6. Bestfriend?

215 16 1
                                    

Semakin berjalannya waktu. Rian, si balok es hidup itu semakin cair. Sikapnya tak sedingin dulu. Aku kerahkan semua kekuatanku untuk menaklukannya [kekuatan sok akrab]. Dan akhirnya, sedikit demi sedikit kita mulai akrab, walaupun seringnya aku yang harus memulai pembicaraan dulu, mencari topik yang kadang sukar didapat. Tapi it's oke, bukankah perlu kerja keras untuk mendapatkan sesuatu? Dan inilah hasil dari kerja kerasku, usahaku setelah beberapa bulan menetap di bangku anker ini akhirnya membuahkan hasil walau pun tak terlalu signifikan, lumayan lah, Rian bisa tertawa oleh candaku, garing padahal namun aku bersyukur mendapatkan sahabat baru seperti dia. Di balik sisi dinginnya, bersemayam jiwa lembutnya.

***

Duh, bisa telat nih. Nglembur semalem nonton Netflix sungguh membuat petaka. Brengsek. Gumamku dalam hati seraya melirik arloji di pergelangan tanganku, terlihat sudah menunjukan angka 06.45. Tanpa basa-basi, aku langsung bergegas menuruni tangga kamarku. Jangan sampai image ku hancur karena keterlambatanku, aku hampir tak pernah telat saat di Jakarta. Dan sini jangan sampai.

"Den, nggak sarapan dulu?" tanya bi Suri lembut sambil menyaksikan gelagapku gelisah.

"Gak bi, nanti aja di sekolah." jawabku singkat.

"Oh ya udah, hati-hati di jalan."

Tanpa menghiraukan bi Suri, aku langsung menemui pak Ujang di garasi samping rumahku.

"Pak buruan berangkat, telat nih." pintaku dengan napas terenggal-enggal.

"Capcus." sahut pak Ujang. Ia langsung menaiki mobil dan menyalakannya, lalu bergegas menuju sekolahku.

Di perjalanan. Aku semakin panik, pasalnya jam pelajaran pertama akan diisi oleh bu Rina, guru mapel kimia yang terkenal killer, dan sudah tersohor sampai ke seluruh penjuru sekolah. Mati gue.

Suasana dalam mobil nampak hening, hingga akhirnya ponsel dalam sakuku bergetar. Lantas ku keluarkan ponselku dan melihat ada pesan masuk. Yang sebelumnya biasa saja saat melihat layar ponselku, seketika berubah luar biasa. Because Rian, dia mengechatku via WA. Entah mengapa, jika mendapat pesan darinya, rasanya senang, ada kebanggaan tersendiri.

Isi chatnya seperti ini.

Sender : Rian

Raf berangkat
Udah jam berapa nih
Bentar lagi guru masuk

Tak kusangka, itu adalah chat terbanyak dari Rian selama ini, 10 kata, rasanya sangat membanggakan. Lebay. Tanpa mengulur waktu. Aku segera membalas pesannya. Jari-jari tanganku mulai menari di atas papan keyboard.

Sender : Rafi

Iya bentar
Lagi otw

Sesaat setelah pesanku berhasil terkirim. Ia tak langsung membalasnya. Beberapa menit berlalu, tak kunjung ada balasan darinya. Hingga aku putus asa dan memasuk ponselku kembali ke dalam sakuku.

"Drrtt."

Ponselku bergetar lagi, menandakan ada pesan masuk. Lantas ku ambil lagi ponselku dari saku dan mengeceknya. Dan akhirnya..

Satu pesan dari Rian.

Sender : Rian

Buruan

Akhirnya, sesorang yang ku tunggu menjawab juga. Tanpa pikir panjang. Ku ketikan jariku kembali. Dan send.

Sender : Rafi

Siap bosqu😂

Pesanku telah terkirim, terbukti dari dua centang abu sudah nampak. Setelah itu dua centang abu telah berubah biru. Dia sudah membaca pesanku, namun tak ada balasan lagi darinya. Emang, dia sukanya gantungin perasaan orang. Eh...

Sekitar 10 menit berlalu, akhirnya mobil berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Aku langsung menyambar tasku, ku langkahkan kakiku menuruni mobil, dan langsung bergegas menuju kelas. Ku lewati koridor kelas, sudah sepi, yang biasanya ramai oleh murid berlalu-lalang, seketika hening bak tak perpenghuni. Mengingat, angka di arlojiku sudah menampilkan pukul 06.55. Yang artinya sebentar lagi jam pelajaran akan dimulai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Possesive FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang