5. Unexpected Person

69 6 0
                                    

"Can I call you mine?
And you said, "I never regretted the day that I called you mine"

***

RANE menghela napasnya untuk yang kesekian kalinya. Cowok itu sudah merasa sangat jenuh sedari tadi. Inilah salah satu hal yang paling ia benci; menemani perempuan belanja. Tadinya ia dan Ranisa memang sempat ke Gramedia untuk membeli keperluan tugas Adiknya itu, namun entah bagaimana ceritanya, saat ini Rane malah terjebak di salah satu store yang menjual berbagai macam aksesoris wanita dan pria. Sial! Mengapa Ranisa malah menyeretnya ke sini?

"Bang Rane, sini dong! Ngapain, sih, berdiri di situ?" Ranisa melambaikan tangannya, meminta Rane untuk mendekat, pasalnya cowok itu sudah seperti satpam karena berdiri tepat di dekat pintu masuk store tersebut.

Rane berdecak kesal dan dengan malas berjalan ke arah Adiknya itu. Rasanya ingin sekali ia menarik tangan Ranisa dan menyeretnya pulang ke rumah, tak peduli jika gadis itu akan merengek-rengek dan mengadu ke Anila karena diperlakukan layaknya anjing peliharaan oleh Abangnya sendiri.

"Abang kenapa mukanya kusut begitu, sih?" tanyanya tanpa rasa bersalah.

"Pikir aja sendiri!" sarkas Rane yang sudah merasa sangat kesal.

Ranisa mendengus kecil. Gadis itu tahu jika Abangnya ini pasti sudah sangat kesal karena jatah hari liburnya dipakai untuk menemaninya ke mall.

"Bang Rane jangan cemberut gitu dong mukanya. Nanti gantengnya ilang lho," ucapnya mencoba membujuk cowok itu.

"Cepet kelarin urusan lo kalo nggak mau gue tinggal," ancam Rane dengan kejamnya. Cowok itu menahan diri agar tak memaki Adiknya di tempat umum ini.

Ranisa berdecak pelan, sepertinya hari ini ia tak bisa bebas berkeliling mall lagi karena Rane sudah mulai mengeluarkan tanduknya dilihat dari seberapa kesal wajah Abangnya itu. Andai saja Killa, sahabatnya itu tak ada acara keluarga hari ini, pasti ia tak perlu repot-repot memaksa Rane agar mau menemaninya.

"Iya-iya, bentar lagi selesai kok. Tinggal bayar ini doang," ucapnya dengan nada tidak rela.

Rane tak menjawab lagi, cowok itu malah melengos pergi entah kemana. Ranisa hanya mengedikkan bahunya cuek, paling Abangnya itu hanya berkeliling saja untuk mengusir rasa bosan karena sudah terjebak selama lebih dari 30 menit di tempat ini.

Rane berjalan menjauh dari tempat Ranisa. Cowok itu memutuskan untuk mengelilingi store aksesoris itu untuk mengusir rasa jenuhnya. Sungguh, seandainya Ranisa itu bukan Adiknya, ia pasti sudah meninggalkan gadis itu sendirian di sini tanpa rasa bersalah.

"Rane?" Suara feminin itu mengalihkan atensi Rane dari deretan rak berisi gelang tangan pria. Ia menoleh ke arah sumber suara dan menemukan seorang gadis yang dikenalnya.

Rane tak menjawab sapaan itu, ia hanya menaikkan sebelah alisnya. Sejujurnya ia sedikit tidak nyaman dengan kehadiran gadis yang saat ini sudah berdiri di depannya. Entahlah, meskipun gadis itu tergolong gadis baik-baik, namun ia justru merasa harus menghindari gadis ini.

"Kamu di sini juga, Rane? Sama siapa?" tanya Anggisa.

"Ranisa," jawabnya singkat dan kembali mengalihkan atensinya pada rak di depannya.

Anggisa mengangguk paham, namun setelahnya ia bingung ingin bertanya apalagi. Tentu saja ia tak ingin melewatkan kesempatan untuk berdua dengan Rane, meskipun hal ini tak disengaja.

RedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang