7. Boyfriend Visit

33 6 0
                                    

"We were so beautiful
We were so tragic
No other magic could ever compare
Lost myself, seventeen
Then you came, found me
No other magic could ever compare..."

***

"NIH." Valine melemparkan sebuah amplop putih ke hadapan Theo yang baru saja duduk di depannya. Ia memang sengaja memanggil orang kepercayaan Rosie itu untuk menemuinya di taman belakang rumah.

Theo mengangkat sebelah alisnya bingung. "Apa ini, Nona?" tanyanya.

"Bisa baca, 'kan?" Valine memutar bola matanya malas.

Theo segera membuka amplop tersebut dan seketika kepalanya menjadi pening setelah mengetahui bahwa anak majikannya itu kembali membuat masalah di sekolah. Pria itu memang sudah sangat sering mengurusi semua masalah yang diperbuat Valine saat masih bersekolah di Bogor dulu. Ia kira gadis nakal itu tidak akan membuat masalah dalam waktu dekat ini, namun ternyata tebakannya itu salah besar. Harusnya Theo tahu Valine tidak akan membiarkannya santai, meski hanya beberapa hari saja.

"Saya kira Nona tidak akan buat masalah dalam waktu dekat ini," ucap Theo terdengar begitu lelah.

"Kalo gitu tebakan lo salah."

Theo menatap Valine datar. "Lalu saya harus benar-benar datang ke sekolah?"

"Iyalah, dodol! Nanti gue nggak bisa masuk kelas kalo nggak ada wali yang dateng," sahut Valine cepat. "Nih guru juga ngeselin banget, bukannya waktu itu nyokap udah peringatin buat nggak macem-macem sama gue, ya?"

Theo menghembuskan napas beratnya. "Nyonya Rosie hanya memperingati mereka untuk tidak mempermasalahkan warna rambut Nona yang sering gonta-ganti. Selebihnya beliau tetap mengizinkan Nona mendapatkan sanksi apabila kedapatan melakukan kesalahan," jelasnya.

"Nggak asik banget, sih!" Valine berekspresi kesal.

"Makanya belajarlah untuk mematuhi peraturan sekolah, Nona."

"Ogah banget gue jadi anak baik-baik. Hidup gue tuh bebas, nggak mau diatur-atur kayak gitu," ucap Valine membuat Theo menyerah menasehatinya.

"Yasudah kalo begitu. Hanya ini saja, 'kan yang mau Nona sampaikan?" tanya Theo sembari berdiri.

Valine mengangguk dua kali. "Untuk minggu ini sih, cuma itu doang, nggak tau kalo minggu depan."

"Baiklah, kalo begitu saya pamit dulu," ucap Theo segera berjalan menjauhi Valine.

Gadis itu memerhatikan punggung Theo yang menjauh. Terkadang ia merasa heran, mengapa pria yang masih muda itu sangat patuh terhadap semua perintah Rosie? Padahal Valine sudah membuat kesalahan yang tak terhitung lagi jumlahnya. Theo terlalu sabar dan penurut, membuat Valine merasa dongkol karena selalu gagal membangkitkan amarah pria berkulit cokelat tersebut.

"Nurut banget sih, jadi orang. 'Kan gue jadi kehabisan ide buat bikin lo marah," dumelnya pelan.

Valine berdiri dari duduknya, ia mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja. Tepat saat gadis itu membuka kunci layarnya, sebuah chat dari seseorang masuk.

My Satan Bestie😈👹

Oii jamet!!
Bales chat gue anjing!!
Woyyy Neng Palin!!

"Bukannya salam malah ngata-ngatain orang. Nggak ada akhlak banget nih bocah," gerutu Valine kesal, namun sedetik kemudian ia berdecak saat melihat ponselnya berdering menampilkan panggilan suara dari Lalexa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang