas persahabatan.

“Tapi Nat, semuanya udah beda. ini semua emang salah gue, harusnya gue ngedengerin omongan mama sama papa gue buat ngga keluar malam itu buat ke bandara nemuin Tala. Dan akhirnya gue sama sekali ngga ketemu dia dan malah kejadian naas itu yang menimpa gue sampai berakhir di tempat terkutuk kayak gini. Mungkin Tala udah pergi keluar negeri sama bokap nyokapnya.” ujar Melcya tanpa terasa air mata menetes di pipinya.

Natali yang melihat itu langsung membawa Melcya kedalam rengkuhannya, ia tahu bahwa Melcya sekarang sedang berada di titik terendahnya. Diputusin oleh sang kekasih hati, ditinggal oleh sang mantan dan berakhir dengan dia berada di rumah sakit dan dengan dinyatakan bahwa dia lumpuh hanya sementara.

“Udah ya Mel, maafin gue gue ngga bermaksud ngebentak lo. Tapi lo jangan putus asa gitu aja dong masih banyak yang bisa kita lakuin bareng bareng lagi. Dokter kan bilang, bahwa lo cuman lumpuh sementara. Kalau lo mau berusaha dan optimis gue yakin Tuhan bisa ngembaliin semuanya. Pokoknya gue bakal bantu lo supaya bisa jalan kembali. Sekarang gue mau lihat senyum manis lo dulu, gue pingin lo balik kayak Melcya yang cerewet, selalu ceria dan bahagia. Ayo dong senyum.” ucap Natali menenangkan Melcya, dan menarik kedua sudut bibir Melcya supaya gadis itu kembali tersenyum. Melcya pun tersenyum dengan penuh ketulusan dan memeluk kembali sang sahabat.

Tanpa mereka sadari, ada sepasang pria dan wanita paruh baya yang melihat kejadian itu. Yang tak lain adalah Mama dan Papa Melcya. Mereka merasa bersyukur ternyata Melcya memiliki sahabat yang begitu sayang kepadanya.

***

Halo gais 😊
Percayalah ini cerita pertama ku.
Masih belajar belajar juga.
Semoga kalian yang membaca cerita ini suka ya.
Butuh sekali dukungan dari para pembaca.


See u next time

The SacrificeWhere stories live. Discover now