6. Bad Day or Best Day

22 5 0
                                    

"Freaked out, dropped my phone in the pool again
Checked out of my room hit the ATM
Let's hang out if you're down to get down tonight
'Cause it's always a good time..."

***

HARI Senin pagi yang diawali dengan upacara bendera membuat semua murid di SMA Trisakti mengeluh kesal, termasuk Valine yang saat ini tengah berdiri di barisan paling belakang. Gadis itu sedari tadi sibuk merapalkan segala jenis umpatan yang ditujukan untuk wakil kepala sekolah yang tengah menyampaikan pidatonya di atas podium. Bagaimana tidak, pasalnya ini sudah hampir dua jam setengah mereka berdiri di lapangan dan sepertinya tak ada tanda-tanda dari beliau untuk mengakhiri penderitaan para muridnya itu.

"Anjing, babi, monyet, bangsat, brengsek, bajingan!!" sebut Valine dengan suara tertahan. "Ini upacara kapan kelarnya, anjing?!" tanyanya entah pada siapa.

Rane yang berdiri di samping gadis itu hanya bisa menghela napasnya pasrah. Sebenarnya ia juga lelah, namun dirinya jauh lebih lelah lagi ketika mendengar umpatan Valine, bahkan Rane sampai hapal semua yang Valine sebutkan sejak tadi, gadis itu hanya terus mengulangnya.

"Lo bisa diem, nggak sih?!" desis Rane pelan.

"Nggak bisa," ketusnya menahan kesal.

"Anjing, babi, monyet, bangsat, brengsek, bajingan!!" Lagi-lagi Valine mengulang umpatan yang sama, membuat kepala Rane pening setengah mati.

"Lo cewek tapi bacotnya gede bener, ya?!"

Valine memalingkan wajah, enggan menatap Rane di sampingnya, gadis itu kembali mengulang umpatannya, setidaknya sampai upacara selesai dan ia bisa langsung pergi ke kantin untuk membeli minuman dingin.

"Cewek sinting," ucap Rane kesal karena merasa diabaikan.

"Jadi, kalian sebagai generasi penerus bangsa harus belajar dengan giat agar bisa menjadi orang yang sukses di masa depan dan mengharumkan nama bangsa Indonesia..." Entah sudah berapa kali kalimat tersebut diucapkan oleh pria paruh baya yang menjabat sebagai wakil kepala sekolah SMA Trisakti itu. Para murid menggerutu kesal dalam hati, entah kapan penderitaan mereka akan berakhir.

"Ini nih yang gue nggak suka kalo sekolah di Indonesia, pidatonya panjang bener. Udah kayak kampanye calon presiden aja." Sepertinya mulut Valine memang tidak memiliki rem sama sekali, buktinya sedari tadi gadis itu hanya bisa mengumpat dan mengomel, membuat telinga Rane panas mendengarnya.

"Berisik, Vee. Bisa diem nggak?!" Rane mulai meradang.

"Apaan, sih?! Kalo berisik, ya nggak usah didenger lah. Gitu aja kok repot," sahut Valine tak kalah kesal.

Rane melirik gadis di sampingnya tajam. "Mulut lo emang minta dibekep ya, daritadi ngomel mulu. Mending diem, nggak ada gunanya juga lo ngumpat, yang ada malah nambah dosa."

"Suka-suka gue dong. Mulut-mulut gue, bukan mulut lo."

"Tapi gue cukup keganggu sama suara berisik lo itu."

"Bodo amat, gue nggak peduli."

"Lo ngejawab mulu, ya."

"Itu karna gue punya mulut."

Rane dan Valine masih sibuk berdebat tanpa menyadari bahwa di belakang keduanya sudah ada guru BK yang tengah menatap tajam mereka dengan wajah merah padamnya.

Bu Andri, salah satu guru BK yang biasanya ditugaskan untuk mengawasi para murid saat upacara berlangsung itu masih betah menonton perdebatan antara Valine dan Rane yang sama-sama tidak ingin mengalah. Beliau berdiri satu meter di belakang dua sejoli itu, entah apa yang dibahas mereka sampai harus membuat keributan seperti ini.

RedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang