Lima

5 2 1
                                    

Jagalah lisan dan ucapan.
Kita tidak pernah tahu,
Bahwa dengan ucapan
Kita bisa menyakiti perasaan

***

Seorang wanita paruh baya tidak lain sang Bunda membuka pintu kamar sang anak dan masih terlihat sang pemilik kamar tersebut masih bergelung diatas kasur. Padahal adzan subuh sudah berkumandang tapi anak tersebut masih setia memejamkan matanya. Sungguh lucu sekali melihat sang putra dengan posisi tidur meringkuk seperti bayi kecil, mengingatkan masa-masa dulu saat Sakha masih bayi. Walaupun Sakha sudah beranjak dewasa tapi menurut Bunda nya, Sakha akan tetap menjadi bayi kecilnya. Mutiara berharga dalam hidupnya. Tidak lama dari situ Bunda mendekati ranjang Sakha untuk membangunkan anaknya supaya melaksanakan sholat subuh di mesjid.

"Sakha sayang, bangun nak waktunya sholat subuh. Papa sama kak Gibran udah nunggu dibawah mau pergi ke mesjid," ucap sang Bunda dengan suara lemah lembutnya sambil menepuk pelan bahu anaknya.  Sementara sang anak malah berguling kekiri dan kekanan mencari posisi yang nyaman untuk kembali tertidur. Bundanya hanya geleng-geleng kepala melihat putranya seperti itu.

"Sakha ayo dong bangun," ucap kembali Bunda Della sambil menarik selimut yang menutupi tubuh anaknya. Akhirnya Sakha pun membuka matanya.

"Aduh Bunda. Jam berapa sih sekarang? Sakha masih ngantuk mau bobo lagi," kata Sakha dengan wajah memelas. Masih dengan posisi terlentang diatas kasur.

"Ayo Sakha bangun. Cepetan ah." sambil menarik tangan Sakha supaya anak itu bangun. "Sekarang waktunya sholat subuh, Papa sama kakak kamu udah nungguin daritadi."

Akhirnya tenaga sang Bunda tidak sia-sia, Sakha pun duduk dan akhirnya bangkit dari kasur tercintanya itu. Dan berjalan menuju kekamar mandi untuk mengambil wudhu. Sang Bunda terus saja berbicara sambil merapihkan tempat tidur anaknya dan menyiapkan perlengkapan sholat untuk sang anak pergi ke mesjid.

"Sengantuk apapun kamu, ingat satu pesan Bunda jangan pernah tinggalkan sholat. Sholat itu udah kewajiban kita sebagai umat islam. Apalagi kamu itu cowo kamu akan jadi kepala keluarga saat sudah menikah nanti dan harus bisa jadi imam yang baik buat keluarga kamu." jelas sang Bunda panjang lebar. Sementara Sakha yang masih didalam kamar mandi hanya tersenyum mendengar penuturan sang Bunda. "Sakha kamu dengar Bunda ngga sih?," tanya sang Bunda.

Akhirnya Sakha pun keluar dari kamar mandi dan mengambil perlengkapan yang sudah Bundanya siapkan sambil berkata, "Iya Bunda sayangku cintaku. Sakha dengar kok, tadi kan aku lagi wudhu ya masa wudhu sambil ngomong."

"Pokoknya kamu harus bisa bimbing keluarga kamu menjadi yang lebih baik lagi. Terus- " ucapan sang Bunda terpotong oleh Sakha.

"Nikah ya? Emang sisa waktu Sakha didunia ini masih ada?" tanya Sakha kepada sang Bunda. Bagaimana sang Bunda tidak terkejut pertanyaan Sakha ini sangat melantur kemana mana.

"Kamu ngomong apa sih. Bunda ngga suka ya kamu ngomong kayak gitu." ucap Bunda dengan penuh penekanan. Sakha hanya tertawa mendengar perkataan kesal sang Bunda.

"Hehehe. Kan umur ngga ada yang tahu Bun. Walaupun Sakha masih muda ngga menutup kemungkinan Sakha yang duluan pergi sebelum Bunda. Bunda gitu aja ngambek, lucu deh kalau Bunda ngambek makin cantik. Udah ya Sakha mau ke mesjid dulu. Dah Bunda. Assalamualaikum." Sakha melenggang pergi keluar kamar. Sang Bunda masih setia didalam kamar Sakha dan teringat sesuatu Bunda Della langsung membuka laci yang ada di nakas.

"Untung persediaannya masih ada," Bunda berkata sambil menatap sendu kedalam isi laci tersebut. Dan teringat ucapan Sakha saat sebelum pergi ke mesjid. Semakin sedih dan merasa bersalah hati sang Bunda seraya mengambil foto yang ada di atas nakas dan menampilkan wajah sang anak yang sedang tersenyum manis. "Bunda tahu kamu anak yang kuat, tetap selalu berada di samping Bunda ya."

The SacrificeWhere stories live. Discover now